BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Perjuangan bangsa Indonesia dalam rangka
membentuk “satu kesatuan sebagai bangsa “nation”dan “membentuk
negara yang merdeka” penuh dengan dinamika dan pasang surut. Dari berbagai
peristiwa perjalanan perjuangan tersebut ada suatu peristiwa yang perlu terus
kita jadikan sebagai catatan penting, karena pada saat-saat itulah sebuah
komitmen atau konsensus bangsa diletakkan. Peristiwa dimaksud adalah
“Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 yang kemudian dilanjutkan
dengan pengesahan UUD NRI Tahun 1945 sebagai Konstitusi Negara”. Peristiwa
Proklamasi Kemerdekaan dan pengesahan UUD NRI Tahun 1945 merupakan konsensus
nasional (semua warga bangsa) bahwa pengaturan kehidupan berkebangsaan dan
kehidupan bernegara dalam negara Indonesia yang dibentuk disepakati dengan
dilandasi oleh ideologi negara yang disebut Pancasila, dilandasi oleh sebuah
konstitusi negara yang disebut UUD NRI Tahun 1945, disepakati mengenai konsepsi
bentuk negaranya adalah negara kesatuan Republik Indonesia, dan disepakati
bahwa masyarakatnya berada dalam satu ke-Indonesia-an yang terdiri dari
berbagai suku/ras/etnis, budaya, agama dan norma-norma kehidupan yang
mencerminkan dalam Bhinneka Tunggal Ika.
Konsensus nasional tersebut menjadi
panduan penting dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia dalam
perjalanan sejarah sampai saat ini. Berbagai peristiwa penghianatan berupa
pemberontakan, gerakan separatis, coup d’Etat, bahkan perjuangan
politik yang legal melalui Konstituante, yang dilakukan oleh berbagai kelompok
masyarakat untuk merubah atau mengganti konsensus tersebut dapat diatasi.
Konsensus nasional yang selama ini nilai-nilai dasarnya menjadi dasar dalam
penanaman, penumbuhan, dan pengembangan rasa, jiwa dan semangat kebangsaan serta
memberikan panduan, tuntunan dan pedoman bagi bangsa Indonesia melakukan
perjuangan guna mencapai cita-cita nasionalnya, ternyata mengalami suatu
kemunduran (degradasi). Degradasi rasa, jiwa dan semangat kebangsaan. Indikasi
dari degradasi tersebut terlihat semakin menipisnya kesadaran dan kurang
dihayatinya tata kehidupan yang didasarkan pada nilai-nilai ideologi Pancasila
pada hampir semua generasi bangsa.
Oleh karena itulah
kita perlu mengangkat kembali nilai-nilai kebangsaan khususnya nilai-nilai yang
terkandung dalam konstitusi UUD NRI Tahun 1945, demi meneguhkan kembali jati
diri bangsa dan membangun kesadaran tentang sistem kenegaraan yang menjadi
konsensus nasional, sehingga diharapkan bangsa Indonesia dapat tetap menjaga
keutuhan dan mampu menegakkan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia di
tengah terpaan arus globalisasi yang bersifat multidimensial.
Nilai-nilai Kebangsaan yang terkandung
dalam pasal-pasal UUD NRI Tahun 1945, yaitu:
1.
Nilai demokrasi, mengandung makna bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat, setiap warga
negara memiliki kebebasan yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaran
pemerintahan.
2.
Nilai kesamaan derajat, setiap warga negara memiliki hak, kewajiban dan kedudukan yang sama
di depan hukum.
3.
Nilai ketaatan hukum, setiap warga negara tanpa pandang bulu wajib mentaati setiap hukum dan peraturan
yang belaku.
Sehingga diharapkan nilai-nilai tersebut
untuk dapat dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia
B.
Rumusan
Masalah
1.
Mengapa membangun Sistem Demokrasi
sesuai dengan Konstitusi UUD NRI Th. 1945?
2.
Apa yang dimaksud dengan Nilai
Kebersamaan ?
3. Apa yang
dimaksud dengan Ketaatan Hukum dalam Konstitusi?
4.
Mengapa meningkatkan
Pemahaman Nilai-Nilai Konstitusi itu penting?
5.
Apa saja
Peranan Nilai-nilai Konstitusi?
6.
Bagaimana cara
memahami Nilai-nilai Konstitusi ?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui mengapa membangun Sistem Demokrasi sesuai dengan
Konstitusi UUD NRI Th. 1945.
2.
Untuk memahami arti Nilai Kebersamaan.
3. Untuk
mengetahui Ketaatan Hukum dalam Konstitusi.
4.
Untuk mengetahui pentingnya meningkatkan Pemahaman Nilai-Nilai
Konstitusi
5.
Untuk memahami
peranan Nilai-nilai Konstitusi.
6.
Untuk
mengetahui pemahaman Nilai-nilai Konstitusi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Membangun
Sistem Demokrasi sesuai dengan Konstitusi UUD NRI Th. 1945
Proses reformasi yang bergulir pada penghujung tahun
1998, pada hakekatnya merupakan proses demokratisasi yang dilakukan bangsa
Indonesia secara gradual, berkesinambungan dan sistematis serta menyeluruh.
Proses ini akan merupakan “on going process” mengingat agendanya yang
berlanjut di samping interaksi berbagai fenomena sosial politik yang harus
dihadapi karena lingkungan strategis yang berubah dengan cepat, baik yang
bersifat nasional, regional maupun internasional.
Bangsa Indonesia telah sepakat untuk melakukan meminjam
istilah BJ Habibie- “evolusi yang dipercepat” (accelerated evolution)
dengan membangun sistem demokrasi yang sehat atas dasar evaluasi dan
introspeksi terhadap pelbagai sistem demokrasi yang pernah diterapkan di
Indonesia yang dinilai ternyata gagal, yaitu demokrasi liberal pada awal
kemerdekaan yang tidak menjamin stabilitas pemerintahan, demokrasi terpimpin
pada era orde lama dan demokrasi Pancasila di era orde baru yang menghasilkan
pemerintahan yang otoriter.
Dalam proses tersebut berbagai indeks demokrasi
ditegaskan pengaturannya, seperti pemantaban kehidupan konstitusionalisme,
promosi dan perlindungan HAM, kekuasaan kehakiman yang merdeka, otonomi daerah,
pemilihan umum yang jujur dan adil secara langsung baik pemilu legislatif, DPD,
Presiden/wakil Presiden serta pilkada, pemisahan Polri dari TNI, “civilian
control to the military” perkembangan masyarakat madani, kebebasan mass
media, pemerintahan yang terbuka, akuntabel dan responsif dan sebagainya dalam
waktu yang relatif sangat cepat.
Sejak Tahun 1998 kita telah berusaha untuk
membangun sistem demokrasi tersebut atas dasar serangkaian nilai-nilai yang
diyakini secara akademis dan empiris sebagai “core
values of democracy” sebagaimana yang berlaku di Negara
maju dan memperoleh pengakuan dari PBB. Nilai-nilai dasar tersebut adalah :
1. Prinsip pemerintahan berdasar konstitusi (baru) yang
menjamin checks and
balances yang
sehat.
2.
Pemilihan umum yang demokratis
(free and fair), yang pada akhirnya telah
mengembalikan kedaulatan sepenuhnya kepada rakyat.
3.
Desentralisasi
kekuasan dan tanggung jawab atas dasar sistem otonomi daerah untuk lebih
mendekatkan rakyat pada pengambilan keputusan.
4.
Sistem pembuatan
undang-undang yang demokratis, aspiratif dan terbuka prosesnya.
5.
Sistem peradilan
yang independen, yang bebas dari tekanan atau pengaruh dari manapun datangnya.
6.
Pembatasan kekuasaan
kepresidenan atas dasar konstitusi.
7.
Peran media yang
bebas sebagai sarana kontrol sosial.
8.
Jaminan terhadap
peran kelompok-kelompok kepentingan (civil society).
9.
Hak masyarakat untuk
tahu.
10. Promosi dan perlindungan HAM, termasuk perlindungan
hak-hak minoritas karena beda agama, ras, atau etnis.
11. Kontrol sipil terhadap militer.
Atas dasar langkah-langkah tersebut saat ini Indonesia
dikenal dan diakui sebagai negara demokrasi ketiga terbesar di dunia setelah
India dan AS.
Contoh-contoh implelementasi dari nilai demokrasi
tersebut adalah:
1)
Prinsip
pemerintahan berdasar konstitusi (baru) yang menjamin checks and balances yang sehat.
Contoh :
Aturan yang baik setidaknya dapat memuat empat hak-hak
dasar masyarakat, yaitu
a.
Kesehatan.
b.
Pendidikan.
c.
Rasa aman.
d.
Serta peningkatan
perekonomian menuju kesejahteraan masyarakat.
Keempat hal ini tidak saja urgen untuk dipenuhi, namun
harus menjadi pilar yang melandasi setiap regulasi yang lahir dari hubungan
lembaga legislator dan eksekutor.
Untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan penerapan
regulasi yang transparan, sehingga masyarakat bisa merasakan manfaat pemerintah
dengan baik, sehingga dua lembaga yang diharapkan dapat memiliki hubungan yang check and balance , dapat menjalankan fungsinya
masing-masing, dengan tetap saling berkoordinasi.
2)
Pemilihan
umum yang demokratis (free
and fair), yang pada
akhirnya telah
mengembalikan kedaulatan sepenuhnya pada rakyat .
Contoh:
Gagasan pokok atau gagasan dasar suatu pemerintahan
demokrasi adalah pengakuan hakikat manusia, yaitu pada dasarnya manusia
mempunyai kemampuan yang sama dalam hubungan sosial.
Berdasarkan gagasan dasar tersebut terdapat dua asas pokok
demokrasi, yaitu:
a)
Pengakuan partisipasi
rakyat dalam pemerintahan, misalnya pemilihan wakil-wakil rakyat untuk lembaga
perwakilan rakyat secara langsung, umum, bebas, dan rahasia serta jujur dan adil.
b)
Pengakuan hakikat dan
martabat manusia, misalnya adanya tindakan pemerintah untuk melindungi hak-hak
asasi manusia demi kepentingan bersama.
Ciri-ciri pemerintahan demokratis yaitu adanya Pemilihan
umum secara langsung mencerminkan sebuah demokrasi yang baik.
a)
Adanya keterlibatan
warga negara (rakyat) dalam pengambilan keputusan politik, baik langsung maupun
tidak langsung (perwakilan).
b)
Adanya pengakuan,
penghargaan, dan perlindungan terhadap hak-hak asasi rakyat (warga negara).
c)
Adanya persamaan hak
bagi seluruh warga negara dalam segala bidang.
d)
Adanya lembaga
peradilan dan kekuasaan kehakiman yang independen sebagai alat penegakan hukum.
e)
Adanya kebebasan dan
kemerdekaan bagi seluruh warga negara.
f)
Adanya pers (media
massa) yang bebas untuk menyampaikan informasi dan mengontrol perilaku dan
kebijakan pemerintah.
g)
Adanya pemilihan
umum untuk memilih wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan rakyat.
h)
Adanya pemilihan
umum yang bebas, jujur, adil untuk menentukan (memilih) pemimpin negara dan
pemerintahan serta anggota lembaga perwakilan rakyat.
i)
Adanya pengakuan
terhadap perbedaan keragamaan (suku, agama, golongan, dan sebagainya).
3)
Desentralisasi
kekuasaan dan tanggungjawab atas dasar sistem otonomi daerah untuk lebih mendekatkan rakyat pada
pengambil keputusan.
Contoh :
Di Kabupaten Bandung, pelayanan kebutuhan air
bersih dikelola secara swakelola , dengan cara RW membangun sumur artesis
(sekitar 60m) dan menjualnya kepada warga sekitar dengan harga yang lebih murah
dibanding harga PDAM. Dalam hal ini, implementasi good local governance
terlihat dari posisi masyarakat bertindak selaku penyedia jasa layanan (
service provider ), pengguna( service user ), sekaligus kelompok kepentingan (
concern groups ).
4)
Sistem
pembuatan undang-undang yang demokratis, aspiratif dan terbuka prosesnya.
Contoh:
Partisipasi merupakan sistem yang berkembang
dalam sistem politik modern. Penyediaan ruang publik atau adanya partisipasi
masyarakat merupakan tuntutan yang mutlak sebagai upaya demokratisasi.
Masyarakat sudah semakin sadar akan hak-hak politiknya. Pembuatan peraturan
perundang-undangan, tidak lagi semata-mata menjadi wilayah dominasi birokrat
dan parlemen. Meskipun partisipasi masyarakat ini terlalu ideal dan bukan
jaminan bahwa suatu undang-undang yang dihasilkannya akan dapat berlaku efektif
di masyarakat, tetapi setidak-tidaknya langkah partisipatif yang ditempuh oleh
lembaga legislatif dalam setiap pembentukan undang-undang, diharapkan dapat
lebih mendorong masyarakat dalam menerima hadirnya suatu undang-undang.
Keberadaan partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan UU sangat penting
dalam mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan melalui perangkat
Undang-Undang.
Demikian juga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
sebagai pemegang legislasi, dituntut untuk membuka pintu yang seluas-luasnya
dalam persoalan partisipasi, apabila disepakati bahwa reformasi politik di
Indonesia merupakan tahapan untuk menuju demokratisasi. Karena anggota DPR
merupakan perwujudan representasi politik rakyat yang harus peka kepada aspirasi
publik yang telah memilihnya.
5)
Sistem
peradilan yang independen, yang bebas dari tekanan atau pengaruh dari manapun
datangnya.
Contoh :
Independensi Peradilan secara umum dipakai
untuk mewakili lembaga peradilan, termasuk individu-individu hakimnya, sebagai
lembaga yang bebas dari intervensi dari pihak lain. Prinsip Dasar
Independensi Peradilan Versi PBB menjelaskan bahwa imparsialitas peradilan
ditentukan oleh perilaku hakim yang selalu memutus perkara yang diajukan kepada
mereka berdasarkan fakta-fakta dan kaitannya dengan hukum yang berlaku, tanpa
adanya pembatasan-pembatasan, pengaruh-pengaruh yang tidak seharusnya ada,
tekanan-tekanan, ancaman-ancaman, atau intervensi-intervensi, baik secara
langsung maupun tidak langsung dari pihak manapun dan dengan alasan apapun.
6)
Pembatasan
kekuasaan kepresidenan atas dasar konstitusi.
Contoh :
Fungsi konstitusi dalam membatasi kekuasaan
Presiden bukan merupakan pemikiran baru, karena selain memang merupakan fungsi
utama konstitusi, beberapa kajian sebelumnya juga telah mengupas masalah ini
secara luas, bahwa konstitusi tidak saja berfungsi membatasi kekuasaan
Presiden, tetapi juga bagaimana semestinya kekuasaan Presiden itu diatur secara
tepat, tegas dan jelas di dalam konstitusi, sehingga walaupun kekuasaan Presiden
dibatasi, tetapi konstitusi juga dapat mengatur, bahwa kewenangan yang dimiliki
Presiden adalah kewenangan yang proporsional. Dalam perspektif pembatasan
kekuasaan Presiden, sebenarnya ada korelasi antara kekuasaan Presiden dengan
masa jabatannya. Jika masa jabatan Presiden tidak dibatasi secara tegas dan
jelas, maka Presiden dapat memperluas, memperkuat dan memperpanjang jabatannya
selama ia mau.
7)
Peran
media yang bebas sebagai sarana kontrol sosial.
Contoh :
Negara demokrasi adalah negara yang
mengikutsertakan partisipasi rakyat dalam pemerintahan, serta menjamin
terpenuhinya hak dasar rakyat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah
satu hak dasar rakyat yang harus dijamin adalah kemerdekaan menyampaikan
pikiran, baik secara lisan maupun tulisan.
Pers adalah salah satu sarana bagi warga
negara untuk mengeluarkan pikiran dan pendapat serta memiliki peranan penting
dalam negara demokrasi. Pers yang bebas dan bertanggung jawab memegang peranan
penting dalam negara demokrasi. Pers yang bebas dan bertanggung jawab memegang
peranan penting dalam masyarakat demokratis dan merupakan salah satu unsur bagi
negara dan pemerintah yang demokrasi.
8)
Jaminan
terhadap peran kelompok-kelompok kepentingan (civil society).
Contoh:
Masyarakat madani merupakan konsep yang memiliki
banyak arti atau sering diartikan dengan makna yang beda-beda. Bila merujuk
kepada Bahasa Inggris, ia berasal dari kata civil society atau masyarakat
sipil,
Merujuk pada Bahmueller (1997), ada beberapa
karakteristik masyarakat madani, diantaranya:
a)
Terintegrasinya
individu-individu dan kelompok-kelompok ekslusif kedalam masyarakat
melalui kontrak sosial dan aliansi sosial.
b)
Menyebarnya
kekuasaan sehingga kepentingan-kepentingan yang mendominasi dalam masyarakat
dapat dikurangi oleh kekuatan-kekuatan alternatif.
c)
Dilengkapinya
program-program pembangunan yang didominasi oleh negara dengan program-program
pembangunan yang berbasis masyarakat.
d)
Terjembataninya
kepentingan-kepentingan individu dan negara karena keanggotaan
organisasi-organisasi volunter mampu memberikan masukan-masukan terhadap
keputusan-keputusan pemerintah.
e)
Tumbuh kembangnya
kreatifitas yang pada mulanya terhambat oleh rejim-rejim totaliter.
f)
Meluasnya kesetiaan
(loyalty) dan kepercayaan (trust) sehingga individu-individu mengakui
keterkaitannya dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri.
g)
Adanya pembebasan
masyarakat melalui kegiatan lembaga-lembaga sosial dengan berbagai ragam
perspektif.
Dari beberapa ciri tersebut, kiranya dapat dikatakan
bahwa masyarakat madani adalah sebuah masyarakat demokratis dimana para
anggotanya menyadari akan hak-hak dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat
dan mewujudkan kepentingan-kepentingannya, dimana pemerintahan memberikan
peluang yang seluas-luasnya bagi kreatifitas warga negara untuk mewujudkan
program-program pembangunan di wilayahnya. Namun demikian, masyarakat madani
bukanlah masyarakat yang sekali jadi, yang hampa udara, taken for granted.
Masyarakat madani adalah konsep yang cair yang dibentuk dari poses sejarah yang
panjang dan perjuangan yang terus menerus. Beberapa prasyarat yang
harus dipenuhi untuk menjadi masyarakat madani, yakni adanya democratic
governance (pemerintahan demokratis yang dipilih dan berkuasa secara demokratis
dan democratic civilian (masyarakat sipil yang sanggup
menjunjung nilai-nilai civil
security; civil
responsibility dan civil resilience).
Apabila diurai, dua kriteria tersebut menjadi tujuah
prasyarat masyarakat madani sbb:
1.
Terpenuhinya
kebutuhan dasar individu, keluarga, dan kelompok dalam masyarakat.
2.
Berkembangnya modal
manusia (human capital) dan modal sosial (social capital) yang kondusif bagi terbentuknya
kemampuan melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan terjalinya kepercayaan dan
relasi sosial antar kelompok.
3.
Tidak adanya
diskriminasi dalam berbagai bidang pembangunan; dengan kata lain
terbukanya akses terhadap berbagai pelayanan sosial.
4.
Adanya hak,
kemampuan dan kesempatan bagi masyarakat dan lembaga-lembaga swadaya
untuk terlibat dalam berbagai forum dimana isu-isu kepentingan bersama
dan kebijakan publik dapat dikembangkan.
5.
Adanya kohesifitas
antar kelompok dalam masyarakat serta tumbuhnya sikap saling menghargai
perbedaan antar budaya dan kepercayaan.
6.
Terselenggaranya
sistem pemerintahan yang memungkinkan lembaga-lembaga ekonomi, hukum, dan
sosial berjalan secara produktif dan berkeadilan sosial.
7.
Adanya jaminan,
kepastian dan kepercayaan antara jaringan-jaringan kemasyarakatan yang
memungkinkan terjalinnya hubungan dan komunikasi antar mereka secara teratur,
terbuka dan terpercaya.
9)
Hak
masyarakat untuk tahu.
Contoh:
Sementara itu, para wakil rakyat kita menilai sebaliknya,
dengan mengatakan pembangunan gedung baru DPR adalah suatu keharusan, mengingat
daya tampung ruang yang tidak lagi mencukupi. Kontroversi semakin meruncing
setelah salah satu Anggota DPR memberikan pernyataan tentang tidak perlunya
rakyat dilibatkan dalam hal pembangunan gedung baru DPR. Bahkan ia menolak
dilakukannya survei opini publik untuk mengetahui respons rakyat.
Padahal dalam demokrasi, pemerintah dan para wakil rakyat
kita, diharuskan sebisa mungkin, bersikap terbuka. Artinya, gagasan dan
keputusannya harus terbuka bagi pengujian publik secara seksama. Sudah barang
tentu, tidak semua langkah pemerintah dan wakil rakyat harus dipublikasikan, namun
rakyat punya hak untuk mengetahui bagaimana uang mereka dibelanjakan.
Dengan biaya yang begitu besar, yang memakan anggaran
sampai Rp. 1,16 triliun, rakyat tentu perlu tahu apa alasan dari rencana
pembangunan gedung baru DPR. Jika wakil rakyat hanya menggunakan asumsi tentang
tidak mencukupinya ruang dalam membangun gedung baru DPR, tentu hal itu
bukanlah sebuah penjelasan yang rasional. Apalagi terdengar kabar yang
menyebutkan masih ada satu anggota DPR yang memiliki dua ruang sekaligus.
Penjelasan tentunya harus di barengi dengan urgensi.
Tentang apakah pembangunan gedung baru DPR itu lebih urgen dari hal-hal
mendesak lainnya seperti agenda kerja untuk mensejahterakan rakyat. Untuk
itu para wakil rakyat kita ditekankan untuk selalu mengedepankan kepentingan
rakyat sebelum memutuskan menggunakan anggaran yang sangat besar dalam
membangun gedung baru DPR, mengingat masih memperihatinkannya kondisi rakyat
Indonesia dari segi ekonomi. Andaikan dana sebesar itu digunakan untuk
kepentingan rakyat, tentu hal itu akan lebih bermanfaat dan DPR akan di puji
oleh rakyat dan bukannya dikritik.
Sebagaimana dikatakan oleh Ahmad Arif, jika dana sebesar
itu digunakan untuk kepentingan rakyat, seperti membangun 116 unit rumah bagi
fakir miskin dengan asumsi per rumah menghabiskan dana Rp100 juta, maka rakyat
akan mendapatkan rumah yang bukan tipe RSSS (rumah sangat sederhana sekali)
yang umumnya mereka tempati pada saat ini. Atau akan lebih baik lagi jika dana
Rp 1.16 triliun itu digunakan untuk membuka lahan pertanian seluas 20 ribu
hektare. Telah menjadi rahasia umum bahwa mayoritas petani kita saat ini
merupakan petani penggarap alias tidak punya lahan .
Itulah alasan mengapa rakyat perlu tahu. Karena jika
rakyat tidak tahu atau tidak dilibatkan dalam hal ini, maka para wakil rakyat
kita itu pantas disebut oleh apa yang Franz Magnis Suseno (2004) katakan,
“…’UANG bagi mereka adalah segala-galanya’. Mereka itu adalah elit negara kita.
Elit yang sudah lupa akan rakyat yang membiayai mereka. Elit yang sedang
merusak negara ini karena mereka berpolitik ‘tanpa suara hati’, karena agama
pada mereka merosot menjadi ‘aspirasi’ daripada ‘inspirasi’, karena bagi
merekalah uang segala-galanya”.
10)
Promosi
dan perlindungan HAM , termasuk perlidungan hak-hak minoritas karena beda agama,
ras, atau etnis.
Contoh :
HAM sebagaimana diketahui adalah hak
dasar/mutlak pemberian Tuhan yang dimilik setiap manusia serta melekat untuk
selamanya. Di dalam pelaksanaanya wajib memperhatikan dan menghormati hak orang
lain. Karena, demi terciptanya harmonisasi hubungan antarwarga masyarakat,
setiap anggota masyarakat dalam merealisasikan hak dasar tersebut dilakukan
dengan penuh kearifan, artinya ketika menikmati hak asasinya dibarengi pula
dengan kesadaran bahwa ada kewajiban asasi dan tanggung jawab asasi.
Dalam masyarakat modern, perbedaan anggota
masyarakat karena jabatan atau posisi dan peran yang diemban merupakan
kewajaran. Perbedaan tersebut bukan berarti ada diskriminasi dalam menikmati
hak asasinya yang dijamin oleh UUD maupun perundang-undangan lain suatu negara.
Karenanya penyebaran tentang pemahaman, pengetahuan, pendalaman sampai
memasyarakatkan HAM menjadi penting, terutama di kalangan akar rumput (grass
root). Tanpa kemauan politik dan keberanian politik yang kuat dari suatu
rezim, pemerataan HAM dapat tersandar.
Disinilah partisipati aktif pemerintah ada
kemauan dan tindakan politik serta pengawasan (monitoring) terhadap
pejabat yang menyatakan siap mengamankan UUD negara, inklusif menghormati HAM
agar tidak sewenang-wenang atau tidak menegakkan HAM di dalama berbagai
peraturan yang efektif. Begitu juga, partisipasi yang aktif warga
masyarskat dituntut, baik dalam bentuk partisipasi akitif para pengamat,
intelektual, agaman, maupun kelompok masyarakat dalam wadah LSM/Ornop atupun
lembaga formal lainnya. Dengan adanya langkah-langkah tersebut, upaya
diseminasi HAM semakin efektif sehingga rangkaian kegiatan dari semua unsur
masyarakat akan menjadi mesin utama yang terus berproses dan bergerak
menyebarluaskan HAM di masyarakat.
11)
Kontrol
sipil terhadap militer.
Contoh:
Posisi militer yang sebenarnya adalah berada
di bawah kontrol sipil secara demokratis. Dengan kalimat lain, hubungan
sipil-militer (HSM) yang demokratis terjadi bila militer dikendalikan oleh
sebuah kontrol sipil secara demokratis. Secara teoretis, kontrol sipil adalah
sederhana: Semua keputusan pemerintah, termasuk keamanan nasional, tidak
ditentukan oleh militer sendiri, melainkan diputuskan oleh pejabat sipil yang
terpilih secara demokratis. Pada prinsipnya, kontrol sipil adalah absolut dan
mencakup keseluruhan. Tidak ada keputusan atau tanggung jawab yang diberikan
kepada militer kecuali secara ekspresif atau implisit didelegasikan kepadanya
oleh pemimpin sipil. Bahkan keputusan-keputusan perintah. Pemilihan strategi,
operasi apa yang digunakan dan kapan, taktik apa yang dipakai, manajemen
internal militer berasal dari kekuasaan sipil. Mereka didelegasikan untuk
menyeragamkan personel hanya untuk alasan-alasan kenyamanan, tradisi,
keefektifan, atau pengalaman militer dan keahlian. Kaum sipil membuat
semua peraturan, dan mereka dapat mengubahnya kapanpun.
Ancaman dan misi militer dalam konteks
pertahanan-keamanan. Secara konvensional fungsi utama militer adalah memelihara
pertahanan dan keamanan nasional. Misi dan doktrin keamanan nasional (national
security) sangat menentukan posisi militer. Pijakan utama formulasi doktrin
pertahanan dan keamanan sebagai perangkat lunak adalah “ancaman”, yang secara
umum bisa dirumuskan menjadi dua kategori, yaitu sifat anc
B. Nilai
Kebersamaan
Salah satu masalah utama yang dihadapi bangsa Indonesia
saat ini adalah memudarnya wawasan kebangsaan dan rasa bangga sebagai bangsa
atau rasa nasionalisme yang dikumandangkan dengan penuh heroik pada tahun 1928,
yang dikenal sebagai hari sumpah pemuda.
Tergerusnya rasa nasionalisme suatu bangsa dapat
disebabkan oleh hal-hal yang bersifat internal maupun eksternal. Bersifat
internal, manakalah rasa
kebersamaan antara
sesama anak bangsa mulai berkurang, seperti memelihara persamaan dalam
perbedaan dan memelihara perbedaan dalam persamaan. bersifat eksternal dapat
diidentifikasi dalam bentuk rong-rongan dan gangguan dari berbagai kepentingan
asing yang bersifat pragmatis, historis, yang bertujuan untuk memecah belah
semangat kebangsaan termasuk integritas wilayah, kedaulatan nasional dan
kemerdekaan politik nasional.
Berkaitan dengan pengaruh yang bersifat ekternal,
globalisasi yang melanda dunia, termasuk Indonesia, tidak mungkin untuk
dihindari. globalisasi adalah proses homogenisasi dengan masuknya atau
meluasnya pengaruh nilai-nilai dari suatu wilayah/negara ke wilayah/negara lain
dan atau proses masuknya pengaruh sistem nilai lain kedalam suatu negara
sebagai konsekwensi pergaulan dunia akibat kemajuan teknologi komunikasi,
informasi dan transportasi modern yang sangat cepat. Perbedaan
internasionalisasi dan globalisasi adalah bahwa dalam internasionalisasi
kedaulatan suatu bangsa masih memegang peranan penting, sedangkan globalisasi
menumbuhkan nilai-nilai kosmopolitan.
Proses globalisasi yang semula bernuansa ekonomis
kemudian mengandung implikasi multidimensional bahwa suatu aktivitas yang
sebelumnya terbatas jangkauannya secara nasional, secara bertahap
berkembang menjadi tidak terbatas pada suatu negara. Hal ini dapat diamati,
globalisasi dalam budaya (cultural diffusion) sebagai dampak
pertumbuhan kontak-kontak budaya sehingga menciptakan satu standard kehidupan
dan pemikiran (world culture) misalnya, seperti masuknya pengaruh
luar khususnya budaya barat melalui media tv dan internet, budaya barat dalam
bentuk konsumerisme dan cara berpakaian dan pergaulan bebas yang diikuti
dan dijadikan model oleh sebagian masyarakat kita.
Kedepan diperlukan adanya pemaknaan nilai-nilai ideologi
Pancasila yang berlangsung secara dialogis, tidak monologis. pemaknaan
sila-sila Pancasila ditopang oleh pilar-pilar dan nilai-nilai kearifan lokal
yang meragai pluralisme konstruktif, mencerminkan keanekaragaman yang
Berbhinneka Tunggal Ika. Pemaknaan masing-masing sila Pancasila sesuai
dengan adat istiadat dan budaya masyarakat di daerah, merupakan manifestasi
dari common value yang hidup ditengah masyarakat, akan
menumbuhkembangkan sikap dan perilaku masyarakat sebagai pemilik ideologi yang
bersifat lintas kultural sebagai benang emas (golden thread) yang menembus sekat-sekat budaya (cultural barriers).
Dengan pemaknaan yang tepat terhadap nilai-nilai
Pancasila, sebagai ideologi dan simpul kebangsaan yang dapat mencerminkan
kebersamaan, di era globalisasi yang penuh dengan turbulensi sosial dewasa ini,
sangat dibutuhkan, karena kesadaran atas kebersamaan yang kuat merupakan
kapital sosial yang sebenarnya memiliki akar budaya kuat di Indonesia.
Tanpa itu peranan negara akan menjadi sangat lemah dan
tidak efektif dilanda oleh arus globalisasi dan regionalisasi yang cenderung
semakin kuat. Salah satu contoh adalah komentar para ahli tentang terror di
Mumbai India baru-baru ini yang diakibatkan oleh tidak berfungsinya
(disfungsionalisasi) pemerintah pusat di India menghadapi arus globalisasi dan
industrialisasi serta akibat kuatnya federalisme sebagai dampak pengaruh
globalisasi demokrasi. Salah satu kegagalan di sini adalah kegagalan mengelola
pluralisme (agama) dan kewaspadaan nasional.
Kebersamaan sebagai satu bangsa yang sangat pluralistik
yang dibangun atas dasar jiwa dan semangat nilai-nilai obyektif dan
non-primordialistik, sangat strategis yang tidak hanya larut pada pendekatan
alamiah, rutin, praktis dan pragmatis semata dan menganggap persatuan nasional
sebagai mitos yang langgeng. Memantapkan karakter bangsa dan
memperkuat integrasi bangsa serta kehendak politik untuk selalu meningkatkan
rasa kebangsaan sehingga sangat dipehitungkan bangsa dan negara lain, merupakan
elemen kekuatan dan ketahanan nasional yang yang terus menerus memerlukan intervensi
pemerintah dengan mengedepankan ”soft power”. Hal ini terutama menghadapi
generasi baru yang melihat Indonesia sebagai suatu yang ”given” dan ”instant”.
Dalam posisi yang demikian, memiliki kesadaran dan
komitmen yang kuat terhadap 4 konsensus dasar bangsa Indonesia yakni Pancasila,
UUD NRI TH 1945, asas Bhinneka Tunggal Ika dan asas NKRI, yang secara
keseluruhan menggambarkan bahwa Indonesia sebagai negara demokrasi ketiga
terbesar di dunia, negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, dan negara
dengan penduduk terbesar keempat di dunia, tetap tegar sebagai suatu sistem
baik sistem fisik (kerjasama secara terpadu dari pelbagai sub-sistem untuk
mencapai tujuan) maupun sebagai sistem abstrak (kesatuan karakter, pandangan,
nilai, perilaku dan falsafah) memerlukan manajemen yang sistemik,
berkelanjutan dengan perspektif jangka panjang.
Salah satu upaya untuk menghentikan kerawanan dan
berkembangnya konflik dalam masyarakat, adalah dengan pemahaman nilai ideologi
Pancasila dan transformasi nilai universal secara benar dan komprehensif. Oleh
sebab itu untuk menghadapi tantangan global yang semakin kompleks dan
berkembang dengan cepat serta tidak terbayangkan sebelumnya, diperlukan ide-ide
segar yang dikembangkan dalam konteks kultural dan nilai-nilai ideologi
Pancasila yang ditopang oleh pilar-pilar dan nilai-nilai kearifan lokal yang
hidup dan berkembang dalam masyarakat di daerah, yang dipertimbangkan merupakan
sub-sistem nasional dan bukan yang sebaliknya merupakan “counter system”.
Dalam era globalisasi dewasa ini, tidak mungkin suatu
negara dapat hidup dan membangun kemajuan dalam posisi mengisolasi diri dari
pengaruh antar negara lewat teknologi informasi, teknologi industri,
perdagangan uang dan perdagangan komoditas antar bangsa merupakan kenyataan
yang harus dihadapi. Untuk itu diperlukan kecerdasan sekaligus kecerdikan
taktis dan strategis untuk merubah dampak yang ditimbulkan oleh globalisasi
dari tantangan menjadi peluang.
Globalisasi harus difahami sebagai fenomena meningkatnya
proses multikulturalisme atau diversitas budaya yang secara alamiah akan
meningkatkan asimilasi budaya, akbat proses kombinasi antara kekuatan ekonomi,
teknologi, sosial budaya dan kekuatan politik. Hal ini pada tingkat
nasionalisme maupun internasionalisme dibutuhkan secara sadar promosi atau
pemajuan perdamaian dan pengertian antar manusia.
Krisis finansial global akhir-akhir ini telah
mendemonstraikan kenyataan bahwa globalisasi merupakan suatu proses dimana
manusia di dunia telah dipersatukan kedalam suatu masyarakat
tunggal (single society) dan
berfungsi bersama (function
together) , baik dalam
menikmati kemajuan maupun dalam menghadapi bahaya bersama. dalam hal ini Nilai-Nillai Kebersamaan
itulah yang menjadi suatu kekuatan bagi bangsa Indonesia, terutama didalam
menghadapi kuatnya arus globalisasi, dan informasi saat ini.
C.
Ketaatan
Hukum dalam Konstitusi
Istilah konstitusionalisme mempunyai makna suatu paham
mengenai pembatasan kekuasaan dan jaminan hak-hak rakyat melalui konstitusi.
Pemakaian istilah konstitusi yang dimaksud ialah pembentukan suatu negara
atau menyusun dan menyatakan suatu negara. Dalam hal ini, yang dimaksud
negara adalah organisasi kekuasaan. Dikatakan organisasi kekuasaan, karena
dalam setiap negara terdapat pusat-pusat kekuasaan[2].
Pusat-pusat kekuasaan tersebut baik yang terdapat
dalam Supra Struktur Politik maupun dalam Infra Struktur Politik. Supra
Struktur Politik meliputi organ legislatif, eksekutif, yudisial. Di sisi lain,
Infra Struktur Politik terdiri atas Partai Politik, Tokoh Politik, Kelompok
Penekan, Kelompok Kepentingan, dan Alat Komunikasi Politik. Selanjutnya
pusat-pusat kekuasaan yang mempunyai kekuasaan itu mempunyai kekuasaan itu
mempunyai kemampuan mengendalikan pihak lain.
Selain konstitusionalisme, sokoguru
Indonesia adalah paham negara hukum. Di dalam kepustakaan hukum di Indonesia
istilah negara hukum sudah sangat populer. Pada umumnya istilah tersebut
dianggap merupakan terjemahan yang tepat dari dua istilah yaitu rechtsstaat dan the
rule of law. Istilah Rechtsstaat (yang dilawankan
dengan Machtsstaat) memang muncul di dalam penjelasan UUD 1945
yakni sebagai kunci pokok pertama dari Sistem Pemerintahan Negara yang berbunyi ”
Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat) dan bukan
berdasar atas kekuasaan belaka (machtsstaat).” Kalau kita lihat di
dalam UUD 1945 BAB I tentang Bentuk dan Kedaulatan pasal 1 hasil
Amandemen yang ketiga tahun 2001, berbunyi ” Negara Indonesia adalah
negara hukum.”
Dari teori mengenai unsur-unsur negara hukum, apabila
dihubungkan dengan negara hukum Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar NRI Th.1945, dapat ditemukan unsur-unsur negara hukum,
yaitu: Pertama, adanya pengakuan
terhadap jaminan hak-hak asasi manusia dan warga negara. Kedua, adanya pembagian kekuasaan. Ketiga, dalam melaksankan tugas dan kewajibannya, pemerintah
harus selalu berdasar atas hukum yang berlaku, baik yang tertulis maupun yang
tidak tertulis. Keempat, adanya
kekuasaan kehakiman yang dalam menjalankan kekuasaannya bersifat merdeka,
artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah maupun kekuasaan lainnya.
Hukum obyektif adalah kekuasaan
yang bersifat mengatur, hukum subyektif adalah kekuasaan yang diatur oleh hukum
obyektif. Fungsi hukum sebagai sosial kontrol merupakan aspek yuridis normatif
dari kehidupan sosial masyarakat. Efektivitas hukum dalam masyarakat
mengandung arti bahwa daya kerja hukum itu dalam mengatur dan/atau memaksa
masyarakat untuk taat terhadap hukum.
Menurut K.C. Wheare, kalau
berangkat dari aliran positivisme hukum, maka konstitusi itu mengikat, karena
ia ditetapkan oleh badan yang berwenang membentuk hukum, dan konstitusi itu
dibuat untuk dan atas nama rakyat (yang didalamnya sarat dengan ketentuan
sanksi yang diatur lebih lanjut dalam undang-undang organik).
Hukum berfungsi sebagai alat untuk
mengubah masyarakat yang disebut oleh Roscoe Pound a tool of
social engineering. Perubahan masyarakat dimaksud terjadi bila
seseorang atau sekelompok orang mendapatkan kepercayaan dari masyarakat sebagai
pemimpin lembaga-lembaga kemasyarakatan. Selain itu, dapat diketahui bahwa
pranata hukum itu pasif, yaitu hukum menyesuaikan diri dengan kenyataan sosial
dalam masyarakat. Oleh karena itu, terlaksana atau tidaknya fungsi hukum
sebagai alat pengendalian sosial amat ditentukan oleh faktor aturan hukum dan
faktor pelaksana hukum.
Pada umumnya orang berpendapat bahwa kesadaran warga
masyarakat terhadap hukum yang tinggi mengakibatkan para warga masyarakat
mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebaliknya,
apabila keadaran warga masyarakat terhadap hukum rendah, derajat kepatuhannya
juga rendah. Pernyataan yang demikian berkaitan dengan fungsi hukum dalam
masyarakat atau efektivitas dari pelaksanaan ketentuan-ketentuan hukum dalam
masyarakat.
Salah satu faktor yang mengefektifkan suatu peraturan
adalah warga masyarakat (warga negara). Warga negara adalah penduduk sebuah
negara atau bangsa yang berdasarkan keturunan, tempat kelahiran, dan atau
orang-orang lain (bangsa lain) yang disyahkan dengan undang-undang sebagai
warga negara yang mempunyai kewajiban dan hak penuh sebagai seorang warga dalam
suatu negara tertentu. Hal ini tercermin dalam Undang-Undang Dasar 1945
pada Pada BAB X tentang Warga Negara dan Penduduk Pasal 26 ayat (1) Yang
menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang
bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara. Ayat (2)
Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di
Indonesia.
Seorang warga masyarakat mentaati hukum
karena berbagai sebab. Pertama, Takut
karena sanksi negatif, apabila hukum dilanggar. Kedua, untuk menjaga hubungan baik dengan penguasa. Ketiga, untuk menjaga hubungan baik
dengan rekan-rekan sesamanya. Keempat,
karena hukum tersebut sesuai dengan nilai-nilai yang dianut. Kelima, kepentingan terjamin. Suatu
norma hukum akan dihargai oleh warga masyarakat apabila ia telah mengetahui,
memahami, dan menaatinya. Artinya, dia benar-benar dapat merasakan bahwa hukum
tersebut menghasilkan ketertiban serta ketentraman dalam dirinya. Hukum tidak
hanya berkaitan dengan segi lahiriyah dari manusia, akan tetapi juga dari segi
batiniah.
Esensi hukum postif, wawasan negara
berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), inklusif di dalamnya
pemahaman tentang konstitusi sebagai dokumen formal yang terlembagaan oleh
alat-alat negara dan sekaligus sebagai hukum dasar yang tertinggi. Bila
demikian halnya, maka konstitusi akan selalu mengikat seluruh warga negara.
D. Meningkatkan Pemahaman Nilai-Nilai Konstitusi
Keberadaan konstitusi UUD NRI Tahun 1945 diharapkan
dapat dijadikan pedoman dalam praktik kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Oleh karena itu budaya sadar konstitusi perlu dikembangkan agar
masyarakat memahami norma-norma dasar dalam konstitusi dan menerapkannya dalam
wujud sikap positif terhadap pelaksanaan UUD NRI Tahun 1945.
Dalam rangka menumbuhkan sikap positif terhadap
pelaksanaan UUD NRI Tahun 1945, kita perlu membangun budaya sadar konstitusi
agar masyarakat memiliki kesadaran akan hak dan kewajiban konstitusionalnya
sebagai warga negara baik perorangan maupun kelompok melalui pemahaman
nilai-nilai konstitusi UUD NRI Tahun 1945.
E. Peranan Nilai-nilai Konstitusi.
Peranan Nilai-nilai Konstitusi bagi
suatu bangsa sangat strategis karena konstitusi adalah “the supreme law
of the land”, merupakan “national myth and symbol bangsa dan
negara” yang selalu terbuka bagi perubahan (amandemen) sehingga
merupakan “the living constitution” sehingga memiliki peranan
yang strategis berupa:
1) Menjaga kredibilitas dan efektivitas pelbagai lembaga publik.
2) Menjamin kehidupan demokrasi dan “public engagement”.
3) Menumbuhkan kepercayaan masyarakat dalam rangka akuntabilitas
badan-badan publik.
Salah satu agenda utama proses reformasi yang sangat
monumental tersebut adalah amandemen UUD NRI Tahun 1945 yang telah dilaksanakan
secara bertahap sebanyak empat kali, yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001 dan
2002. Dalam proses amandemen tersebut telah terjadi berbagai perkembangan yang
signifikan pada pokok-pokok pikiran, struktur kelembagaan dan relasi antar
lembaga negara, bahkan sampai dengan peniadaan lembaga-lembaga yang sebelumnya
ada (mis. DPA), disamping munculnya lembaga-lembaga baru yang sebelumnya belum
dikenal seperti Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, DPD dan sebagainya. Boleh
dikatakan bahwa yang tidak tersentuh dengan proses amandemen adalah 4(empat)
konsensus dasar (4 Pilar,istilah MPR) yaitu Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 yang
meliputi Pancasila, bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Sesanti
Bhinneka Tunggal Ika.
Yang sangat mendasar antara lain adalah
tekad untuk memperbaiki sistem “checks and balances”berupa
ketentuan-ketentuan konstitusional yang mengatur agar tiga cabang pemerintahan
nasional saling membatasi kewenangan dan menjaga keseimbangan satu sama lain,
sehingga mencegah adanya konsentrasi kekuasaan politik pada salah satu cabang
pemerintahan (legislatif, eksekutif dan yudikatif). “the constitutional provision
whereby the three branches of the national govermentmat restrict one another’s
authority, thus preventing a consntration of political power in any one branch
(dye and ziegler: 2000)”
F. Pemahaman Nilai-nilai Konstitusi.
Pemahaman Nilai-nilai Konstitusi UUD NRI Tahun 1945,
diharapkan dapat digunakan sebagai bahan untuk memperluas wawasan dan
mempertajam analisis guna terwujudnya kesamaan persepsi dalam penyelenggaraan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam melaksanakan kewenangan
dan kekuasaan sesai tanggung jawab yang dibebankan negara, senantiasa berpikir,
bersikap dan bertindak secara komprehensif dan integral, mengutamakan
kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi, daerah dan golongan.
Berpikir, bersikap dan bertindak yang dilandasi penghayatan dan pengamalan
nilai-nilai Pancasila, nilai-nilai konstitusi, nilai-nilai perbedaan dalam
keberagaman dalam rangka menjamin tegak dan utuhnya Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Berpikir, bersikap dan bertindak untuk senantiasa menjaga terbinanya
persatuan dan kesatuan bangsa dengan berlandaskan penghayatan dan pengamalan
nilai-nilai yang terkandung dalam Konstitusi UUD NRI Tahun 1945.
Sebagai warga Negara yang baik adalah memiliki
kesetiaan terhadap bangsa dan Negara, yang meliputi kesetiaan terhadap ideologi
Negara, kesetiaan terhadap konstitusi, kesetiaan terhadap peraturan
perundang-undangan, dan kesetiaan terhadap kebijakan pemerintah. Oleh sebab itu
maka setiap warga Negara harus dan wajib untuk memiliki prilaku positif
terhadap konstitusi, yang mempunyai makna berprilaku peduli atau memperhatikan
konstitusi (UUD), mempelajari isinya, mengkaji maknanya, melaksanakan
nilai-nilai yang terjandung didalamnya, mengamalkan dalam kehidupan, dan berani
menegakkan jika konstitusi di langgar.
Cita-cita tersebut dapat terwujud seandainya
masyarakat Indonesia dapat memahami nilai-nilai dengan sikap yang positif.
Contoh sikap positif yang berkaitan dengan nilai-nilai kebangsaan yang
terkandung dalam Konstitusi UUD NRI Tahun 1945, adalah:
1)
Nilai kemanusiaan.
a.
Mengakui persamaan derajat, persamaan
hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia.
b.
Saling mencintai sesama manusia.
c.
Mengembangkan sikap tenggang rasa.
2)
Nilai religius.
a.
Percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing- masing menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab.
b.
Hormat dan menghormati serta bekerjasama
antara pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda
sehingga terbina kerukunan hidup.
c.
Saling menghormati kebebasan menjalankan
ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing- masing.
3)
Nilai Produktivitas.
a.
Kualitas perlindungan terhadap
masyarakat dalam menuju kemakmuran.
b.
Kualitas undang-undang untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
4)
Nilai Keseimbangan.
a.
Menjalankan hak dan kewajiban sebagai
warga negara yang proporsional.
b.
Tidak memaksakan kehendak, tetapi
ber-emphaty.
c.
Keseimbangan antara kehidupan jasmani
dan rohani.
5)
Nilai Demokrasi.
Kedaulatan berada di tangan rakyat, berarti setiap
warga negara memiliki kebebasan yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan
pemerintahan sehingga dapat terwujud persatuan dan kesatuan Indonesia. Pilar
utama persatuan dan kesatuan Indonesia.
Pilar utama dalam membangun persatuan dan kesatuan bangsa dalam masyarakat,
adalah:
a.
Rasa cinta tanah air.
b.
Jiwa patriot bangsa.
c.
Tercapainya kesejahteraan bagi seluruh
rakyat Indonesia.
6)
Nilai Kesamaan Derajat.
Setiap warga negara memiliki hak, kewajiban dan kedudukan
yang sama di depan hukum. Masyarakat menilai bahwa upaya penegakkan HAM yang
paling menonjol adalah penegakkan hak mengeluarkan pendapat, kebebasan
beragama, perlindungan dan kepastian hukum, serta bebas dari perlakuan
tidakmanusiawi. Hak untuk mendapatkan kehidupan yang layak, mendapatkan
pendidikan dan pelayanan kesehatan, serta aman dari ancaman ketakutan.
7) Nilai ketaatan Hukum.
Setiap warga negara tanpa pandang bulu wajib mentaati
setiap hukum dan peraturan yang berlaku.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
1.
Sejak
Tahun 1998 kita telah berusaha untuk membangun sistem demokrasi tersebut
atas dasar serangkaian nilai-nilai yang diyakini secara akademis dan empiris
sebagai “core
values of democracy” sebagaimana yang berlaku di Negara
maju dan memperoleh pengakuan dari PBB.
Atas dasar langkah-langkah tersebut saat ini Indonesia
dikenal dan diakui sebagai negara demokrasi ketiga terbesar di dunia setelah
India dan AS.
Contoh-contoh implelementasi dari nilai demokrasi
tersebut adalah:
1)
Prinsip pemerintahan berdasar konstitusi
(baru) yang menjamin checks and balances yang sehat.
2)
Pemilihan umum yang demokratis (free and fair), yang pada
akhirnya telah
mengembalikan kedaulatan sepenuhnya pada rakyat .
3)
Desentralisasi kekuasaan dan tanggungjawab
atas dasar sistem otonomi daerah untuk lebih
mendekatkan rakyat pada pengambil keputusan.
4)
Sistem pembuatan undang-undang
yang demokratis, aspiratif dan terbuka prosesnya.
5)
Sistem peradilan yang independen, yang bebas
dari tekanan atau pengaruh dari manapun datangnya.
6)
Pembatasan kekuasaan kepresidenan atas dasar
konstitusi.
7)
Peran media yang bebas sebagai sarana kontrol
sosial.
8)
Jaminan terhadap peran kelompok-kelompok
kepentingan (civil society).
9)
Hak masyarakat untuk tahu.
10) Promosi dan
perlindungan HAM , termasuk perlidungan hak-hak minoritas karena beda agama,
ras, atau etnis.
11)
Kontrol sipil terhadap militer.
2.
Nilai-Nillai Kebersamaan yang dapat
berjalan dengan baik akan menjadi suatu kekuatan bagi bangsa Indonesia,
terutama didalam menghadapi kuatnya arus globalisasi, dan informasi saat ini.
3.
Efektivitas hukum dalam masyarakat mengandung arti bahwa daya kerja hukum
itu dalam mengatur dan/atau memaksa masyarakat untuk taat terhadap hukum.
4.
Dalam rangka
menumbuhkan sikap positif terhadap pelaksanaan UUD NRI Tahun 1945, kita perlu membangun
budaya sadar konstitusi agar masyarakat memiliki kesadaran akan hak dan
kewajiban konstitusionalnya sebagai warga negara baik perorangan maupun
kelompok melalui pemahaman nilai-nilai konstitusi UUD NRI Tahun 1945.
5.
Peranan
Nilai-nilai Konstitusi :
1) Menjaga kredibilitas dan efektivitas pelbagai lembaga publik.
2) Menjamin kehidupan demokrasi dan “public engagement”.
3) Menumbuhkan kepercayaan masyarakat dalam rangka akuntabilitas
badan-badan publik.
6. Pemahaman Nilai-nilai Konstitusi UUD NRI Tahun 1945, diharapkan dapat
digunakan sebagai bahan untuk memperluas wawasan dan mempertajam analisis guna
terwujudnya kesamaan persepsi dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara dalam melaksanakan kewenangan dan kekuasaan sesai tanggung
jawab yang dibebankan negara, senantiasa berpikir, bersikap dan bertindak
secara komprehensif dan integral, mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di
atas kepentingan pribadi, daerah dan golongan
B.
Saran
Dalam
meningkatkan Pemahaman Nilai-Nilai Konstitusi, perlu Konsepsi yang jelas dan
tegas terhadap Nilai Demokrasi, Kebersamaan, dan Ketaatan pada Hukum yang
berlaku, Oleh karena itulah kita perlu mengangkat kembali nilai-nilai
kebangsaan khususnya nilai-nilai yang terkandung dalam konstitusi UUD NRI Tahun
1945, demi meneguhkan kembali jati diri bangsa dan membangun kesadaran tentang
sistem kenegaraan yang menjadi konsensus nasional, sehingga diharapkan bangsa
Indonesia dapat tetap menjaga keutuhan dan mampu menegakkan kedaulatan Negara
Kesatuan Republik Indonesia di tengah terpaan arus globalisasi yang bersifat
multidimensial.
DAFTAR PUSTAKA
Syafran Sofyan : Implementasi
Nilai-nilai Konstitusi Dalam Meningkatkan Persatuan dan
Kesatuan
Bangsa, Tahun 2011.
Pamela Maher Wijaya,
agendadapamel.wordpress.com.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar