DEGRADASI MORAL DI KALANGAN PELAJAR
Istilah moral mengacu
pada keseluruhan asas dan nilai yang berkaitan dengan baik dan buruk.
Ditengah derasnya arus perubahan saat ini, banyak orang mungkin tidak dapat
membedakan antara yang baik dengan yang buruk.
Penetrasi budaya asing melalui film,
tayangan televisi, atau media
internet telah membawa banyak pengaruh
dan contoh perilaku yang menurut budaya
negara lain dapat diterima, tetapi dalam budaya Indonesia dipandang tercela.
Karena seringnya terpapar dengan pengaruh dan contoh perilaku tersebut,
sebagian orang mungkin akan mengalami kesulitan
dalam melakukan penilaian moral
sehingga yang timbul adalah kemerosotan (degradasi) moral. Mereka menjadi lebih
permisif dan terbuka terhadap penyimpangan moral karena telah terbiasa
melihatnya.
Salah satu fenomena yang secara
nyata membuktikan tengah berlangsungnya degradasi moral adalah pergaulan bebas.
Demikian banyak remaja laki-laki dan perempuan yang terlibat dalam eratnya
hubungan pergaulan berbeda jenis, hasil survey BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Internasioanl) di Jabodetabek menyatakan bahwa 51 dari 100 orang
remaja perempuan tidak lagi perawan, rentang usia remaja tersebut
13-18 tahun. Bahkan data suervey yang dilakukan BKKBN terdapat sekitar 15%
remaja sudah pernah atau biasa
berhubungan seks dan 62% aborsi dilakukan oleh remaja yang pastinya belum menikah.’
Padahal moral adalah cerminan hidup
bagi penegak bangsa. Pemuda adalah harapan bangsa, jika pemudanya hancur, maka
hancurlah bangsa. Keluar masuknya bangsa asing pada suatu bangsa menjadikan
budaya asli bangsa ini tergantikan dan
terabaikan, sehingga budaya baru itu membuat remaja tidak mau lagi mengenal budaya lamanya. Hal ini akibat
kelalaian dan kurangnya perhatian pemerintah
terhadap masalah degradasi moral remaja, karena terlalu sibuknya pemerintah
dengan berbagai masalah politik dan ekonomi dalam negeri. Selain itu banyak orang tua yang
kurang memperhatikan anaknya, mereka cenderung memenuhi kebutuhan fisik
sedangkan rohani/spritual mereka
terabaikan. Kemudian rendahnya tingkat
pendidikan dan kurang efesiennya peran lembaga masyarakat.
Crow
and Crow menegaskan : “ Learning is a
modification of accompaynying growth
proceses that are brought about trought adjustment to sensioons
unitited though sensory stimulation (Laster D. Crow, Alice D.Crow)”.
Belajar adalah perubah tingkah laku yang menyertai proses pertumbuhan yang
semua itu disebabkan melalui penyesuaian terhadap keadaan yang diawali lewat
ransangan panca indera. Kurangnya pendidikan dan kemampuan diri dalam pergaulan
dapat membuat seorang keliru dalam mengambil jalan hidupnya dan mengakibatkan proses sosialisasi kurang seimbang.
Maka dari itu kita harus prihatin,
sekaligus menaruh perhatian lebih bila mengamati dan menjumpai sebagian
dari remaja kita yang makin gandrung menikmati dan menghasilkan masa remajanya
dengan kegiatan yang tidak positif dan tidak bermanfaat. Agar hal demikian
tidak terus berlanjut dimasa depan, terdapat solusi yang dapat diterapkan
dengan pembentukan remaja yang berkualitas melalui pendidikan karakter.
Pendidikan karakter ini merupakan salah satu implementasi dari pendidikan idealisme.
Pendidikan idealisme itu sendiri bertujuan agar anak didik bisa menjadi kaya
dan memiliki kehidupan yang bermakna, memiliki kepribadian yang harmonis, dan
pada akhirnya diharapakan mampu membantu
individu lainnya untuk hidup lebih baik, sedangkan tujuan pendidikan idealisme
bagi kehidupan sosial adalah perlunya persaudaraan antar manusia. Sedangkan
tujuan secara sintesis dimaksudkan sebagai gabungan antara tujuan individual
dengan sosial sekaligus, yang juga
terekspresikan dalam kehidupan yang berkaitan dengan Tuhan.
Selain itu, Mengapa Pendidikan Karakter?