BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang Masalah
Anak mengenal bahasa ketika berumur kurang dari
setahun. Anak belum dapat mengucapkan kata namun mereka dapat membedakan ucapan
orang dewasa. Ketika anak mulai menginjak usia untuk
memasuki sekolah dasar, pelajaran bahasa Indonesia merupakan materi ajar yang
sudah tidak asing untuk mereka. Namun perlu disadari pula, sebagian besar
peserta didik menganggap sebelah mata terhadap pelajaran bahasa Indonesia
bahkan kurang menyenangi mata pelajaran ini. Salah satu penyebabnya adalah guru
memberikan pembelajaran yang membosankan dan tidak sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki peserta didik. Jika keadaan seperti itu terus terjadi, maka guru harus
segera mengatasinya dengan cara mengubah model pembelajaran yang membuat
pembelajaran bahasa Indonesia dapat digemari oleh peserta didik.
Dalam Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 dijelaskan bahwa Pendidikan Nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Dalam rangka merealisasikan peraturan di atas, proses belajar mengajar
perlu ditata dan terkoordinasi secara rapi, efektif dan efisien. Maka dari itu,
diperlukan metode, model, strategi dan media pembelajaran yang tepat untuk
mewujudkan suatu pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna.
Pembelajaran yang menyenangkan dan
bermakna dapat terwujud dengan menggunakan konsep pembelajaran yang sesuai
dengan potensi yang dimiliki oleh peserta didik. Saat proses belajar-mengajar
berlangsung, peserta didik tidak merasa pembelajaran di kelas yang hanya
monoton dengan guru sebagai teacher
center tetapi peserta didik dapat ikut merasakan pengalaman belajar. Dalam
pembelajaran bahasa Indonesia, peserta didik tidak hanya dituntut untuk terus
mendengarkan materi dari guru tetapi mereka harus ikut aktif. Aktif yang
dimaksudkan disini adalah peserta didik harus berani mengeluarkan pendapat dan
percaya diri dalam berbicara.
Salah satu tugas pendidik adalah
dengan menciptakan suasana kelas yang menyenangkan dan bermakna untuk peserta
didik. Selain itu, guru harus memberikan pembelajaran yang tidak hanya
mengembangkan aspek kognitif namun aspek keterampilan dan sikap juga perlu
dikembangkan. Guru perlu menyusun sebuah rancangan pembelajaran yang menyangkut
ketiga aspek di atas, sehingga hasil yang akan di dapat akan sangat
menguntungkan untuk semua pihak, terutama bagi peserta didik tersebut.
Berdasarkan fakta di lapangan,
pembelajaran dengan menggunakan tematis-integratif dapat menjadi suatu
alternatif pembelajaran yang tepat untuk digunakan di sekolah dasar. Sudah
banyak sekolah-sekolah yang menggunakan pendekatan tersebut dalam proses
pembelajaran yang dilakukan. Melalui pendekatan pembelajaran tersebut, segala
aspek kebahasaan dapat terintegrasi menjadi satu dan membuat pembelajaran
menjadi lebih bermakna untuk peserta didik. Selain itu, anak akan ikut
merasakan pengalaman pembelajaran langsung dan bukan hanya sebuah teori saja.
Peserta didik pada tingkatan kelas
rendah yang terdiri dari kelas satu, dua, dan tiga (Supandi, 1992: 44). Usia
pada tingkat kelas rendah yaitu enam atau tujuh sampai delapan atau sembilan
tahun. Peserta didik yang berada pada tingkat ini termasuk dalam rentangan anak
usia dini. Oleh karena itu, pada masa ini seluruh potensi yang dimiliki peserta
didik perlu didorong sehingga akan berkembang secara optimal. Selain itu pada
tingkatan ini adalah masa dimana peserta didik masih dalam tahapan bermain,
sehingga diperlukan proses pembelajaran yang tidak membuat mereka merasa
terkekang untuk belajar.
Dari fakta di lapangan, kurangnya
pengawasan dari guru membuat banyak diantara peserta didik yang kurang
memperhatikan ketika pembelajaran sedang berlangsung. Peserta didik lebih
memilih memainkan perlengkapan yang dibawa atau berbincang-bincang dengan teman
di depannya. Selain karena faktor di
atas, penyebab lainnya adalah dari penataan tempat duduk peserta didik yang
masih bermasalah karena harus membelakangi guru dan membuat anak menjadi tidak
fokus pada guru.
Guru perlu menerapkan model
pembelajaran yang sesuai agar pembelajaran bahasa Indonesia dapat berlangsung
dengan baik dan bermakna. Salah satu model pembelajaran yang ditemukan di
lapangan adalah model pembelajaran bermain peran (role playing). Ketika pembelajaran bahasa Indonesia diterapkan
dengan model tersebut, peserta didik terlihat antusias meskipun keadaan kelas
menjadi kurang kondusif. Banyak diantara siswa yang lebih memilih untuk
berbincang dengan teman-teman mereka daripada memperhatikan pembelajaran. Selain
itu, saat siswa diajak untuk berlatih berbicara banyak yang masih kurang
percaya diri dan perlu dituntun oleh guru. Maka diperlukan pengawasan yang
ekstra dari guru kelas agar proses pembelajaran dengan model tersebut dapat
berjalan dengan baik.
Salah satu keterampilan berbahasa
adalah menulis. Dari fakta di lapangan, Pada kegiatan menulis beberapa peserta
didik masih banyak yang mengalami kekeliruan dan memerlukan perbaikan atau
koreksi dari guru. Kesulitan yang dialami adalah berkaitan dengan kegiatan
menulis permulaan seperti, sulit untuk membedakan penggunaan huruf kapital dan
huruf kecil serta penulisan nama orang.
Selain hal-hal yang telah disebutkan
di atas, dari segi penilaian untuk peserta didik, guru harus memberikan
penilaian yang objektif. Dalam penerapannya, beberapa guru sudah menerapkan
sistem penilaian menyeluruh yang dimulai dari sikap, keterampilan dan
pengetahuan pada peserta didik. Pada pembelajaran diterapkan pula penilaian
dengan sistem poin kelompok yang membuat peserta didik bersemangat dalam
pembelajaran.
Pada akhirnya, hal terbaik yang
bisa dilakukan untuk menyikapi permasalahan di atas adalah dengan
ditingkatkannya pantauan guru terhadap peserta didik selama proses pembelajaran
berlangsung. Pembelajaran perlu diberikan selingan berupa nyanyian, tepuk
tangan dan permainan sederhana yang membuat siswa tidak bosan dalam belajar dan
fokus peserta didik jadi lebih terarah.
Dalam hal pengaturan tempat duduk, dapat
menggunakan pola letter U, dengan
begitu tubuh peserta didik tidak harus membelakangi guru atau papan tulis dan
pandangan lebih terarah. Selain itu, pola tersebut dapat membuat nyaman siswa ketika
proses pembelajaran dan guru dapat memperhatikan setiap siswa dengan teliti. Dalam
penggunaan model bermain peran (role
playing) meskipun terdapat kekurangan, tetapi model tersebut sudah baik
diterapkan di sekolah dasar khususnya di kelas rendah. Sedangkan model
pembelajaran membaca menulis permulaan, juga hanya perlu latihan dan perbaikan
kembali agar tidak terjadi masalah yang akan dilakukan oleh siswa kembali.
Berdasarkan latar belakang
tersebut, penulis merasa perlu untuk mengadakan observasi dan membuat laporan
observasi serta memberikan alternatif solusi dari semua masalah dalam
pembelajaran bahasa Indonesia yang ada. Sehingga diharapkan perbaikan dari
berbagai pihak dapat dilakukan.
Objek observasi ini adalah SDIT Al
Izzah – Serang dengan alasan yang mendasarinya adalah karena sekolah tersebut
merupakan salah satu sekolah terbaik di Kota Serang. Penulis mengobservasi
kelas satu Ali bin Abi Thalib. Hal-hal yang diobservasi meliputi bagaimana
proses pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah tersebut, model pembelajaran
seperti apa yang digunakan dalam pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah
tersebut, permasalahan yang muncul dalam proses pembelajaran, dan sistem
penilaian yang diterapkan.
- Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang
di atas, maka rumusan masalah dari observasi ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah
proses dan langkah-langkah kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah
tersebut?
2. Apa
saja pendekatan dan model pembelajaran yang diterapkan di sekolah tersebut
dengan mengacu pada pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna?
3. Apa
saja kendala dan masalah yang muncul dalam pembelajaran bahasa Indonesia?
4. Bagaimanakah
penilaian pembelajaran yang diterapkan pada sekolah tersebut?
- Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di
atas, maka diketahuilah tujuan-tujuan yang ingin dilakukan, yaitu:
1. Untuk
mengetahui proses dan langkah-langkah kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia di
sekolah tersebut.
2. Untuk
mengetahui pendekatan dan model pembelajaran yang diterapkan di sekolah
tersebut dan menilai keseusaian dengan pembelajaran bahasa Indonesia yang
dilakukan.
3. Untuk
mengetahui dan membahas masalah yang muncul dalam pembelajaran bahasa Indonesia
serta memberikan alternatif solusi pemecahan masalah.
4. Untuk
mengetahui penilaian pembelajaran yang diterapkan di sekolah tersebut.
- Manfaat
1.
Manfaat
Teoritis
Observasi ini diharapkan dapat
berkontribusi bagi Pembelajaran Bahasa Indonesia terutama di Sekolah Dasar Kelas
Rendah. Dan diharapkan dari hasil observasi ini dapat menambah khasanah pustaka
di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
tempat penulis menimba ilmu di bangku perkuliahan. Selain juga dapat menjadi
salah satu acuan kepada pihak-pihak yang mungkin ke depan akan melakukan
observasi dalam bidang yang sama atau berkaitan dengan apa yang penulis lakukan
saat ini.
2.
Manfaat
Praktis
a. Bagi
peserta didik
Hasil observasi ini diharapkan
mampu menambah wawasan dan pengetahuan serta minat terhadap pembelajaran bahasa
Indonesia bagi peserta didik di sekolah.
b. Bagi
pendidik
Hasil observasi ini diharapkan
mampu menambah pengetahuan dan kemampuan pendidik mengenai pembelajaran bahasa
Indonesia yang menyenangkan dan bermakna dengan menyuguhkan model pembelajaran
yang menarik minat siswa untuk belajar.
c. Bagi
kepala sekolah
Hasil observasi ini diharapkan
mampu dijadikan sebagai bahan masukan untuk supervisi terhadap program
pengajaran dan kinerja pendidik.
d. Bagi
observer
Hasil observasi ini diharapkan
mampu menambah wawasan dari pentingnya pengetahuan mengenai pembelajaran bahasa
Indonesia di sekolah dasar khususnya kelas rendah dan model pembelajaran yang
menyenangkan dan bermakna untuk siswa. Selain itu hasil observasi ini dapat menjadi
acuan untuk observer mengenai tugas guru untuk memberikan pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran yang tepat.
e. Bagi
observer lain
Hasil observasi ini diharapkan
dapat menjadi referensi bagi pihak-pihak yang mungkin sedang berada dalam
situasi yang sama dengan apa yang dilakukan di dalam observasi ini.
BAB II
KAJIAN TEORI
- Deskripsi
Teori
a.
Pendekatan
Pembelajaran Tematis – Integratif untuk Sekolah Dasar
Yang dimaksud dengan pendekatan
tematis - integratif adalah pembelajaran bahasa harus dilaksanakan dalam
situasi dan kondisi yang sewajarnya. Pengorganisasian materi tidak diwujudkan
dalam bentuk pokok bahasan secara terpisah tetapi diikat dengan menggunakan tema-tema
tertentu dengan menganut asas kesederhanaan, kebermaknaan dalam komunikasi, kewajaran
konteks, keluwesan (disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, dan tempat),
keterpaduan, dan kesinambungan berbagai segi dan keterampilan berbahasa.
Unsur-unsur bahasa dipelajari dalam konteks wacana dan penggunaan bahasa selalu
berada dalam integrasi berbagai keterampilan berbahasa.
Pendekatan tematis - integratif ini
dituangkan dalam rambu-rambu pembelajaran, yang antara lain berupa:
a) Tema
yang digunakan untuk pengembangan dan perluasan kosa kata siswa serta sebagai
pemersatu kegiatan belajar bahasa Indonesia siswa sehingga pembelajaran bahasa
Indonesia berlangsung dalam suasana kebahasaan yang wajar,
b) Pembelajaran
bahasa Indonesia mencakup aspek mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.
Pembinaan keempat aspek ini harus dilakukan secara terintegrasi.
Lewat kegiatan pengajaran membaca,
pemahaman tentang ejaan, tanda baca, kosakata, kalimat, makna, dan penanda
hubungan kewacanaan terolah secara serempak. Selain itu, guru akan merasakan
bahwa pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh setelah membaca ternyata juga
berperanan dalam mengembangkan kemampuan menulis, bermanfaat ketika melakukan
kegiatan wicara, baik yang formal maupun
informal.
Selain itu, pengalaman dan pengetahuan
tersebut juga membantu mengembangkan kemampuan menyimak. Berdasarkan pengalaman
demikian, maka guru dapat menarik kesimpulan bahwa dalam belajar bahasa, jabaran butir pembelajaran yang satu dengan yang lain tidak dapat
disusun dalam tata urutan yang terpisah-pisah. Pembelajaran yang
berkaitan dengan materi kebahasaan, kesusastraan,
menyimak, membaca, wicara, menulis, harus dijalin secara padu.
Selain bentuk keterpaduan yang
dirancang dalam lingkup satu bidang studi (intra bidang studi), keterpaduan
pembelajaran dapat dilakukan dalam bentuk lintas bidang studi (antarbidang
studi). Ditinjau dari cara memadukan konsep, keterampilan, topik, dan unit
tematisnya maka guru bisa memilih salah satu dari sepuluh cara merencanakan
pembelajaran terpadu. Kesepuluh cara itu adalah pemaduan dengan bentuk (l) fragmented, (2) connected,
(3) nested, (4) sequented, (5) shared, (6) webbed, (7)
threated, (8) integrated, (9) immersed, dan (l0) networked
(Fogarty, l99l).
Pembelajaran tematik lebih
menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses belajar secara aktif dalam
proses pembelajaran, sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman langsung dan
terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajarinya.
Melalui pengalaman langsung siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka
pelajari dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dipahaminya.
Dalam implementasi pembelajaran
tematik di sekolah dasar mempunyai berbagai implikasi yang mencakup:
·
Implikasi bagi guru, pembelajaran tematik memerlukan guru yang kreatif baik dalam menyiapkan
kegiatan/pengalaman belajar bagi anak, juga dalam memilih kompetensi dari
berbagai mata pelajaran dan mengaturnya agar pembelajaran menjadi lebih
bermakna, menarik, menyenangkan dan utuh.
·
Implikasi bagi siswa:
1)
Siswa harus siap mengikuti
kegiatan pembelajaran yang dalam pelaksanaannya; dimungkinkan
untuk bekerja baik secara individual, pasangan, kelompok kecil ataupun
klasikal.
2)
Siswa harus siap mengikuti
kegiatan pembelajaran yang bervariasi secara aktif misalnya melakukan diskusi
kelompok, mengadakan penelitian sederhana, dan pemecahan masalah.
Resmini (2006:19) berpendapat bahwa pembelajaran tematik memiliki kelebihan
dan kelemahan. Di antaranya sebagai berikut:
·
Kelebihan Pembelajaran Tematik
1)Menyenangkan karena bertolak dari minat dan kebutuhan siswa.
2)Siswa lebih bergairah
belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk
mengembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari
matapelajaran lain.
3)Siswa mudah memusatkan
perhatian pada suatu tema tertentu.
4)Siswa mampu
mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar
matapelajaran dalam tema yang sama.
5)Siswa mampu
lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam konteks
tema yang jelas.
6)Pengalaman dan kegiatan belajar relevan dengan tingkat perkembangan dan
kebutuhan siswa.
7)Pemahaman
terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan
8)Hasil belajar akan bertahan lebih lama karena lebih berkesan dan bermakna.
9)Menumbuhkan keterampilan sosial, seperti bekerja sama, toleransi,
komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain.
10) Mendorong guru berkreatifitas, sehingga guru dituntut untuk memiliki
wawasan, pemahaman, dan kreatifitas dalam pembelajaran.
11) Kompetensi
dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengkaitkan matapelajaran lain
dengan pengalaman pribadi siswa.
12) Memberikan guru untuk mengembangkan situasi pembelajaran yang utuh,
dinamis, menyeluruh, dan bermakna sesuai kemampuan, kebutuhan, dan kesiapan
siswa.
13) Mempermudah dan memotivasi siswa untuk mengenal, menerima, menyerap, dan
memahami hubungan antara konsep, pengetahuan, dan nilai yang terdapat dalam
setiap mata pelajaran.
14) Menghemat waktu, tenaga, biaya dan sarana, juga menyederhanakan
langkah-langkah pembelajaran.hal ini karena mata pelajaran yang disajikan
secara tematik dapat dipersiapkaan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga
pertemuan, waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial,
pemantapan, atau pengayaan.
·
Kekurangan Pembelajaran Tematik:
1)
Menuntut peran guru yang
memiliki pengetahuan dan wawasan luas, kreatifitas tinggi, keterampilan,
kepercayaan diri dan etos akademik yang tinggi, dan berani untuk mengemas dan
mengembangkan materi. Namun tidak setiap guru mampu
mengintegrasikan kurikulum dengan konsep-konsep yang ada dalam mata pelajaran
secara tepat.
2)
Dalam pengembangan
kreatifitas akademik, menuntut kemampuan belajar siswa yang baik dalam aspek
intelegensi.
3)
Pembelajaran tematik
memerlukan sarana dan sumber informasi yang cukup banyak dan beragam serta
berguna untuk mengembangkan wawasan dan pengetahuan yang diperlukan.
4)
Memerlukan jenis
kurikulum yang terbuka untuk pengembangannya.
5)
Pembelajaran tematik memerlukan system penilaian dan pengukuran (obyek,
indikator, dan prosedur) yang terpadu.
b.
Model
Pembelajaran Bermain Peran (Role Playing)
Pada dasarnya, bermain memiliki dua pengertian yang
harus dibedakan. Bermain menurut pengertian yang pertama dapat bermakna sebagai
sebuah aktifitas bermain yang murni mencari kesenangan tanpa mencari “menang-kalah”
(play). Sedangkan yang kedua disebut
sebagai aktifitas bermain yang dilakukan dalam rangka mencari kesenangan dan
kepuasan, namun ditandai dengan adanya pencarian “menang-kalah” (game). Peran (role) bisa diartikan sebagai cara seseorang berperilaku dalam
posisi dan situasi tertentu (Ginanjar, 2013). Pengertian peran dapat
didefinisikan sebagai suatu rangkaian perasaan, ucapan dan tindakan,
sebagai suatu pola hubungan unik yang ditunjukkan oleh individu terhadap
individu lain (Mulyasa, 2013: 112).
Bermain peran pada prinsipnya merupakan metode untuk
menghadirkan peran-peran yang ada dalam dunia nyata ke dalam suatu pertunjukan
peran di dalam kelas atau pertemuan, yang kemudian dijadikan sebagai bahan
refleksi agar peserta memberikan penilaian terhadap peran tersebut (Devi, 2010:
11). Menurut Nana Sudjana, bermain peran adalah suatu teknik kegiatan
belajar yang menekankan pada kemampuan penampilan warga belajar untuk
memerankan suatu status atau fungsi suatu pihak-pihak lain yang terdapat pada
dunia kehidupan. Sejalan dengan pendapat tersebut Syaiful Sagala mendefinisikan
metode bermain peran adalah metode mengajar yang dalam pelaksanannya peserta
didik mendapat tugas dari guru untuk mendramatisasikan suatu situasi sosial
yang mengandung suatu problem agar peserta didik dapat memecahkan masalah yang
muncul dari situasi sosial (Suharto, 2013: 417-418).
Bermain peran merupakan penerapan pengajaran
berdasarkan pengalaman. Bermain peran memungkinkan para siswa
mengidentifikasi situasi-situasi dunia nyata dan dengan ide-ide orang lain,
identifikasi. Metode bermain peran tersebut mungkin cara untuk mengubah
perilaku dan sikap sebagaiman siswa menerima karakter orang lain (Hamalik,
2008: 214). Alasan diterapkannya metode pembelajaran bermain peran dalam
kegiatan belajar mengajar adalah untuk penanaman dan pengembangan konsep,
nilai, moral, serta norma. Hal ini dapat dicapai bila para peserta didik secara
langsung bekerja dan melakukan interaksi satu sama lainnya dan melakukan
pemecahan masalah melalui peragaan.
Metode ini mampu menghasilkan suatu pengalaman yang
berharga bagi para peserta didik (Vera, 2012: 127). Menurut Majid, role playing atau bermain peran
adalah metode pembelajaran sebagai bagian dari simulasi yang diarahkan
untuk mengkreasi peristiwa sejarah, mengkreasi peristiwa-peristiwa aktual, atau
kejadian-kejadian yang mungkin muncul pada masa mendatang (Majid, 2014: 163).
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa metode
pembelajaran bermain peran (role playing)
adalah cara yang digunakan guru dalam proses pembelajaran dengan memberikan
suatu topik/masalah yang dipecahkan oleh peserta didik dengan memainkan peran
dalam hal ini terkait dengan pembelajaran.
Tujuan yang diharapkan dengan penggunaan metode
bermain peran (role playing) menurut
Syaiful dalam (Syaiful Bahri, 2010: 88) antara lain adalah:
1.
Agar siswa dapat menghayati dan
menghargai perasaan orang lain.
2.
Dapat belajar bagaimana membagi tanggung
jawab.
3.
Dapat belajar bagaimana mengambil
keputusan dalam situasi kelompok secara spontan.
4.
Merangsang kelas untuk berpikir dan
memecahkan masalah.
Kemudian menurut Dana (Craciun, 2010:176), tujuan dari
penggunaan metode bermain peran (role
playing) adalah:
1.
Mendorong siswa untuk menciptakan
realitas mereka sendiri;
2.
Mengembangkan kemampuan untuk
berinteraksi dengan orang lain;
3.
Meningkatkan motivasi belajar siswa;
4.
Melibatkan para siswa pemalu dalam
kegiatan kelas;
5.
Membuat rasa percaya diri siswa;
6.
Membantu siswa untuk
mengidentifikasi dan kesalahpahaman yang benar;
7.
Menunjukkan siswa bahwa dunia nyata
yang kompleks dan masalah yang muncul di dunia nyata tidak dapat diselesaikan
dengan hanya menghafal informasi;
8.
Menggaris bawahi penggunaan simultan
keahlian yang berbeda (yang diperoleh secara terpisah).
Langkah-langkah pelaksanaan metode bermain peran (role playing) agar berhasil dengan baik menurut (Suharto, 2013: 418) yaitu:
·
Guru harus menerangkan dan
memperkenalkan kepada siswa tentang teknik pelaksanaan metode bermain peran
ini.
·
Guru menunjuk beberapa siswa yang
akan bermain peran dimana masing-masing akan mencari pemecahan masalah sesuai
dengan perannya sementara siswa yang lain menjadi penonton dengan
tugas-tugas tertentu pula.
·
Guru harus memilih masalah yang urgen sehingga menarik minat siswa.
·
Guru harus dapat menceritakan
peristiwa yang akan diperankan sambil mengatur adegan yang pertama agar siswa
memahami peristiwanya.
·
Guru memberikan penjelasan kepada
pemeran dengan sebaik-baiknya, agar mengetahui tugas peranannya, menguasai
masalahnya dan pandai berekspresi maupun berdialog.
·
Siswa yang tidak bermain peran
menjadi penonton yang aktif, disamping mendengar dan melihat, siswa harus
memberikan saran dan kritik kepada siswa yang telah bermain peran.
·
Bila siswa belum terbiasa, perlu
dibantu guru dalam menimbulkan kalimat pertama dalam dialog.
·
Setelah bermain peran mencapai
situasi klimaks, maka harus dihentikan agar kemungkinan-kemungkinan pemecahan
masalah dapat didiskusikan secara umum. Sehingga para penonton ada kesempatan
untuk berpendapat, menilai permainan dan sebagainya. Bermain peran juga
dapat dihentikan bila sedang menemui jalan buntu.
·
Sebagai tindak lanjut dari hasil
diskusi, dilakukan tanya jawab, diskusi atau membuat karangan yang berbentuk
sandiwara.
Metode bermain peran (role playing ) mempunyai
beberapa kelebihan dan juga mempunyai beberapa kekurangan antara lain adalah
sebagai berikut:
a.
Kelebihan Role Playing
1.
Menurut Syaiful Sagala (Suharto,
2013: 418), kelebihan metode bermain peran (role playing) antara lain:
·
Siswa melatih dirinya untuk malatih
memahami dan mengingat isi bahan yang akan diperankan.
·
Siswa akan terlatih untuk
berinisiatif dan berkreatif.
·
Bakat yang terdapat pada siswa dapat
dipupuk sehingga dimungkinkan akan muncul atau tumbuh bibit seni peran di
sekolah.
·
Kerjasama antar pemain dapat
ditumbuhkan dan dibina dengan sebaik-baiknya.
·
Siswa memperoleh kebiasaan untuk
menerima dan membagi tanggung jawab dengan sesamanya.
·
Bahasa lisan siswa dibina dengan
baik agar mudah dipahami orang.
2.
Menurut Adelia Vera (Vera, 2012:
128-129), metode bermain peran memiliki kelebihan diantaranya :
·
Dapat menjabarkan pengertian
(konsep) dalam bentuk praktik dan contoh-contoh yang menyenangkan.
·
Dapat menanamkan semangat peserta
didik dalam memecahkan masalah ketika memerankan sekenario yang dibuat.
·
Dapat membangkitkan minat peserta
didik terhadap materi pelajaran yang diajarkan.
·
Permainan peran bisa pula memupuk
dan mengembangkan suatu rasa kebersamaan dan kerjasama antar peserta didik
ketika memainkan sebuah peran.
·
Keterlibatan para peserta permainan
peran bisa menciptakan baik perlengkapan emosional maupun intelektual
pada masalah yang dibahas.
b.
Kekurangan Role Playing:
1.
Metode bermain peranan memerlukan
waktu yang relatif panjang/banyak.
2.
Memerlukan kreativitas dan daya
kreasi yang tinggi dari pihak guru maupun murid. Dan ini tidak semua guru
memilikinya.
3.
Kebanyakan siswa yang ditunjuk
sebagai pemeran merasa malu untuk memerlukan suatu adegan tertentu.
4.
Apabila pelaksanaan sosiodrama dan
bermain pemeran mengalami kegagalan, bukan saja dapat memberi kesan kurang
baik, tetapi sekaligus berarti tujuan pengajaran tidak tercapai.
5.
Tidak semua materi pelajaran dapat
disajikan melalui metode ini.
6.
Sebagian besar anak yang tidak ikut
drama mereka menjadi kurang aktif.
7.
Kelas lain sering terganggu oleh
suara pemain dan penonton yang kadang-kadang bertepuk tangan.
c.
Model
Pembelajaran Membaca dan Menulis Permulaan
1.
Membaca
Permulaan
Membaca permulaan dalam pengertian
ini adalah membaca permulaan dalam teori keterampilan, maksudnya menekankan
pada proses penyandian membaca secara mekanikal. Membaca permulaan yang menjadi
acuan adalah membaca merupakan proses recoding dan decoding (Anderson,
1972: 209). Membaca merupakan suatu proses yang bersifat fisik dan psikologis.
Proses yang bersifat fisik berupa kegiatan mengamati tulisan secara visual.
Dengan indera visual, pembaca mengenali dan membedakan gambar-gambar bunyi
serta kombinasinya. Melalui proses recoding, pembaca mengasosiasikan
gambar-gambar bunyi beserta kombinasinya itu dengan bunyi-bunyinya. Dengan
proses tersebut, rangkaian tulisan yang dibacanya menjelma menjadi rangkaian
bunyi bahasa dalam kombinasi kata, kelompok kata, dan kalimat yang bermakna.
Disamping itu, pembaca mengamati tanda-tanda baca
untuk mrmbantu memahami maksud baris-baris tulisan. Proses psikologis berupa
kegiatan berpikir dalam mengolah informasi. Melalui proses decoding, gambar-gambar
bunyi dan kombinasinya diidentifikasi, diuraikan kemudian diberi makna. Proses
ini melibatkan knowledge of the world dalam skemata yang berupa
kategorisasi sejumlah pengetahuan dan pengalaman yang tersimpan dalam gudang
ingatan (Syafi’ie, 1999:7).
Pada tingkatan membaca permulaan, pembaca belum
memiliki ketrampilan kemampuan membaca yang sesungguhnya, tetapi masih dalam
tahap belajar untuk memperoleh keterampilan atau kemampuan membaca. Membaca
pada tingkatan ini merupakan kegiatan belajar mengenal bahasa tulis. Melalui
tulisan itulah siswa dituntut dapat menyuarakan lambang-lambang bunyi bahasa
tersebut, untuk memperoleh kemampuan membaca diperlukan tiga syarat, yaitu
kemampuan membunyikan:
1.
Lambang-lambang tulis,
2.
Penguasaan kosakata untuk memberi
arti, dan
3.
Memasukkan makna dalam kemahiran
bahasa.
Membaca permulaan merupakan suatu proses keterampilan
dan kognitif. Proses keterampilan menunjuk pada pengenalan dan penguasaan
lambang-lambang fonem, sedangkan proses kognitif menunjuk pada penggunaan
lambang-lambang fonem yang sudah dikenal untuk memahami makna suatu kata atau
kalimat.
Pembelajaran
memabaca permulaan diberikan di kelas I dan II. Tujuannya adalah agar siswa
memiliki kemampuan memahami dan menyuarakan tulisan dengan intonasi yang wajar,
sebagai dasar untuk dapat membaca lanjut (Akhadiah, 1991/1992: 31).
Pembelajaran membaca permulaan merupakan tingkatan proses pembelajaran membaca
untuk menguasai sistem tulisan sebagai representasi visual bahasa. Tingkatan
ini sering disebut dengan tingkatan belajar membaca (learning to read).
Membaca lanjut merupakan tingkatan proses penguasaan membaca untuk memperoleh
isi pesan yang terkandung dalam tulisan.Tingkatan ini disebut sebagai membaca
untuk belajar (reading to learn). Kedua tingkatan tersebut bersifat
kontinum, artinya pada tingkatan membaca permulaan yang fokus kegiatannya
penguasaan sistem tulisan, telah dimulai pula pembelajaran membaca lanjut
dengan pemahaman walaupun terbatas. Demikian juga pada membaca lanjut
menekankan pada pemahaman isi bacaan, masih perlu perbaikan dan penyempurnaan
penguasaan teknik membaca permulaan (Syafi’ie, 1999: 16).
2. Menulis Permulaan
Menulis
adalah melahirkan pikiran atau gagasan (seperti mengarang,membuat surat) dengan
tulisan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1993: 968) menurut pengertian ini
menulis merupakan hasil, yaitu melahirkan pikiran dalam perasaan kedalam
tulisan. Menulis atau mengarang adalah proses menggambarkan suatu bahasa
sehingga pesan yang disampaikan penulis dapat dipahami pembaca (Tarigan,
1986:21). Dari pengertian menulis tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa
menulis adalah proses mengungkapkan gagasan, pikiran dan perasaan dalam bentuk
tulisan.
3. Metode Membaca dan Menulis Permulaan
Dalam
pembelajaran membaca permulaan, ada berbagai metode yang dapat dipergunakan,
antara lain:
·
Metode abjad dan metode bunyi
Menurut
Alhkadiah, kedua metode ini sudah sangat tua. Menggunakan kata-kata lepas,
misalnya:
Metode
abjad
: bo-bo-bobo, la-ri-lari
Metode
bunyi
: na-na-nana, lu-pa-lupa
·
Metode kupas rangkai suku kata dan
metode lembaga
Kedua metode
ini menggunakan cara mengurai dan merangkaikan. Misalnya:
Metode kupas
rangkai suku kata : ma ta-ma ta, pa pa-pa pa
Metode kata lembaga
: Bola-bo-la-b-o-l-a-b-o-l-a-bola
·
Metode global
Metode
global timbul sebagai akibat adanya pengaruh aliran psikologi Gestalt, yang
berpendapat bahwa suatu kebulatan atau kesatuan akan lebih bermakna daripada
jumlah, bagian-bagiannya.Memperkenalkan kepada siswa beberapa kalimat, untuk
dibaca.
·
Metode Struktual Analitik Sinteksis
(SAS).(Alhkadiah, 1992: 32-34).
Metode ini
dibagi menjadi 2 tahap, yaitu: (1) tanpa buku (2) menggunakan buku.Mengenai
itu, Momo (1987) mengemukakan beberapa cara yaitu:
1.
Tahap tanpa buku, dengan cara:
·
Merekam bahasa siswa
·
Menampilakn gambar sambil bercerita
·
Membaca gambar
·
Membaca gambar dengan kartu kalimat
·
Membaca kalimat secara struktual (S)
·
Proses Analitik (A)
·
Proses Sintetik (S)
2.
Tahap dengan buku, dengan cara:
·
Membaca buku pelajaran
·
Membaca majalah bergambar
·
Membaca bacaan yang disususn oleh
guru dan siswa.
·
Membaca bacaan yang disusun oleh
siswa secara berkelopok.
·
Membaca bacaan yang disusun oleh
siswa secara individual.
Metode ini
yang dipandang paling cocok dengan jiwa anak atau siswa adalah metode SAS
menurut Supriyadi dkk (1992). Alasan mengapa metode SAS ini dipandang baik
adalah:
·
Metode ini menganut prinsip ilmu
bahasa umum, bahwa bentuk
bahasa yang terkecil adalah kalimat.
·
Metode ini memperhitungkan
pengalaman bahasa anak.
·
Metode ini menganut prinsip
menemukan sendiri.
Kelemahan
metode SAS, yaitu:
·
Kurang praktis.
·
Membutuhkan banyak waktu.
·
Membutuhkan alat peraga.
d.
Penataan
Tempat Duduk Siswa
Penataan tempat duduk
adalah salah satu upaya yang dilakukan oleh guru dalam mengelola kelas. Karena
pengelolaan kelas yang efektif akan menentukan hasil pembelajaran yang dicapai.
Dengan penataan tempat duduk yang baik maka diharapkan akan menciptakan kondisi
belajar yang kondusif, dan juga menyenangkan bagi siswa. Pembelajaran yang
efektif dapat bermula dari iklim kelas yang dapat menciptakan suasana belajar
yang menggairahkan, untuk itu perlu diperhatikan pengaturan/ penataan ruang
kelas dan isinya, selama proses pembelajaran. Lingkunagan kelas perlu ditata
dengan baik sehingga memungkinkan terjadinya interaksi yang aktif antara siswa
dengan guru, dan antar siswa. Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan oleh
guru dalam menata lingkungan fisik kelas menurut Loisell (Winataputra, 2003:
9.22) yaitu:
1. Visibility (Keleluasaan Pandangan)
Visibility artinya penempatan dan penataan barang-barang di
dalam kelas tidak mengganggu pandangan siswa, sehingga siswa secara leluasa
dapat memandang guru, benda atau kegiatan yang sedang berlangsung. Begitu pula
guru harus dapat memandang semua siswa kegiatan pembelajaran.
2. Accesibility (mudah dicapai)
Penataan ruang harus
dapat memudahkan siswa untuk meraih atau mengambil barang-barang yang
dibutuhkan selama proses pembelajaran. Selain itu jarak antar tempat duduk
harus cukup untuk dilalui oleh siswa sehingga siswa dapat bergerak dengan mudah
dan tidak mengganggu siswa lain yang sedang bekerja.
3. Fleksibilitas (Keluwesan)
Barang-barang di
dalam kelas hendaknya mudah ditata dan dipindahkan yang disesuaikan dengan
kegiatan pembelajaran. Seperti penataan tempat duduk yang perlu dirubah jika
proses pembelajaran menggunakan metode diskusi, dan kerja kelompok.
4. Kenyamanan
Kenyamanan disini
berkenaan dengan temperatur ruangan, cahaya, suara, dan kepadatan kelas.
5. Keindahan
Prinsip keindahan ini
berkenaan dengan usaha guru menata ruang kelas yang menyenangkan dan kondusif
bagi kegiatan belajar. Ruangan kelas yang indah dan menyenangkan dapat
berengaruh positif pada sikap dan tingkah laku siswa terhadap kegiatan
pembelajaran yang dilaksanakan.
Penyusunan dan
pengaturan ruang belajar hendaknya memungkinkan anak duduk bekelompok dan
memudahkan guru bergerak secara leluasa untuk membantu dan memantau tingkah
laku siswa dalam belajar. Dalam pengaturan ruang belajar, hal-hal berikut perlu
diperhatikan menurut Conny Semawan, dkk. yaitu:
1) Ukuran bentuk kelas
2) Bentuk serta ukuran bangku dan meja
3) Jumlah siswa dalam kelas
4) Jumlah siswa dalam setiap kelompok
5) Jumlah kelompok dalam kelas
6) Komposisi siswa dalam kelompok (seperti siswa yang
pandai dan kurang pandai, pria dan wanita).
Tempat duduk
merupakan fasilitas atau barang yang diperlukan oleh siswa dalam proses
pembelajaran terutama dalam proses belajar di kelas di sekolah formal.tempat
duduk dapat mempengaruhi proses pembelajaran siswa, bila tempat duduknya bagus,
tidak terlalu rendah, tidak terlalu besar, bundar, persegi empat panjang,
sesuai dengan keadaan tubuh siswa. Maka siswa akan merasa nyaman dan dapat
belajar dengan tenang. Hal yang tidak boleh kita lupakan bahwa dalam penataan
tempat duduk siswa tersebut guru tidak hanya menyesuaikan dengan metode
pembelajaran yang digunakan saja. Tetapi seorang guru perlu mempertimbangkan
karakteristik individu siswa, baik dilihat dari aspek kecerdasan, psikologis,
dan biologis siswa itu sendiri. Hal ini penting karena guru perlu menyusun atau
menata tempat duduk yang dapat memberikan suasana yang nyaman bagi para siswa.
Silberman menunjukkan
penataan tempat duduk siswa yang dapat dipilih dalam proses pembelajaran
adalah: model huruf U, corak tim, meja konferensi, lingkaran, susunan chevron,
auditorium, model tradisional.
1. Huruf U
Formasi kelas bentuk
huruf U sangat menarik dan mampu mengaktifkan para siswa, sehingga mampu
membuat mereka antusias untuk mengikuti pelajaran. Dalam hal ini guru adalah
orang yang paling aktif dengan bergerak dinamis ke segala arah dan langsung
berinteraksi secara langsung, sehingga akan mendapatkan respon dari pendidik
secara langsung.
2. Corak Tim
Pada model ini,
meja-meja dikelompokkan setengah lingkaran atau oblong di ruang tengah kelas
agar memungkinkan guru melakukan interaksi dengan setiap tim (kelompok siswa).
Guru dapat meletakkan kursi-kursi mengelilingi meja-meja guna menciptakan
suasana yang akrab. Siswa juga dapat memutar kursi melingkar menghadap ke depan
ruang kelas untuk melihat guru atau papan tulis.
3. Meja Koferensi
Formasi konferensi
sangat bagus digunakan dalam metode debat saat membahas suatu permasalahan yang
dilontarkan oleh pendidik, kemudian membiarkan para siswa secara bebas
mengemukakan berbagai pendapat mereka. Denagn begitu akan didapatkan sebuah
kesimpulan atau bahkan dapat memunculkan permasalahan baru yang bisa dibahas
lagi pada pertemuan berikutnya.
4. Lingkaran
Dalam model ini,
tempat duduk siswa disusun dalam bentuk lingkaran sehingga mereka dapat
berinteraksi berhadap-hadapan secara langsung. Model lingkaran seperti ini
cocok untuk diskusi kelompok penuh.
5. Susunan Chevron
Bentuk cevron mungkin
bisa sangat membantu dalam usaha mengurangi jarak di antarsiswa maupun antar
siswa dengan guru, sehingga siswa dan guru mempunyai pandangan yang lebih baik
terhadap lingkungan kelas dan mampu aktif dalam pembelajaran di kelas. Formasi
ini memberikan sudut pandang baru bagi siswa, sehingga mereka mampu menjalani
proses belajar-mengajar dengan antusias, menyenangkan, dan terfokus.
6. Auditorium
Formasi auditorium
merupakan tawaran alternatif dalam menyusun ruang kelas. Meskipun bentuk
auditorium menyediakan lingkungan yang sangat terbatas untuk belajar aktif,
namun hal ini dapat dicoba untuk mengurangi kebosanan siswa yang terbiasa dalam
penataan ruang secara konvensional (tradisional). Jika tempat duduk sebuah
kelas dapat dengan mudah dipindah-pindahkan, maka guru dapat membuat bentuk
pembelajran ala auditorium untuk membentuk hubungan yang lebih erat, sehingga
memudahkan siswa melihat guru.
7. Tradisional
Formasi Tradisional
adalah formasi yang biasa kita temui dalam kelas-kelas tradisional yang
memungkinkan para siswa duduk berpasangan dalam satu meja dengan dua kursi.
Namun, model ini sangat memiliki keterbatasan yaitu pandangan teman yang berada
di kelas terutama di belakang sering terganggu.
Kelebihan dan kekurangan masing-masing formasi (simulasi)
1. Huruf U
·
Kelebihan : guru dapat menjangkau seluruh
peserta didik
sehingga pembelajaran dapat maksimal.
·
Kekurangan : kondisi ini digunakan untuk kelas
yang jumlah
siswanya tidak
terlalu banyak.
2. Corak Tim
·
Kelebihan : memungkinkan guru melakukan
interaksi dengan
setiap tim
(kelompok siswa). Siswa juga dapat
mendiskusikan masalah
belajarnya dengan siswa
satu
kelompoknya dan dapat memaksimalkan
kegiatan
belajarnya dengan baik.
·
Kekurangan : kondisi kelas biasanya ramai dan
materi yang
disampaikan tidak dapat disampaikan secara
maksimal dalam kondisi kelas yang demikian.
3. Meja Konferensi
·
Kelebihan : menjadikan mudah permasalahan
yang dianggap
berat/ sulit
karena didiskusikan secara bersama.
·
Kekurangan : dapat mengurangi peran penting
siswa.
4. Lingkaran
·
Kelebihan : sistem ini dapat menyelesaikan
permasalahan
kelompok secara bersama dengan peserta didik
yang jumlahnya banyak, dapat menjadikan mudah
permasalahan yang dianggap berat/ sulit.
·
Kekurangan : pembelajaran kurang efektif dalam
penerimaan
dan pemberian tugas, karena siswa umumnya
lebih
suka bermain.
5. Susunan Chevron
·
Kelebihan : mengurangi jarak di antarsiswa
maupun antar
siswa dengan
guru, sehingga siswa dan guru
mempunyai pandangan yang lebih baik terhadap
lingkungan kelas dan mampu aktif dalam
pembelajaran.
6. Auditorium
·
Kelebihan : mengurangi kebosanan siswa yang terbiasa
dalam
penataan ruang secara konvensional
(tradisional)
·
Kekurangan : lingkungan yang sangat terbatas
untuk belajar aktif
7. Tradisional
·
Kelebihan
: siswa mampu di jangkau oleh
pandangan guru,
kelas tampak lebih
teratur dam rapi, dan guru
dapat
mengawasi dari depan.
·
Kekurangan
: guru biasanya kurang
memperhatikan siswa yang
ada di belakang.
Siawa yang tempat duduknya
dibelakang
tidak dapat menerima pelajaran secara
maksimal.
e.
Penilaian
Pembelajaran Bahasa Indonesia
Penilaian
dalam pembelajaran merupakan suatu usaha untuk mendapatkan berbagai informasi
secara berkala, berkesinambungan, dan menyeluruh tentang proses dan hasil dari
pertumbuhan dan perkembangan yang telah dicapai oleh siswa melalui program
kegiatan belajar. Penilaian di SD kelas rendah mengikuti prinsip-prinsip
sebagai berikut.
1) Penilaian mengikuti aturan-aturan
mata pelajaran lain di sekolah dasar. Mengingat siswa kelas I SD belum semua
lancar membaca dan menulis, cara penilaian tidak ditekankan pada penilaian
tertulis.
2) Kemampuan membaca, menulis,
berhitung merupakan kemampuan yang harus dikuasai oleh siswa SD kelas rendah
sehingga penguasaan terhadap ketiga kemampuan tersebut merupakan prasyarat
untuk kenaikan kelas.
3) Penilaian dilakukan dengan mengacu pada
indikator dari tiap-tiap kompetensi dasar dan hasil belajar dari mata
pelajaran-mata pelajaran yang ditematikkan.
4) Penilaian dilakukan secara terus -
menerus dan selama proses belajar, misalnya ketika siswa bercerita pada
kegiatan awal, membaca pada kegiatan inti, dan menyanyi pada kegiatan
akhir.
5) Hasil kerja/karya siswa dapat
digunakan sebagai bahan masukan guru dalam mengambil keputusan.
Penilaian
bisa dilakukan dengan teknik tes dan nontes. Teknik tes mencakup: tes tertulis
dan lisan, sedangkan teknik nontes mencakup tes perbuatan, catatan harian
perkembangan siswa (diperoleh melalui pengamatan), dan portofolio. Dalam
kegiatan pembelajaran di kelas awal SD penilaian yang sering dilakukan adalah
penilaian melalui pemberian tugas dan portofolio. Guru menilai anak melalui
pengamatan yang dicatat pada sebuah buku bantu. Tes tertulis digunakan untuk
menilai kemampuan menulis siswa, khususnya untuk mengetahui tentang penggunaan
tanda baca, kata, angka, dan kalimat-kalimat sederhana.
- Hasil Observasi
Observasi ini dilakukan pada hari
Jum’at, 24 April 2015 yang bertempat di SDIT Al Izzah Serang. Kami melakukan
observasi pada kelas 1 Ali bin Abi Thalib dan mendapat respon yang sangat baik
dari guru-guru dan peserta didik di kelas tersebut. Pembelajaran menggunakan
pendekatan tematis - integratif, sehingga beberapa mata pelajaran dipadukan
menjadi satu tema. Pada hari itu, pembelajaran bertemakan peristiwa alam,
dengan sub tema mengenai cuaca.
Pada awal pembelajaran, guru memerintahkan
salah satu siswa untuk memimpin do’a di depan kelas dan guru mendampingi serta
mengarahkan agar berjalan dengan tertib. Kemudian, guru menyampaikan beberapa
hal yang berkaitan dengan unsur keagamaan, seperti cara berdo’a yang baik
kepada peserta didik. Setelah itu, guru membagi siswa menjadi enam kelompok
dengan masing-masing siswa di setiap kelompok adalah enam orang. Selain membagi
kelompok, guru menanyakan nama kelompok kepada masing-masing kelompok dan siswa
memberikan nama yang berkaitan dengan cuaca. Guru mencatat nama kelompok di
papan tulis untuk nantinya memberikan penilaian secara kelompok.
Kemudian guru menanyakan keadaan
cuaca saat itu dan siswa menjawabnya dengan antusias. Guru membangkitkan
semangat dengan bersama-sama menyanyikan lagu “Tik tik bunyi hujan” dan memberikan
poin kepada setiap kelompok yang menyanyikan lagu dengan tertib. Untuk
menyambungkan pikiran anak dengan tema yang akan diajarkan, guru memperlihatkan
gambar mengenai keadaan siang dan malam, hujan dan panas, cerah dan mendung
kepada anak. Selain itu guru menanyakan kepada anak mengenai gambar tersebut.
Setelah itu guru menanyakan kepada
setiap kelompok mengenai ciri-ciri cuaca cerah dan hujan. Tidak lupa guru
memberikan apresiasi dengan tepuk tangan. Untuk melatih konsentrasi dan agar
pembelajaran tidak membosankan, guru mengajak siswa untuk melakukan tepuk
variasi. Selanjutnya pembelajaran dilakukan dengan menempelkan gambar dan
keterangannya di papan tulis. Saat menempelkan gambar, guru memberikan
kesempatan kepada setiap perwakilan kelompok. untuk menempelkan gambar
tersebut.
Pada hari sebelumnya guru
memerintahkan kepada siswa untuk membawa perlengkapan yang dipakai saat panas
dan hujan. Sehingga pada saat pembelajaran dihari itu siswa sudah membawa
perlengkapannya seperti, jas hujan, sweater,
kipas, kacamata, body lotion, dan
payung. Setelah itu siswa diperintahkan untuk menyebutkan perlengkapan yang
mereka bawa dan membedakannya untuk setiap keadaan hujan maupun panas.
Pembelajaran bahasa Indonesia pada
hari itu adalah membawakan berita. Sebelum pertemuan guru sudah mengatur
beberapa siswa untuk memerankan karakter seorang presenter atau pembawa berita.
Siswa menggunakan baju bebas (untuk laki-laki kemeja dan untuk perempuan baju
muslimah) bagi yang memerankan peran tersebut. Siswa yang bernama Fatir dan
Adel berperan menjadi pembawa berita di studio. Guru memberikan microfon kepada siswa agar suara
terdengar lebih jelas. Kemudian Fatir dan Adel saling berbincang-bincang satu
sama lain mengenai keadaan cuaca pada hari kemarin dan hari itu. Setelah itu
pembawa berita di studio memberikan kesempatan kepada perwakilan kelompok untuk
menjadi pembawa berita di lapangan. Salah satu anak yang merupakan perwakilan
kelompok memberikan laporan berita di daerahnya. Meskipun masih ada saja siswa
yang terlihat kurang percaya diri ketika membawakan berita di depan
teman-temannya dan masih memerlukan tuntunan dari guru, namun mereka sudah
melakukannya dengan baik. Selain membawakan berita, siswa juga berlatih untuk
mewawancarai temannya yang berperan menjadi warga sekitar. Guru memberikan
apresiasi dengan tepuk tangan.
Guru pun melatih siswa untuk berani
berbicara dengan melatih mereka untuk memberikan pertanyaan kepada temannya
yang lain dan siswa mampu menjawab pertanyaan tersebut dengan benar. Tidak lupa
guru menyelipkan nyanyian bersama dengan siswa agar pembelajaran tidak
membosankan. Kemudian guru mengaitkan pembelajaran dengan aspek keagamaan dan
spiritual.
Masih dalam tahapan melatih
berbicara, guru memerintahkan kepada salah satu siswa untuk menceritakan
pengalamannya saat siswa melakukan pengamatan langsung ketika cuaca hujan. Untuk
melatih kemampuan siswa dalam menulis, guru memerintahkan salah satu siswa
untuk menuliskan kata “cuaca”. Namun masih terdapat kesalahan dalam penulisan
huruf ‘a’ di tengah yang berhuruf kapital, sehingga guru memberikan arahan
untuk memperbaikinya. Kemudian siswa kedua menulis kalimat “panas dan hujan”. Namun
masih terdapat kekeliruan pada cara menulis huruf. Siswa berikutnya diperintahkan
untuk menuliskan kalimat “Alya membeli payung.” dan guru mengajarkan mengenai tanda baca titik
(.) yang digunakan ketika mengakhiri sebuah kalimat. Siswa tersebut menuliskan
nama orang dengan tidak tepat karena masih menggunakan huruf kecil pada awal
kata, sehingga guru memerintahkan siswa yang lain untuk membenarkan tulisan
yang salah tersebut. Namun ketika diperbaiki anak tersebut masih keliru dalam
penulisan karena terdapat huruf kapital yang diletakan di tengah kata.
Pada akhir pembelajaran, guru
memberikan lembar soal dan menyuruh ketua kelompok untuk membagikannya. Jika siswa
menjawab dengan cepat dan tepat maka akan diberikan bintang. Setelah itu guru
mengulas kembali pembelajaran yang telah dilakukan dan memberikan pekerjaan
rumah mengenai pengamatan cuaca pada pagi dan sore hari. Pembelajaran diakhiri
dengan doa bersama-sama.
Setelah mengikuti pembelajaran di
kelas, kami melakukan wawancara dengan guru kelas 1 Ali bin Abi Thalib di dalam
kelas. Wawancara meliputi pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya mengenai
pembelajaran bahasa Indonesia dan beberapa hal yang berkaitan dengan hal
tersebut. Wawancara diakhiri dengan berfoto bersama guru di dalam kelas.
- Pembahasan
a.
Waktu
dan Tempat Pelaksanaan
Observasi ini dilakukan pada:
Hari/Tanggal : Jum’at/ 24 April 2015
Tempat : SDIT Al Izzah – Serang
b.
Teknik
Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data-data yang
diinginkan maka teknik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah:
1. Observasi.
2. Penelitian
kepustakaan yang berupa studi literatur.
3. Wawancara.
c.
Profil
Sekolah
1. Nama
Sekolah : SDIT Al Izzah
2. Nomor
Statistik Sekolah : 102 280 401
082
4. Kecamatan : Serang
5. Desa/Kelurahan : Unyur
6. Jalan
dan No : TB
Husni Qodir
7. Kode
Wilayah : 0254
8. Daerah : Perkotaan
9. Status
Sekolah :
Swasta
10. Akreditasi : A
11. Tahun
Berdiri : 1996
12. Kegiatan
Belajar Mengajar : Pagi dan siang
13. Bangunan
Sekolah : Milik sendiri
14. Lokasi
Sekolah : Pemukiman
15. Jarak
Ke Pusat Kecamatan : 1,5 Km
16. Terletak
Pada Lintasan : Kabupaten/Kota
17. Jumlah
Keanggotaan Rayon : 7 Sekolah
18. Organisasi
Penyelenggara : Yayasan
d.
Profil
Narasumber
1. Nama : Eneng
Novalia Hasim S.PdI, M.Pd
2. NIP : -
3. Jenis
Kelamin :
Perempuan
4. Tempat,
Tanggal Lahir : Serang, 21
Januari 1983
5. Alamat :
Pabuaran Unyur
6. Agama : Islam
7. No.
Handphone :
081911038582
8. Wali
Kelas : 1
(satu) Ali Bin Abi Thalib
9. Lama
Mengajar : 8 Tahun
10. Status
(PNS/Honorer) : Honorer
e.
Permasalahan
pada Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah
Pelajaran bahasa Indonesia di SDIT
Al Izzah – Serang dilakukan sudah terintegrasi dengan mata pelajaran lainnya
dan membentuk menjadi satu tema. Pada satu tema terdapat beberapa sub tema. Meskipun
sudah terintegrasi, pembelajaran bahasa Indonesia tidak terlebur menjadi satu.
Pembelajaran bahasa Indonesia sangat penting dan pokok karena digunakan pada
setiap aspek pembahasan mata pelajaran lainnya. Maka dari itu, pendekatan
pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran bahasa Indonesia adalah
pendekatan tematis – integratif.
Pendekatan tematis – integratif
sangat baik digunakan untuk proses pembelajaran terutama di sekolah dasar. Melalui
pendekatan ini siswa dapat memperoleh pengalaman
langsung dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang
dipelajarinya. Selain itu, model pembelajaran bahasa Indonesia yang
dipakai pada sekolah tersebut adalah model role
playing, dengan beberapa siswa memerankan karakter pembawa berita di
televisi.
Permasalahan yang terjadi pada pembelajaran bahasa
Indonesia di SDIT Al Izzah – Serang (kelas 1) ketika penulis melakukan
observasi yaitu:
1. Kurang
tertibnya siswa ketika proses pembelajaran sedang berlangsung.
2. Pandangan
siswa tidak dapat fokus pada pembelajaran yang disampaikan oleh guru.
3. Ketika
diterapkan model pembelajaran bermain peran (role playing) pada siswa, masih ada beberapa siswa yang bermain dan
tidak memperhatikan teman-temannya yang ditunjuk untuk bermain peran.
4. Beberapa
siswa masih membutuhkan arahan dalam menulis sebuah huruf, kata, dan kalimat
yang benar.
5. Beberapa
siswa terlihat kurang percaya diri ketika berbicara di depan teman-temannya.
6. Terdapat
siswa yang kurang cepat dan tepat dalam menyelesaikan soal diakhir
pembelajaran.
f.
Faktor-faktor
Penyebab Terjadinya Masalah
Faktor-faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya masalah dalam pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah
tersebut, yaitu:
1. Ketika
dalam proses pembelajaran, siswa masih kurang tertib dan tidak fokus pada
pembelajaran, hal tersebut dapat terjadi dikarenakan guru masih sulit mengawasi
keseluruhan siswa dengan tata letak tempat duduk yang sulit menjangkau
pandangan secara keseluruhan. Sistem yang dipakai di dalam sekolah tersebut
adalah penataan bangku dengan berkelompok. Dari fakta yang ada, ruangan yang
cukup sedang dengan jumlah siswa 37 orang dan tata letak bangku membentuk
kotak-kotak kelompok, menjadikan ruangan pembelajaran menjadi sempit. Tubuh
siswa pun beragam, ada yang menghadap ke depan kelas dan ada pula yang
membelakangi papan tulis sehingga siswa harus menyerongkan badannya untuk
menghadap papan tulis. Selain itu ketika tubuh siswa membelakangi guru dan
papan tulis, siswa akan cenderung kurang memperhatikan pembelajaran dan sibuk
dengan teman di depannya atau bermain-main dengan media pembelajaran yang
dibawanya. Dan guru kurang bisa menjangkau anak secara keseluruhan dan hanya
dapat menanggapi tanggapan anak yang dekat dengannya saja.
2. Ketika
diterapkan model pembelajaran bermain peran (role playing) pada siswa, masih ada beberapa siswa yang bermain dan
tidak memperhatikan teman-temannya yang ditunjuk untuk bermain peran. Hal
tersebut dapat terjadi karena kurangnya pengendalian guru dalam proses
pembelajaran di kelas dan membuat suasana menjadi kurang kondusif. Guru kurang
memperhatikan siswa yang terdapat diujung atau jauh dari pandangannya, sehingga
siswa menjadi malas untuk memperhatikan.
3. Beberapa
siswa masih membutuhkan arahan dalam menulis sebuah huruf, kata, dan kalimat
yang benar. Hal tersebut dapat terjadi karena siswa memerlukan proses menulis
dalam setiap kesempatan.
4. Beberapa
siswa terlihat kurang percaya diri ketika berbicara di depan teman-temannya. Hal
tersebut dapat terjadi karena kurangnya latihan untuk berbicara.
5. Terdapat
siswa yang kurang cepat dan tepat dalam menyelesaikan soal diakhir
pembelajaran. Hal tersebut dapat terjadi karena siswa kurang memperhatikan
ketika proses pembelajaran sedang berlangsung.
g.
Alternatif
Solusi Pemecahan Masalah
Alternatif soslusi pemecaan masalah
dari beberapa masalah yang teruraikan di atas yaitu bahwa guru perlu mengatur
tata letak tempat duduk siswa secara benar agar proses pembelajaran dapat
berlangsung dengan tertib dan guru dapat dengan teliti memperhatikan siswa
secara satu per satu. Tata letak tempat duduk yang sesuai adalah dengan letter U atau corak tim. Dengan menggunakan formasi kelas bentuk huruf U, mampu mengaktifkan para
siswa, sehingga membuat mereka antusias untuk mengikuti pelajaran. Dalam hal
ini guru adalah orang yang paling aktif dengan bergerak dinamis ke segala arah
dan langsung berinteraksi secara langsung dengan siswanya. Sedangkan dengan
menggunakan pola corak tim, karena pada pembelajaran dibentuk menjadi beberapa
kelompok maka pada model ini, meja-meja dikelompokkan setengah lingkaran atau
oblong di ruang tengah kelas agar memungkinkan guru melakukan interaksi dengan
setiap tim (kelompok siswa). Guru dapat meletakkan kursi-kursi mengelilingi
meja-meja guna menciptakan suasana yang akrab. Siswa juga dapat memutar kursi
melingkar menghadap ke depan ruang kelas untuk melihat guru atau papan
tulis.
Selain itu, guru harus berhati-hati
ketika menggunakan model pembelajaran role
playing. Pada model pembelajaran ini, diharapkan seluruh siswa dapat
berperan aktif dan tidak hanya menjadi penonton. Guru harus mampu mengendalikan
kelas agar tetap rapi dan tertib sehingga ketika salah seorang siswa berbicara
atau memerankan karakter yang telah ditentukan, siswa yang lain dapat
memperhatikan dengan baik jalannya cerita. Selain itu, biasakan anak untuk
terus dilatih dalam latihan berbicara di depan umum. Siswa harus diasah
kemampuan berbicaranya dengan menggunakan dialaog, pertanyaan sederhana, atau
pun bercerita tentang pengalaman.
Untuk melatih kemampuan menulis,
guru perlu memberikan pelatihan menulis pada setiap kesempatan kepada keseluruhan
siswa agar mereka dapat terlatih untuk menulis dengan baik dan benar. Guru
senantiasa harus mengoreksi setiap tulisan anak dari mulai menulis pola huruf,
menulis sebuah kata, menulis kalimat, menuliskan nama orang dengan benar, dan
mengenalkan macam-macam bentuk simbol seperti titik (.), koma (,), dan
lain-lain.
Pada kegiatan penilaian, usahakan
untuk menilai secara objektif dan tidak terpaku pada siswa yang pintar akademik
saja. Penilaian harus dilakukan secara menyeluruh dari berbagai aspek diantaranya
aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Penilaian yang dilakukan dapat berupa
penilaian secara langsung atau pun tidak. Dan diharapkan dari hasil penilaian
tersebut, jika terdapat siswa yang kurang maka dapat diadakan perbaikan.
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian
pembahasan pada bab sebelumnya maka dapat penulis simpulkan beberapa hal yang
berkaitan dengan observasi mengenai pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah
dasar khususnya pada kelas rendah sebagai berikut:
1. Kegiatan
pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar sudah dirancang oleh guru
mengikuti rancangan pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang telah dibuat
sebelumnya. Meskipun kurikulum yang digunakan adalah kurikulum 2013 dan
pembelajaran bahasa Indonesia diintegrasikan tetapi tidak menghilangkan unsur
bahasa Indonesia dalam setiap pelajaran.
2. Pendekatan
pembelajaran bahasa Indonesia yang digunakan adalah pendekatan pembelajaran
tematis – integratif. Sedangkan model pembelajaran bahasa Indonesia yang
digunakan adalah model role playing atau
bermain peran dan membaca menulis permulaan.
3.
Permasalahan yang terjadi pada
pembelajaran bahasa Indonesia di SDIT Al Izzah – Serang (kelas 1) ketika
penulis melakukan observasi yaitu:
·
Kurang tertibnya siswa
ketika proses pembelajaran sedang berlangsung.
·
Pandangan siswa tidak
dapat fokus pada pembelajaran yang disampaikan oleh guru.
·
Ketika diterapkan model
pembelajaran bermain peran (role playing)
pada siswa, masih ada beberapa siswa yang bermain dan tidak memperhatikan
teman-temannya yang ditunjuk untuk bermain peran.
·
Beberapa siswa masih
membutuhkan arahan dalam menulis sebuah huruf, kata, dan kalimat yang benar.
·
Beberapa siswa terlihat
kurang percaya diri ketika berbicara di depan teman-temannya.
·
Terdapat siswa yang
kurang cepat dan tepat dalam menyelesaikan soal diakhir pembelajaran.
4. Sistem
penilaian sudah sesuai dengan penilaian di kurikulum 2013 yang meliputi tiga
aspek, yaitu aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Pada saat proses
pembelajaran, penilaian dilakukan dengan penilaian kelompok dan individu.
- Saran
Kegiatan
observasi di kelas merupakan suatu kegiatan yang sangat bermanfaat, untuk itu
di sarankan pada calon guru terutama mahasiswa PGSD dapat mengetahui bagaimana
seorang guru mengajar suatu pembelajaran. Dan diharapkan mahasiswa PGSD dapat
memberikan inovasi yang berbeda dan menarik dalam kegiatan pembelajaran di
sekolah dasar, agar di dalam diri siswa dapat timbul rasa cinta terutama kepada
pembelajaran bahasa Indonesia. Mahasiswa PGSD sebagai seorang calon guru sekolah
dasar, tentunya dapat memilih mana yang baik dan tidak baik untuk diajarkan
kepada murid ketika menghadapi kegiatan untuk mengajar.
DAFTAR PUSTAKA
Evertson,
Carolyn. 2011. Manajemen Kelas untuk Guru
Sekolah Dasar. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Ghazali,
Syukur. 2010. Pembelajaran Keterampilan
Berbahasa dengan
Pendekatan
Komunikatif-Interaktif. Bandung: PT Refika
Aditama.
Sumber lain:
Fandi, Israwan. Metode Pembelajaran Bermain Peran (Role Playing) [online]
n_Role_Playing_) diakses pada tanggal 27 April 2015 pukul 09:00
wib.
Linda.
Proses Membaca dan Menulis Permulaan pada
Anak SD Kelas Rendah
dan-menulis-permulaan-pada-anak-sd-dikelas-rendah/
) diakses pada
tanggal 30 April 2015 pukul 13:30
wib.
Sudrajat,
Akhmad. Pembelajaran Tematik di Kelas
Awal Sekolah Dasar. [online]
di-kelas-awal-sekolah-dasar/)
diakses pada tanggal 30 April 2015 pukul
13:30 wib.
LAMPIRAN 1
HASIL WAWANCARA
Mahasiswa : Assalammualaikum, ibu. Maaf sudah menggganggu waktu ibu.
Bu Eneng :
Waalaikumsalam warohmatullohi wabarokatuh. Iya tidak apa
apa.
Mahasiswa : Bu, izin bertanya. Perihal pembelajaran Bahasa Indonesia di
kelas
1 Ali bin Abi Tholib ini, kurikulum apa yang
ibu gunakan?
Bu Eneng :
Iya boleh, mengikuti ketentuan dari
pihak sekolah yakni
Kurikulum 2013.
Mahasiswa : Sebelum memulai pembelajaran, apa saja yang perlu Ibu
persiapkan?
Bu Eneng :
Silabus dan RPP tentunya, materi penunjang pembelajaran, absen,
media.
Mahasiswa : Kemudian, bagaimana cara Ibu untuk memulai pembelajaran di
kelas?
Bu Eneng :
Banyak, yakni dengan berdoa, bernyanyi, melakukan apersepsi.
Mahasiswa : Apakah Ibu memiliki metode dan model pembelajaran khusus
dalam mengajar dikelas.
Bu Eneng :
Iya tentu. Tergantung materinya. Karena hari ini tugasnya
membaca berita
dengan tema peristiwa alam. Metode yang
digunakan ceramah, tanya jawab, diskusi,
penugasan. Kemudian
untuk model yakni role playing.
Mahasiswa : Apakah terdapat kendala
saat mengajar dengan metode dan
model tersebut?
Bu Eneng :
Kendala tentu ada. Terutama siswa kelas 1 itu sangat aktif.
Kemudian dari segi membaca dan menulis, ada
yang sudah lancar
ada yang belum. Jika berbicara alhamdulillah
sudah tertata
dengan baik. Namun semua itu dijalankan saja
sesuai dengan
skenario yang sudah direncanakan.
Mahasiswa : Bagaimana solusi yang Ibu lakukan?
Bu Eneng :
Siswa dibuat untuk betah terlebih dahulu, kemudian adanya jam
tambahan, kemudian remedial dan jika dari
sikap tidak sopan
siswa ditegur dan dibiasakan untuk
beristghfar.
Mahasiswa : Lalu, bagaimana cara Ibu melaksanakan pembelajaran yang
menyenangkan dan bermakna bagi siswa?
Bu Eneng :
Melihat psikologi siswa kelas 1 yang masih senang dengan
bermain, jadi Ibu berusaha untuk menyelipkan
lagu-lagu ketika
belajar, kemudian mereka ditugaskan membuat
karya yang
kemudian ditempelkan di dinding dinding kelas,
seperti membuat
wayang. Selanjutnya seperti beberapa hari
yang lalu ketika hujan,
siswa Ibu perintahkan ke lapangan untuk
merasakan hujan dengan
menggunakan jas hujan dan payung, tujuannya
agar mereka
mengetahui secara nyata.
Mahasiswa : Bagaimana penilaian pembelajaran yang Ibu lakukan?
Bu Eneng :
Mengikuti sistem penilaian kurikulum yang digunakan. Yang ada
tiga aspek : sikap, kognitif dan psikomotor.
Namun lebih
ditekankan kepada aspek keagamaan. Seperti berdoa yang
khusu
atau tidak, wudhu, sikap bekerjasamanya
dengan teman.
Kemudian untuk yang K1 dan K2 biasanya nilai
yang diberikan
1, 2, 3, untuk kognitif 100. Keterampilannya
seperti membaca,
menulis, berbicara menyimak. Seperti Sudah
tuntas, belum tuntas.
Mahasiswa : Apakah Ibu pernah mengalami kesulitan dalam memberikan
penilaian?
Bu Eneng :
Karena K13 itu berbeda dengan KTSP. lebih mendeskripsikan
siswa. Jadi saya harus benar benar mengetahui
karakter siswa
saya. Karena saya tidak ingin
mendiskriminasikan siswa saya.
Mahasiswa : Bagaimana dengan tanggapan para wali murid perihal penilaian
yang Ibu berikan?
Bu Eneng :
Mayoritas menerima. Tetapi ada saja yang berkomentar melihat
hasil penilaian siswa tersebut tidak sesuai.
Mahasiswa : Bagaimana respon Ibu, terhadap wali murid yang berkomentar
demikian?
Bu Eneng :
Saya jadikan motivasi saya dalam mengajar agar lebih baik.
Mahasiswa : Terakhir Bu, seberapa penting pembelajaran Bahasa Indonesia
di
SD kelas rendah?
Bu Eneng :
Sangat penting. Karena bahasa Indonesia merupakan bahasa
pokok yang harus dimiliki sejak usia dini.
Jika dari usia dini saja
bahasa Indonesia nya tidak terkontrol,
maka saya rasa siswa
tersebut akan kesulitan dalam berinteraksi di
lingkungan sekolah.
Dan saya berharap untuk kedepannya
pembelajaran bahasa
Indonesia dikemas semenarik mungkin. Agar
siswa nyaman
ketika belajar dan menyukai
pembealajaran bahasa Indonesia.
Mahasiswa : Terimakasih ya Bu, atas waktu dan kesempatannya
mewawancarai Ibu. Assalammualaikum.
Bu Eneng :
Sama-sama. Semoga bermanfaat. Waalaikumsalam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar