Kamis, 07 Mei 2015

Pembuatan Magnet dengan Cara Elektromagnet (Arus Listrik)


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Di bumi ini tentunya kita tidak asing dengan benda yang bernama magnet. Benda yang memiliki medan magnet dan dua kutub ini dapat menarik benda-benda yang mengandung unsur logam. Kita dapat menemukan magnet dimana saja, misalnya di toko mainan, toko bangunan, bahkan di bumi yang kita pijak ini terdapat sumber medan magnet yang sangat banyak. Pada magnet terdapat dua kutub, yaitu kutub utara yang selalu mengarah ke utara dan kutub selatan yang selalu mengarah ke selatan. Dan tak jarang kita juga bisa menemukan magnet di dalam alat-alat elektronik. Biasanya kita melihat magnet dalam berbagai bentuk, contohnya magnet U (sepatu kuda), magnet batang, magnet lingkaran, magnet jarum (kompas), dan lain-lain. Namun sebenarnya magnet yang ada sekarang ini, hampir semuanya adalah magnet buatan.

Magnet sebenarnya tidak hanya berupa magnet batang, jarum, lingkaran, yang biasa kita lihat pada umumnya. Tetapi magnet juga bisa dibuat dengan cara sederhana dan tidak membutuhkan bahan-bahan tertentu yang rumit seperti pada pembuatan magnet buatan. Kita hanya membutuhkan bahan-bahan sederhana yang ada di sekitar kita, dan cara pembuatannya pun tak serumit magnet buatan pabrik. 

Selain itu magnet juga sangat berguna bagi manusia. Misalnya saat kita tersesat di hutan kita dapat menggunakan kompas sebagai penunjuk jalan, dalam hal ini magnet juga ikut berperan penting. Magnet kulkas digunakan untuk menyimpan catatan di pintu kulkas. Tidak hanya itu, magnet juga sangat berguna dalam dunia kesehatan. Sejak dulu magnet sudah digunakan dalam dunia pengobatan, terutama dalam pengobatan alami (Naturopathy).
Selain karena murah, hanya dengan satu set magnetic terbukti sangat bermanfaat bagi seluruh anggota keluarga (tidak hanya untuk pengobatan, tapi juga untuk hidup sehat alami)

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasarnya?
2.      Apa yang dimaksud dengan magnet?
3.      Apa saja benda yang bersifat magnetis dan tidak magnetis?
4.      Bagaimana sifat-sifat magnet itu sendiri?
5.      Apa saja manfaat magnet dalam kehidupan sehari-hari?
6.      Apa saja alat dan bahan yang digunakan untuk membuat magnet secara sederhana?

C.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar.
2.      Untuk mengetahui pengertian magnet.
3.      Untuk mengetahui benda yang bersifat magnetis dan tidak magnetis
4.      Untuk mengetahui sifat-sifat magnet.
5.      Untuk mengetahui manfaat magnet dalam kehidupan sehari-hari.
6.      Untuk mengetahui bahan dan cara membuat magnet secara sederhana.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.    Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Ø  Standar Kompetensi        :
Memahami konsep kemagnetan dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

Ø  Kompetensi Dasar            :
Mendeskripsikan hubungan antara gaya, gerak, dan energi melalui percobaan (gaya gravitasi, gaya gesek, gaya magnet)

B.     Materi
1.      Pengertian Magnet
          Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Magnet berasal dari bahasa Yunani magnes atau magnetis lithos yang berarti batuan magnesian. Magnesia adalah nama sebuah propinsi di Yunani pada masa lalu yang kini bernama manisa (sekarang berada di wilayah Turki), di propinsi inilah pertama kali magnet di temukan. Magnet merupakan benda yang dapat menarik benda yang terbuat dari besi, baja, nikel dan kobalt. Magnet didefinisikan sebagai bahan feromagnetik dengan daerah magnetik terarah sama sehingga menghasilkan medan magnet disekitarnya.

2.      Bahan Magnetik dan Bahan Nonmagnetik
Benda  dapat digolongkan berdasarkan   sifatnya. Kemampuan suatu benda menarik benda lain yang berada didekatnya disebut kemagnetan. Berdasarkan  kemampuan   benda menarik benda lain dibedakan menjadi dua, yaitu benda magnet dan benda  bukan  magnet. Namun,  tidak  semua  benda logam yang  berada  di dekat magnet dapat ditarik. Oleh karena itu sifat kemagnetan benda dapat digolongkan menjadi:
a.       Bahan magnetik (feromagnetik), yaitu bahan yang dapat ditarik magnet   
       dengan kuat. Contoh: besi, baja, besi silikon, nikel, kobalt.
b.      Bahan non magnetic
1)      Paramagnetik, yaitu bahan yang ditarik lemah oleh magnet. Contoh: alumunium, magnesium, wolfram, platina dan kayu.
2)      Diamagnetik, yaitu bahan yang ditolak oleh magnet. Contoh: Bismuth, tembaga, emas, perak, seng, garam dapur.
Benda-benda magnetik yang bukan magnet dapat dijadikan magnet.  Benda itu ada yang  mudah  dan  ada  yang  sulit  dijadikan magnet.  Baja  sulit  untuk dibuat  magnet, tetapi  setelah  menjadi magnet sifat kemagnetannya tidak mudah hilang. Oleh karena itu, baja digunakan untuk membuat magnet tetap (magnet permanen). Besi mudah untuk dibuat magnet, tetapi jika setelah menjadi magnet  sifat kemagnetannya  mudah  hilang. Oleh  karena  itu,  besi digunakan untuk membuat magnet sementara.

Berdasarkan jenis bahan yang digunakan, magnet dapat dibedakan menjadi empat tipe:
a.       Magnet Permanen Campuran
Sifat magnet tipe ini adalah keras dan memiliki gaya tarik sangat kuat. Magnet permanen campuran dibagi menjadi:
§  Magnet alcomax, dibuat dari campuran besi dengan almunium
§  Magnet alnico, dibuat dari campuran besi dengan nikel
§  Magnet ticonal, dibuat dari campuran besi dengan kobalt
b.      Magnet Permanen Keramik
Tipe magnet ini disebut juga dengan magnadur, terbuat dari serbuk feritdan bersifat keras serta memiliki gaya tarik kuat.
c.       Magnet Besi LunakTipe magnet besi lunak disebut juga stalloy, terbuat dari 96% besi dan 4% silicon. Sifat kemagnetannya tidak keras dan sementara.
d.      Magnet Pelindung
Tipe magnet ini disebut juga mumetal, terbuat dari 74% nikel, 20% besi, 5% tembaga, dan 1% mangan. Magnet ini tidak keras dan bersifat sementara.

Berdasarkan penggolongan magnet buatan diatas serta kemampuan bahan menyimpan sifat magnetnya, kita dapat menggolongkan bahan-bahan magnetic ke dalam magnet keras dan magnet lunak. Sebagai contoh bahan-bahan magnet keras ialah baja dan alcomax. Bahan ini sangat sulit untuk dijadikan magnet. Namun demikian, setelah bahan tersebut menjadi magnet, bahan-bahan magnet keras ini akan dapat menyimpan sifat magnetiknya relative sangat lama. Karena pertimbangan atau alasan itulah bahan-bahan magnet keras ini lebih banyak dipakai untuk membuat magnet tetap (permanen). Contoh pemakaiannya adalah pita kaset dan kompas. Bahan-bahan magnet lunak, misalnya besi dan mumetal, jauh lebih mudah untuk dijadikan magnet. Namun demikian, sifat kemagnetannya bersifat sementara atau mudah hilang. Itulah sebabnya, bahan-bahan magnet lunak ini banyak dipakai untuk membuat electromagnet (magnet listrik). (Budi Prasodjo, 2007: 242-243).Magnet tetap tidak memerlukan tenaga atau bantuan dari luar untuk menghasilkan daya magnet (berelektromagnetik).

Jenis magnet tetap selama ini yang diketahui terdapat pada:
Magnet neodymium, merupakan magnet tetap yang paling kuat. Magnet neodymium (juga dikenal sebagai NdFeB, NIB, atau magnet Neo), merupakan sejenis magnet tanah jarang, terbuat dari campuran logam neodymium,
Magnet Samarium-Cobalt: salah satu dari dua jenis magnet bumi yang langka, merupakan magnet permanen yang kuat yang terbuat dari paduan samarium dan kobalt. Magnet tidak tetap (remanen) tergantung pada medan listrik untuk menghasilkan medan magnet. Contoh magnet tidak tetap adalah elektromagnet.

3.      Sifat-Sifat Magnet
Magnet memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
1)      Mampu menarik benda-benda yang mengandung bahan besi, kobalt atau nikel.
2)      Kekuatan gaya tarik magnet yang paling kuat terletak pada kutub-kutubnya. Makin dekat jarak kutub magnet terhadap suatu benda, makin kuat tarikan magnet itu.
3)      Magnet mempunyai 2 buah kutub, yaitu kutub utara (North/N) dan kutub selatan (South/S).
4)      Kutub utara magnet menunjuk ke arah selatan bumi, kutub selatan magnet menunjuk ke arah kutub utara bumi.
5)      Kutub-kutub magnet yang sama akan tolak menolak dan kutub-kutub magnet tidak sama akan tarik menarik.
6)       Gaya tarik magnet dapat menembus benda-benda tipis seperti kertas, plastik.

4.      Penggunaan Magnet dalam Kehidupan Sehari-hari
a.       Menemukan Jarum yang Jatuh di Lantai
Ketika jarum yang dipakai ibu menjahit jatuh ke lantai kalian dapat membantu menemukannya dengan bantuan magnet. Coba geser-geserkan magnet pada daerah jatuhnya jarum. Karena terbuat dari besi, jarum akan tertarik oleh magnet.

b.      Tutup Tempat Pensil
Pernahakah kalian melihat tempat pensil yang menggunakan magnet? Magnet dipasang pada tutup tempat pensil bertujuan agar dapat melekat dengan baik.
c.       Petunjuk Arah
Tahukah kalian yang disebut dengan kompas? Kompas merupakan alat penunjuk arah. Alat penunjuk arah yang ada pada kompas berupa magnet jarum

C.     Alat dan Bahan
Alat     :
1.      Gunting
2.      Gergaji
Bahan   :
1.      Baterai ukuran Besar 3 Buah
 2.   Paku besar 1 Buah
3.      Kawat Kabel
4.      Bambu yang berdiameter sama dengan baterai
5.      Paku – paku  kecil
6.      Isolatip

D.    Cara Kerja
1.      Susunlah baterai.
2.      Potong bambu sesuai dengan panjang baterai.
3.      Masukkan baterai yang sudah disusun kedalam bambu.
4.      Lilitkan paku besar dengan kawat kabel
5.      Hubungkan ujung kawat dengan ujung batrei yang telah disusun pada kutub positif dan kutub negatif.
6.      Dekatkan paku yang dililit kawat kabel pada paku-paku kecil.


BAB III
PENUTUP
A.Simpulan
            Dari hasil percobaan yang kami lakukan bahwa magnet dapat dibuat dengan cara elektromagnet (arus listrik). Hal itu dapat dibuktikan dengan menempelnya paku –paku kecil pada paku yang dililitkan kawat kabel  yang dihubungkan pada batu baterai .

B. Saran
Kami berharap dapat dijadikan panduan untuk lebih memahami elektromagnetik dan percobaan yang kami buat dapat dijadikan referensi untuk pembaca dalam menerapkan penggunaan magnet dalam kehidupan sehari – hari.



DAFTAR PUSTAKA
http://aguslamatenggo.blogspot.com/2012/05/makalah-elektromagnetik-kata-pengantar.html
Buku Paket Kelas 5 SD


Laporan Observasi Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas Rendah di SDIT Al Izzah.


BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang Masalah
Anak mengenal bahasa ketika berumur kurang dari setahun. Anak belum dapat mengucapkan kata namun mereka dapat membedakan ucapan orang dewasa. Ketika anak mulai menginjak usia untuk memasuki sekolah dasar, pelajaran bahasa Indonesia merupakan materi ajar yang sudah tidak asing untuk mereka. Namun perlu disadari pula, sebagian besar peserta didik menganggap sebelah mata terhadap pelajaran bahasa Indonesia bahkan kurang menyenangi mata pelajaran ini. Salah satu penyebabnya adalah guru memberikan pembelajaran yang membosankan dan tidak sesuai dengan kemampuan yang dimiliki peserta didik. Jika keadaan seperti itu terus terjadi, maka guru harus segera mengatasinya dengan cara mengubah model pembelajaran yang membuat pembelajaran bahasa Indonesia dapat digemari oleh peserta didik.
Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 dijelaskan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam rangka merealisasikan peraturan di atas, proses belajar mengajar perlu ditata dan terkoordinasi secara rapi, efektif dan efisien. Maka dari itu, diperlukan metode, model, strategi dan media pembelajaran yang tepat untuk mewujudkan suatu pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna.
Pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna dapat terwujud dengan menggunakan konsep pembelajaran yang sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh peserta didik. Saat proses belajar-mengajar berlangsung, peserta didik tidak merasa pembelajaran di kelas yang hanya monoton dengan guru sebagai teacher center tetapi peserta didik dapat ikut merasakan pengalaman belajar. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, peserta didik tidak hanya dituntut untuk terus mendengarkan materi dari guru tetapi mereka harus ikut aktif. Aktif yang dimaksudkan disini adalah peserta didik harus berani mengeluarkan pendapat dan percaya diri dalam berbicara.
Salah satu tugas pendidik adalah dengan menciptakan suasana kelas yang menyenangkan dan bermakna untuk peserta didik. Selain itu, guru harus memberikan pembelajaran yang tidak hanya mengembangkan aspek kognitif namun aspek keterampilan dan sikap juga perlu dikembangkan. Guru perlu menyusun sebuah rancangan pembelajaran yang menyangkut ketiga aspek di atas, sehingga hasil yang akan di dapat akan sangat menguntungkan untuk semua pihak, terutama bagi peserta didik tersebut.
Berdasarkan fakta di lapangan, pembelajaran dengan menggunakan tematis-integratif dapat menjadi suatu alternatif pembelajaran yang tepat untuk digunakan di sekolah dasar. Sudah banyak sekolah-sekolah yang menggunakan pendekatan tersebut dalam proses pembelajaran yang dilakukan. Melalui pendekatan pembelajaran tersebut, segala aspek kebahasaan dapat terintegrasi menjadi satu dan membuat pembelajaran menjadi lebih bermakna untuk peserta didik. Selain itu, anak akan ikut merasakan pengalaman pembelajaran langsung dan bukan hanya sebuah teori saja.
Peserta didik pada tingkatan kelas rendah yang terdiri dari kelas satu, dua, dan tiga (Supandi, 1992: 44). Usia pada tingkat kelas rendah yaitu enam atau tujuh sampai delapan atau sembilan tahun. Peserta didik yang berada pada tingkat ini termasuk dalam rentangan anak usia dini. Oleh karena itu, pada masa ini seluruh potensi yang dimiliki peserta didik perlu didorong sehingga akan berkembang secara optimal. Selain itu pada tingkatan ini adalah masa dimana peserta didik masih dalam tahapan bermain, sehingga diperlukan proses pembelajaran yang tidak membuat mereka merasa terkekang untuk belajar.
Dari fakta di lapangan, kurangnya pengawasan dari guru membuat banyak diantara peserta didik yang kurang memperhatikan ketika pembelajaran sedang berlangsung. Peserta didik lebih memilih memainkan perlengkapan yang dibawa atau berbincang-bincang dengan teman di depannya.  Selain karena faktor di atas, penyebab lainnya adalah dari penataan tempat duduk peserta didik yang masih bermasalah karena harus membelakangi guru dan membuat anak menjadi tidak fokus pada guru.
Guru perlu menerapkan model pembelajaran yang sesuai agar pembelajaran bahasa Indonesia dapat berlangsung dengan baik dan bermakna. Salah satu model pembelajaran yang ditemukan di lapangan adalah model pembelajaran bermain peran (role playing). Ketika pembelajaran bahasa Indonesia diterapkan dengan model tersebut, peserta didik terlihat antusias meskipun keadaan kelas menjadi kurang kondusif. Banyak diantara siswa yang lebih memilih untuk berbincang dengan teman-teman mereka daripada memperhatikan pembelajaran. Selain itu, saat siswa diajak untuk berlatih berbicara banyak yang masih kurang percaya diri dan perlu dituntun oleh guru. Maka diperlukan pengawasan yang ekstra dari guru kelas agar proses pembelajaran dengan model tersebut dapat berjalan dengan baik.
Salah satu keterampilan berbahasa adalah menulis. Dari fakta di lapangan, Pada kegiatan menulis beberapa peserta didik masih banyak yang mengalami kekeliruan dan memerlukan perbaikan atau koreksi dari guru. Kesulitan yang dialami adalah berkaitan dengan kegiatan menulis permulaan seperti, sulit untuk membedakan penggunaan huruf kapital dan huruf kecil serta penulisan nama orang.
Selain hal-hal yang telah disebutkan di atas, dari segi penilaian untuk peserta didik, guru harus memberikan penilaian yang objektif. Dalam penerapannya, beberapa guru sudah menerapkan sistem penilaian menyeluruh yang dimulai dari sikap, keterampilan dan pengetahuan pada peserta didik. Pada pembelajaran diterapkan pula penilaian dengan sistem poin kelompok yang membuat peserta didik bersemangat dalam pembelajaran.  
Pada akhirnya, hal terbaik yang bisa dilakukan untuk menyikapi permasalahan di atas adalah dengan ditingkatkannya pantauan guru terhadap peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung. Pembelajaran perlu diberikan selingan berupa nyanyian, tepuk tangan dan permainan sederhana yang membuat siswa tidak bosan dalam belajar dan fokus peserta didik jadi lebih terarah.
Dalam hal pengaturan tempat duduk, dapat menggunakan pola letter U, dengan begitu tubuh peserta didik tidak harus membelakangi guru atau papan tulis dan pandangan lebih terarah. Selain itu, pola tersebut dapat membuat nyaman siswa ketika proses pembelajaran dan guru dapat memperhatikan setiap siswa dengan teliti. Dalam penggunaan model bermain peran (role playing) meskipun terdapat kekurangan, tetapi model tersebut sudah baik diterapkan di sekolah dasar khususnya di kelas rendah. Sedangkan model pembelajaran membaca menulis permulaan, juga hanya perlu latihan dan perbaikan kembali agar tidak terjadi masalah yang akan dilakukan oleh siswa kembali.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis merasa perlu untuk mengadakan observasi dan membuat laporan observasi serta memberikan alternatif solusi dari semua masalah dalam pembelajaran bahasa Indonesia yang ada. Sehingga diharapkan perbaikan dari berbagai pihak dapat dilakukan.
Objek observasi ini adalah SDIT Al Izzah – Serang dengan alasan yang mendasarinya adalah karena sekolah tersebut merupakan salah satu sekolah terbaik di Kota Serang. Penulis mengobservasi kelas satu Ali bin Abi Thalib. Hal-hal yang diobservasi meliputi bagaimana proses pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah tersebut, model pembelajaran seperti apa yang digunakan dalam pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah tersebut, permasalahan yang muncul dalam proses pembelajaran, dan sistem penilaian yang diterapkan.

  1. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari observasi ini adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimanakah proses dan langkah-langkah kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah tersebut?
2.      Apa saja pendekatan dan model pembelajaran yang diterapkan di sekolah tersebut dengan mengacu pada pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna?
3.      Apa saja kendala dan masalah yang muncul dalam pembelajaran bahasa Indonesia?
4.      Bagaimanakah penilaian pembelajaran yang diterapkan pada sekolah tersebut? 

  1. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka diketahuilah tujuan-tujuan yang ingin dilakukan, yaitu:
1.      Untuk mengetahui proses dan langkah-langkah kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah tersebut.
2.      Untuk mengetahui pendekatan dan model pembelajaran yang diterapkan di sekolah tersebut dan menilai keseusaian dengan pembelajaran bahasa Indonesia yang dilakukan.
3.      Untuk mengetahui dan membahas masalah yang muncul dalam pembelajaran bahasa Indonesia serta memberikan alternatif solusi pemecahan masalah.
4.      Untuk mengetahui penilaian pembelajaran yang diterapkan di sekolah tersebut.

  1. Manfaat
1.      Manfaat Teoritis
Observasi ini diharapkan dapat berkontribusi bagi Pembelajaran Bahasa Indonesia terutama di Sekolah Dasar Kelas Rendah. Dan diharapkan dari hasil observasi ini dapat menambah khasanah pustaka di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa tempat penulis menimba ilmu di bangku perkuliahan. Selain juga dapat menjadi salah satu acuan kepada pihak-pihak yang mungkin ke depan akan melakukan observasi dalam bidang yang sama atau berkaitan dengan apa yang penulis lakukan saat ini.
  
2.      Manfaat Praktis
a.       Bagi peserta didik
Hasil observasi ini diharapkan mampu menambah wawasan dan pengetahuan serta minat terhadap pembelajaran bahasa Indonesia bagi peserta didik di sekolah.
b.      Bagi pendidik
Hasil observasi ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan kemampuan pendidik mengenai pembelajaran bahasa Indonesia yang menyenangkan dan bermakna dengan menyuguhkan model pembelajaran yang menarik minat siswa untuk belajar.
c.       Bagi kepala sekolah
Hasil observasi ini diharapkan mampu dijadikan sebagai bahan masukan untuk supervisi terhadap program pengajaran dan kinerja pendidik.
d.      Bagi observer
Hasil observasi ini diharapkan mampu menambah wawasan dari pentingnya pengetahuan mengenai pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar khususnya kelas rendah dan model pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna untuk siswa. Selain itu hasil observasi ini dapat menjadi acuan untuk observer mengenai tugas guru untuk memberikan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat.
e.       Bagi observer lain
Hasil observasi ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi pihak-pihak yang mungkin sedang berada dalam situasi yang sama dengan apa yang dilakukan di dalam observasi ini.
BAB II
KAJIAN TEORI

  1. Deskripsi Teori
a.      Pendekatan Pembelajaran Tematis – Integratif untuk Sekolah Dasar
Yang dimaksud dengan pendekatan tematis - integratif adalah pembelajaran bahasa harus dilaksanakan dalam situasi dan kondisi yang sewajarnya. Pengorganisasian materi tidak diwujudkan dalam bentuk pokok bahasan secara terpisah tetapi diikat dengan menggunakan tema-tema tertentu dengan menganut asas kesederhanaan, kebermaknaan dalam komunikasi, kewajaran konteks, keluwesan (disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, dan tempat), keterpaduan, dan kesinambungan berbagai segi dan keterampilan berbahasa. Unsur-unsur bahasa dipelajari dalam konteks wacana dan penggunaan bahasa selalu berada dalam integrasi berbagai keterampilan berbahasa.
Pendekatan tematis - integratif ini dituangkan dalam rambu-rambu pembelajaran, yang antara lain berupa:
a)      Tema yang digunakan untuk pengembangan dan perluasan kosa kata siswa serta sebagai pemersatu kegiatan belajar bahasa Indonesia siswa sehingga pembelajaran bahasa Indonesia berlangsung dalam suasana kebahasaan yang wajar,
b)      Pembelajaran bahasa Indonesia mencakup aspek mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Pembinaan keempat aspek ini harus dilakukan secara terintegrasi.
Lewat kegiatan pengajaran membaca, pemahaman tentang ejaan, tanda baca, kosakata, kalimat, makna, dan penanda hubungan kewacanaan terolah secara serempak. Selain itu, guru akan merasakan bahwa pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh setelah membaca ternyata juga berperanan dalam mengembangkan kemampuan menulis, bermanfaat ketika melakukan kegiatan wicara, baik yang  formal maupun informal.
Selain itu, pengalaman dan pengetahuan tersebut juga membantu mengembangkan kemampuan menyimak. Berdasarkan pengalaman demikian, maka guru dapat menarik kesimpulan bahwa dalam  belajar bahasa, jabaran  butir pembelajaran  yang satu dengan yang lain tidak dapat disusun dalam tata urutan yang terpisah-pisah. Pembelajaran yang berkaitan dengan materi kebahasaan, kesusastraan, menyimak, membaca, wicara, menulis, harus dijalin secara padu.
Selain bentuk keterpaduan yang dirancang dalam lingkup satu bidang studi (intra bidang studi), keterpaduan pembelajaran dapat dilakukan dalam bentuk lintas bidang studi (antarbidang studi). Ditinjau dari cara memadukan konsep, keterampilan, topik, dan unit tematisnya maka guru bisa memilih salah satu dari sepuluh cara merencanakan pembelajaran terpadu. Kesepuluh cara itu adalah pemaduan dengan bentuk  (l) fragmented, (2) connected, (3) nested, (4) sequented, (5) shared, (6) webbed, (7) threated, (8) integrated, (9) immersed, dan (l0) networked (Fogarty, l99l).
Pembelajaran tematik lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses belajar secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman langsung dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajarinya. Melalui pengalaman langsung siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dipahaminya.

Dalam implementasi pembelajaran tematik di sekolah dasar mempunyai berbagai implikasi yang mencakup:
·         Implikasi bagi guru, pembelajaran tematik memerlukan guru yang kreatif baik dalam menyiapkan kegiatan/pengalaman belajar bagi anak, juga dalam memilih kompetensi dari berbagai mata pelajaran dan mengaturnya agar pembelajaran menjadi lebih bermakna, menarik, menyenangkan dan utuh.
·         Implikasi bagi siswa:
1)      Siswa harus siap mengikuti kegiatan pembelajaran yang dalam pelaksanaannya; dimungkinkan untuk bekerja baik secara individual, pasangan, kelompok kecil ataupun klasikal.
2)      Siswa harus siap mengikuti kegiatan pembelajaran yang bervariasi secara aktif misalnya melakukan diskusi kelompok, mengadakan penelitian sederhana, dan pemecahan masalah.
Resmini (2006:19) berpendapat bahwa pembelajaran tematik memiliki kelebihan dan kelemahan.  Di antaranya sebagai berikut:
·         Kelebihan Pembelajaran Tematik
1)Menyenangkan karena bertolak dari minat dan kebutuhan siswa.
2)Siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk mengembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari matapelajaran lain.
3)Siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu.
4)Siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar matapelajaran dalam tema yang sama.
5)Siswa mampu lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas.
6)Pengalaman dan kegiatan belajar relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan siswa.
7)Pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan
8)Hasil belajar akan bertahan lebih lama karena lebih berkesan dan bermakna.
9)Menumbuhkan keterampilan sosial, seperti bekerja sama, toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain.
10)  Mendorong guru berkreatifitas, sehingga guru dituntut untuk memiliki wawasan, pemahaman, dan kreatifitas dalam pembelajaran.
11)  Kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengkaitkan matapelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa.
12)  Memberikan guru untuk mengembangkan situasi pembelajaran yang utuh, dinamis, menyeluruh, dan bermakna sesuai kemampuan, kebutuhan, dan kesiapan siswa.
13)  Mempermudah dan memotivasi siswa untuk mengenal, menerima, menyerap, dan memahami hubungan antara konsep, pengetahuan, dan nilai yang terdapat dalam setiap mata pelajaran.
14)  Menghemat waktu, tenaga, biaya dan sarana, juga menyederhanakan langkah-langkah pembelajaran.hal ini karena mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat dipersiapkaan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan.
·         Kekurangan Pembelajaran Tematik:
1)      Menuntut peran guru yang memiliki pengetahuan dan wawasan luas, kreatifitas tinggi, keterampilan, kepercayaan diri dan etos akademik yang tinggi, dan berani untuk mengemas dan mengembangkan materi. Namun tidak setiap guru mampu mengintegrasikan kurikulum dengan konsep-konsep yang ada dalam mata pelajaran secara tepat.
2)      Dalam pengembangan kreatifitas akademik, menuntut kemampuan belajar siswa yang baik dalam aspek intelegensi.
3)      Pembelajaran tematik memerlukan sarana dan sumber informasi yang cukup banyak dan beragam serta berguna untuk mengembangkan wawasan dan pengetahuan yang diperlukan.
4)      Memerlukan jenis kurikulum yang terbuka untuk pengembangannya.
5)      Pembelajaran tematik memerlukan system penilaian dan pengukuran (obyek, indikator, dan prosedur) yang terpadu.

b.      Model Pembelajaran Bermain Peran (Role Playing)
Pada dasarnya, bermain memiliki dua pengertian yang harus dibedakan. Bermain menurut pengertian yang pertama dapat bermakna sebagai sebuah aktifitas bermain yang murni mencari kesenangan tanpa mencari “menang-kalah” (play). Sedangkan yang kedua disebut sebagai aktifitas bermain yang dilakukan dalam rangka mencari kesenangan dan kepuasan, namun ditandai dengan adanya pencarian “menang-kalah” (game). Peran (role) bisa diartikan sebagai cara seseorang berperilaku dalam posisi dan situasi tertentu (Ginanjar, 2013). Pengertian peran dapat didefinisikan sebagai suatu rangkaian  perasaan, ucapan dan tindakan, sebagai suatu pola hubungan unik yang ditunjukkan oleh individu terhadap individu lain (Mulyasa, 2013: 112).
Bermain peran pada prinsipnya merupakan metode untuk menghadirkan  peran-peran yang ada dalam dunia nyata ke dalam suatu pertunjukan peran di dalam kelas atau pertemuan, yang kemudian dijadikan sebagai bahan refleksi agar peserta memberikan penilaian terhadap peran tersebut (Devi, 2010: 11). Menurut Nana Sudjana, bermain peran adalah suatu teknik kegiatan  belajar yang menekankan pada kemampuan penampilan warga belajar untuk memerankan suatu status atau fungsi suatu pihak-pihak lain yang terdapat pada dunia kehidupan. Sejalan dengan pendapat tersebut Syaiful Sagala mendefinisikan metode bermain peran adalah metode mengajar yang dalam pelaksanannya peserta didik mendapat tugas dari guru untuk mendramatisasikan suatu situasi sosial yang mengandung suatu problem agar peserta didik dapat memecahkan masalah yang muncul dari situasi sosial (Suharto, 2013: 417-418).
Bermain peran merupakan penerapan pengajaran berdasarkan pengalaman. Bermain peran memungkinkan para siswa mengidentifikasi situasi-situasi dunia nyata dan dengan ide-ide orang lain, identifikasi. Metode bermain peran tersebut mungkin cara untuk mengubah perilaku dan sikap sebagaiman siswa menerima karakter orang lain (Hamalik, 2008: 214). Alasan diterapkannya metode pembelajaran bermain peran dalam kegiatan belajar mengajar adalah untuk penanaman dan pengembangan konsep, nilai, moral, serta norma. Hal ini dapat dicapai bila para peserta didik secara langsung bekerja dan melakukan interaksi satu sama lainnya dan melakukan pemecahan masalah melalui peragaan.
Metode ini mampu menghasilkan suatu pengalaman yang berharga bagi para peserta didik (Vera, 2012: 127). Menurut Majid, role playing atau bermain peran adalah metode  pembelajaran sebagai bagian dari simulasi yang diarahkan untuk mengkreasi peristiwa sejarah, mengkreasi peristiwa-peristiwa aktual, atau kejadian-kejadian yang mungkin muncul pada masa mendatang (Majid, 2014: 163). Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran bermain peran (role playing) adalah cara yang digunakan guru dalam proses pembelajaran dengan memberikan suatu topik/masalah yang dipecahkan oleh peserta didik dengan memainkan peran dalam hal ini terkait dengan pembelajaran.
Tujuan yang diharapkan dengan penggunaan metode bermain peran (role playing) menurut Syaiful dalam (Syaiful Bahri, 2010: 88) antara lain adalah:
1.      Agar siswa dapat menghayati dan menghargai perasaan orang lain.
2.      Dapat belajar bagaimana membagi tanggung jawab.
3.      Dapat belajar bagaimana mengambil keputusan dalam situasi kelompok secara spontan.
4.      Merangsang kelas untuk berpikir dan memecahkan masalah.
Kemudian menurut Dana (Craciun, 2010:176), tujuan dari penggunaan metode bermain peran (role playing) adalah:
1.      Mendorong siswa untuk menciptakan realitas mereka sendiri;
2.      Mengembangkan kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain;
3.      Meningkatkan motivasi belajar siswa;
4.      Melibatkan para siswa pemalu dalam kegiatan kelas;
5.      Membuat rasa percaya diri siswa;
6.      Membantu siswa untuk mengidentifikasi dan kesalahpahaman yang  benar;
7.      Menunjukkan siswa bahwa dunia nyata yang kompleks dan masalah yang muncul di dunia nyata tidak dapat diselesaikan dengan hanya menghafal informasi;
8.      Menggaris bawahi penggunaan simultan keahlian yang berbeda (yang diperoleh secara terpisah).
Langkah-langkah pelaksanaan metode bermain peran (role playing) agar berhasil dengan baik menurut (Suharto, 2013: 418) yaitu:
·         Guru harus menerangkan dan memperkenalkan kepada siswa tentang teknik pelaksanaan metode bermain peran ini.
·         Guru menunjuk beberapa siswa yang akan bermain peran dimana masing-masing akan mencari pemecahan masalah sesuai dengan  perannya sementara siswa yang lain menjadi penonton dengan tugas-tugas tertentu pula.
·         Guru harus memilih masalah yang urgen sehingga menarik minat siswa.  
·         Guru harus dapat menceritakan peristiwa yang akan diperankan sambil mengatur adegan yang pertama agar siswa memahami peristiwanya.
·         Guru memberikan penjelasan kepada pemeran dengan sebaik-baiknya, agar mengetahui tugas peranannya, menguasai masalahnya dan pandai  berekspresi maupun berdialog.
·         Siswa yang tidak bermain peran menjadi penonton yang aktif, disamping mendengar dan melihat, siswa harus memberikan saran dan kritik kepada siswa yang telah bermain peran.
·         Bila siswa belum terbiasa, perlu dibantu guru dalam menimbulkan kalimat pertama dalam dialog.
·         Setelah bermain peran mencapai situasi klimaks, maka harus dihentikan agar kemungkinan-kemungkinan pemecahan masalah dapat didiskusikan secara umum. Sehingga para penonton ada kesempatan untuk berpendapat, menilai permainan dan sebagainya. Bermain peran  juga dapat dihentikan bila sedang menemui jalan buntu.
·         Sebagai tindak lanjut dari hasil diskusi, dilakukan tanya jawab, diskusi atau membuat karangan yang berbentuk sandiwara.
Metode bermain peran (role playing ) mempunyai beberapa kelebihan dan juga mempunyai beberapa kekurangan antara lain adalah sebagai berikut:
a.       Kelebihan Role Playing
1.      Menurut Syaiful Sagala (Suharto, 2013: 418), kelebihan metode  bermain peran (role playing) antara lain:
·         Siswa melatih dirinya untuk malatih memahami dan mengingat isi  bahan yang akan diperankan.  
·         Siswa akan terlatih untuk berinisiatif dan berkreatif.
·         Bakat yang terdapat pada siswa dapat dipupuk sehingga dimungkinkan akan muncul atau tumbuh bibit seni peran di sekolah.
·         Kerjasama antar pemain dapat ditumbuhkan dan dibina dengan sebaik-baiknya.
·         Siswa memperoleh kebiasaan untuk menerima dan membagi tanggung jawab dengan sesamanya.
·         Bahasa lisan siswa dibina dengan baik agar mudah dipahami orang.
2.      Menurut Adelia Vera (Vera, 2012: 128-129), metode  bermain peran memiliki kelebihan diantaranya :
·         Dapat menjabarkan pengertian (konsep) dalam bentuk praktik dan contoh-contoh yang menyenangkan.  
·         Dapat menanamkan semangat peserta didik dalam memecahkan masalah ketika memerankan sekenario yang dibuat.
·         Dapat membangkitkan minat peserta didik terhadap materi pelajaran yang diajarkan.
·         Permainan peran bisa pula memupuk dan mengembangkan suatu rasa kebersamaan dan kerjasama antar peserta didik ketika memainkan sebuah peran.
·         Keterlibatan para peserta permainan peran bisa menciptakan baik  perlengkapan emosional maupun intelektual pada masalah yang dibahas.

b.      Kekurangan Role Playing:
1.      Metode bermain peranan memerlukan waktu yang relatif  panjang/banyak.
2.      Memerlukan kreativitas dan daya kreasi yang tinggi dari pihak guru maupun murid. Dan ini tidak semua guru memilikinya.
3.      Kebanyakan siswa yang ditunjuk sebagai pemeran merasa malu untuk memerlukan suatu adegan tertentu.
4.      Apabila pelaksanaan sosiodrama dan bermain pemeran mengalami kegagalan, bukan saja dapat memberi kesan kurang baik, tetapi sekaligus berarti tujuan pengajaran tidak tercapai.
5.      Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui metode ini.
6.      Sebagian besar anak yang tidak ikut drama mereka menjadi kurang aktif.
7.      Kelas lain sering terganggu oleh suara pemain dan penonton yang kadang-kadang bertepuk tangan.

c.       Model Pembelajaran Membaca dan Menulis Permulaan
1.      Membaca Permulaan
Membaca permulaan dalam pengertian ini adalah membaca permulaan dalam teori keterampilan, maksudnya menekankan pada proses penyandian membaca secara mekanikal. Membaca permulaan yang menjadi acuan adalah membaca merupakan proses recoding dan decoding (Anderson, 1972: 209). Membaca merupakan suatu proses yang bersifat fisik dan psikologis. Proses yang bersifat fisik berupa kegiatan mengamati tulisan secara visual. Dengan indera visual, pembaca mengenali dan membedakan gambar-gambar bunyi serta kombinasinya. Melalui proses recoding, pembaca mengasosiasikan gambar-gambar bunyi beserta kombinasinya itu dengan bunyi-bunyinya. Dengan proses tersebut, rangkaian tulisan yang dibacanya menjelma menjadi rangkaian bunyi bahasa dalam kombinasi kata, kelompok kata, dan kalimat yang bermakna.
Disamping itu, pembaca mengamati tanda-tanda baca untuk mrmbantu memahami maksud baris-baris tulisan. Proses psikologis berupa kegiatan berpikir dalam mengolah informasi. Melalui proses decoding, gambar-gambar bunyi dan kombinasinya diidentifikasi, diuraikan kemudian diberi makna. Proses ini melibatkan knowledge of the world dalam skemata yang berupa kategorisasi sejumlah pengetahuan dan pengalaman yang tersimpan dalam gudang ingatan (Syafi’ie, 1999:7).
Pada tingkatan membaca permulaan, pembaca belum memiliki ketrampilan kemampuan membaca yang sesungguhnya, tetapi masih dalam tahap belajar untuk memperoleh keterampilan atau kemampuan membaca. Membaca pada tingkatan ini merupakan kegiatan belajar mengenal bahasa tulis. Melalui tulisan itulah siswa dituntut dapat menyuarakan lambang-lambang bunyi bahasa tersebut, untuk memperoleh kemampuan membaca diperlukan tiga syarat, yaitu kemampuan membunyikan:
1.    Lambang-lambang tulis,
2.    Penguasaan kosakata untuk memberi arti, dan
3.    Memasukkan makna dalam kemahiran bahasa.
Membaca permulaan merupakan suatu proses keterampilan dan kognitif. Proses keterampilan menunjuk pada pengenalan dan penguasaan lambang-lambang fonem, sedangkan proses kognitif menunjuk pada penggunaan lambang-lambang fonem yang sudah dikenal untuk memahami makna suatu kata atau kalimat.
Pembelajaran memabaca permulaan diberikan di kelas I dan II. Tujuannya adalah agar siswa memiliki kemampuan memahami dan menyuarakan tulisan dengan intonasi yang wajar, sebagai dasar untuk dapat membaca lanjut (Akhadiah, 1991/1992: 31). Pembelajaran membaca permulaan merupakan tingkatan proses pembelajaran membaca untuk menguasai sistem tulisan sebagai representasi visual bahasa. Tingkatan ini sering disebut dengan tingkatan belajar membaca (learning to read). Membaca lanjut merupakan tingkatan proses penguasaan membaca untuk memperoleh isi pesan yang terkandung dalam tulisan.Tingkatan ini disebut sebagai membaca untuk belajar (reading to learn). Kedua tingkatan tersebut bersifat kontinum, artinya pada tingkatan membaca permulaan yang fokus kegiatannya penguasaan sistem tulisan, telah dimulai pula pembelajaran membaca lanjut dengan pemahaman walaupun terbatas. Demikian juga pada membaca lanjut menekankan pada pemahaman isi bacaan, masih perlu perbaikan dan penyempurnaan penguasaan teknik membaca permulaan (Syafi’ie, 1999: 16).

2.      Menulis Permulaan
Menulis adalah melahirkan pikiran atau gagasan (seperti mengarang,membuat surat) dengan tulisan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1993: 968) menurut pengertian ini menulis merupakan hasil, yaitu melahirkan pikiran dalam perasaan kedalam tulisan. Menulis atau mengarang adalah proses menggambarkan suatu bahasa sehingga pesan yang disampaikan penulis dapat dipahami pembaca (Tarigan, 1986:21). Dari pengertian menulis tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa menulis adalah proses mengungkapkan gagasan, pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan.
3.      Metode Membaca dan Menulis Permulaan
Dalam pembelajaran membaca permulaan, ada berbagai metode yang dapat dipergunakan, antara lain:
·         Metode abjad dan metode bunyi
Menurut Alhkadiah, kedua metode ini sudah sangat tua. Menggunakan kata-kata lepas, misalnya:
Metode abjad              : bo-bo-bobo,        la-ri-lari
Metode bunyi              : na-na-nana,         lu-pa-lupa
·         Metode kupas rangkai suku kata dan metode lembaga
Kedua metode ini menggunakan cara mengurai dan merangkaikan. Misalnya:
Metode kupas rangkai suku kata        : ma ta-ma ta,         pa pa-pa pa
Metode kata lembaga                         :   Bola-bo-la-b-o-l-a-b-o-l-a-bola
·         Metode global
Metode global timbul sebagai akibat adanya pengaruh aliran psikologi Gestalt, yang berpendapat bahwa suatu kebulatan atau kesatuan akan lebih bermakna daripada jumlah, bagian-bagiannya.Memperkenalkan kepada siswa beberapa kalimat, untuk dibaca.
·         Metode Struktual Analitik Sinteksis (SAS).(Alhkadiah, 1992: 32-34).
Metode ini dibagi menjadi 2 tahap, yaitu: (1) tanpa buku (2) menggunakan buku.Mengenai itu, Momo (1987) mengemukakan beberapa cara yaitu:
1.      Tahap tanpa buku, dengan cara:
·      Merekam bahasa siswa
·      Menampilakn gambar sambil bercerita
·      Membaca gambar
·      Membaca gambar dengan kartu kalimat
·      Membaca kalimat secara struktual (S)
·      Proses Analitik (A)
·      Proses Sintetik (S)
2.      Tahap dengan buku, dengan cara:
·         Membaca buku pelajaran
·         Membaca majalah bergambar
·         Membaca bacaan yang disususn oleh guru dan siswa.
·         Membaca bacaan yang disusun oleh siswa secara berkelopok.
·         Membaca bacaan yang disusun oleh siswa secara individual.
Metode ini yang dipandang paling cocok dengan jiwa anak atau siswa adalah metode SAS menurut Supriyadi dkk (1992). Alasan mengapa metode SAS ini dipandang baik adalah:
·       Metode ini menganut prinsip ilmu bahasa umum, bahwa bentuk
bahasa yang terkecil adalah kalimat.
·       Metode ini memperhitungkan pengalaman bahasa anak.
·       Metode ini menganut prinsip menemukan sendiri.
Kelemahan metode SAS, yaitu:
·         Kurang praktis.
·         Membutuhkan banyak waktu.
·         Membutuhkan alat peraga.

d.      Penataan Tempat Duduk Siswa
Penataan tempat duduk adalah salah satu upaya yang dilakukan oleh guru dalam mengelola kelas. Karena pengelolaan kelas yang efektif akan menentukan hasil pembelajaran yang dicapai. Dengan penataan tempat duduk yang baik maka diharapkan akan menciptakan kondisi belajar yang kondusif, dan juga menyenangkan bagi siswa. Pembelajaran yang efektif dapat bermula dari iklim kelas yang dapat menciptakan suasana belajar yang menggairahkan, untuk itu perlu diperhatikan pengaturan/ penataan ruang kelas dan isinya, selama proses pembelajaran. Lingkunagan kelas perlu ditata dengan baik sehingga memungkinkan terjadinya interaksi yang aktif antara siswa dengan guru, dan antar siswa. Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan oleh guru dalam menata lingkungan fisik kelas menurut Loisell (Winataputra, 2003: 9.22) yaitu:
1.      Visibility (Keleluasaan Pandangan)
Visibility artinya penempatan dan penataan barang-barang di dalam kelas tidak mengganggu pandangan siswa, sehingga siswa secara leluasa dapat memandang guru, benda atau kegiatan yang sedang berlangsung. Begitu pula guru harus dapat memandang semua siswa kegiatan pembelajaran.
2.      Accesibility (mudah dicapai)
Penataan ruang harus dapat memudahkan siswa untuk meraih atau mengambil barang-barang yang dibutuhkan selama proses pembelajaran. Selain itu jarak antar tempat duduk harus cukup untuk dilalui oleh siswa sehingga siswa dapat bergerak dengan mudah dan tidak mengganggu siswa lain yang sedang bekerja.
3.      Fleksibilitas (Keluwesan)
Barang-barang di dalam kelas hendaknya mudah ditata dan dipindahkan yang disesuaikan dengan kegiatan pembelajaran. Seperti penataan tempat duduk yang perlu dirubah jika proses pembelajaran menggunakan metode diskusi, dan kerja kelompok.
4.      Kenyamanan
Kenyamanan disini berkenaan dengan temperatur ruangan, cahaya, suara, dan kepadatan kelas.
5.      Keindahan
Prinsip keindahan ini berkenaan dengan usaha guru menata ruang kelas yang menyenangkan dan kondusif bagi kegiatan belajar. Ruangan kelas yang indah dan menyenangkan dapat berengaruh positif pada sikap dan tingkah laku siswa terhadap kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan.
Penyusunan dan pengaturan ruang belajar hendaknya memungkinkan anak duduk bekelompok dan memudahkan guru bergerak secara leluasa untuk membantu dan memantau tingkah laku siswa dalam belajar. Dalam pengaturan ruang belajar, hal-hal berikut perlu diperhatikan menurut Conny Semawan, dkk. yaitu:
1)      Ukuran bentuk kelas
2)      Bentuk serta ukuran bangku dan meja
3)      Jumlah siswa dalam kelas
4)      Jumlah siswa dalam setiap kelompok
5)      Jumlah kelompok dalam kelas
6)      Komposisi siswa dalam kelompok (seperti siswa yang pandai dan kurang pandai, pria dan wanita).
Tempat duduk merupakan fasilitas atau barang yang diperlukan oleh siswa dalam proses pembelajaran terutama dalam proses belajar di kelas di sekolah formal.tempat duduk dapat mempengaruhi proses pembelajaran siswa, bila tempat duduknya bagus, tidak terlalu rendah, tidak terlalu besar, bundar, persegi empat panjang, sesuai dengan keadaan tubuh siswa. Maka siswa akan merasa nyaman dan dapat belajar dengan tenang. Hal yang tidak boleh kita lupakan bahwa dalam penataan tempat duduk siswa tersebut guru tidak hanya menyesuaikan dengan metode pembelajaran yang digunakan saja. Tetapi seorang guru perlu mempertimbangkan karakteristik individu siswa, baik dilihat dari aspek kecerdasan, psikologis, dan biologis siswa itu sendiri. Hal ini penting karena guru perlu menyusun atau menata tempat duduk yang dapat memberikan suasana yang nyaman bagi para siswa.
Silberman menunjukkan penataan tempat duduk siswa yang dapat dipilih dalam proses pembelajaran adalah: model huruf U, corak tim, meja konferensi, lingkaran, susunan chevron, auditorium, model tradisional.
1.      Huruf U

Formasi kelas bentuk huruf U sangat menarik dan mampu mengaktifkan para siswa, sehingga mampu membuat mereka antusias untuk mengikuti pelajaran. Dalam hal ini guru adalah orang yang paling aktif dengan bergerak dinamis ke segala arah dan langsung berinteraksi secara langsung, sehingga akan mendapatkan respon dari pendidik secara langsung.
2.      Corak Tim

Pada model ini, meja-meja dikelompokkan setengah lingkaran atau oblong di ruang tengah kelas agar memungkinkan guru melakukan interaksi dengan setiap tim (kelompok siswa). Guru dapat meletakkan kursi-kursi mengelilingi meja-meja guna menciptakan suasana yang akrab. Siswa juga dapat memutar kursi melingkar menghadap ke depan ruang kelas untuk melihat guru atau papan tulis. 
3.      Meja Koferensi

Formasi konferensi sangat bagus digunakan dalam metode debat saat membahas suatu permasalahan yang dilontarkan oleh pendidik, kemudian membiarkan para siswa secara bebas mengemukakan berbagai pendapat mereka. Denagn begitu akan didapatkan sebuah kesimpulan atau bahkan dapat memunculkan permasalahan baru yang bisa dibahas lagi pada pertemuan berikutnya.
4.      Lingkaran
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEizq-dm_G6p-GzwQBARsnrEK9pV2kAMTyzrSvYHlEOO_E_BhYhk_4q6JaMkzeCFjxNA31LTLMb1e5J5DgwhPVho02Dtuby4Cmk6xFDANBQqwCVHCE6ydSabsYY7xWL7rpp34ZluAHDey28n/s1600/d.JPG
Dalam model ini, tempat duduk siswa disusun dalam bentuk lingkaran sehingga mereka dapat berinteraksi berhadap-hadapan secara langsung. Model lingkaran seperti ini cocok untuk diskusi kelompok penuh.

5.      Susunan Chevron

Bentuk cevron mungkin bisa sangat membantu dalam usaha mengurangi jarak di antarsiswa maupun antar siswa dengan guru, sehingga siswa dan guru mempunyai pandangan yang lebih baik terhadap lingkungan kelas dan mampu aktif dalam pembelajaran di kelas. Formasi ini memberikan sudut pandang baru bagi siswa, sehingga mereka mampu menjalani proses belajar-mengajar dengan antusias, menyenangkan, dan terfokus.
6.      Auditorium

Formasi auditorium merupakan tawaran alternatif dalam menyusun ruang kelas. Meskipun bentuk auditorium menyediakan lingkungan yang sangat terbatas untuk belajar aktif, namun hal ini dapat dicoba untuk mengurangi kebosanan siswa yang terbiasa dalam penataan ruang secara konvensional (tradisional). Jika tempat duduk sebuah kelas dapat dengan mudah dipindah-pindahkan, maka guru dapat membuat bentuk pembelajran ala auditorium untuk membentuk hubungan yang lebih erat, sehingga memudahkan siswa melihat guru.
7.      Tradisional

Formasi Tradisional adalah formasi yang biasa kita temui dalam kelas-kelas tradisional yang memungkinkan para siswa duduk berpasangan dalam satu meja dengan dua kursi. Namun, model ini sangat memiliki keterbatasan yaitu pandangan teman yang berada di kelas terutama di belakang sering terganggu.
Kelebihan dan kekurangan masing-masing formasi (simulasi)
1.      Huruf U
·         Kelebihan              : guru dapat menjangkau seluruh peserta didik
  sehingga pembelajaran dapat maksimal.
·         Kekurangan           : kondisi ini digunakan untuk kelas yang jumlah
  siswanya tidak terlalu banyak.

2.      Corak Tim
·         Kelebihan              : memungkinkan guru melakukan interaksi dengan
  setiap tim (kelompok siswa). Siswa juga dapat
  mendiskusikan masalah belajarnya dengan siswa
  satu kelompoknya dan dapat memaksimalkan
  kegiatan belajarnya dengan baik.
·         Kekurangan           : kondisi kelas biasanya ramai dan materi yang
  disampaikan tidak dapat disampaikan secara
  maksimal dalam kondisi kelas yang demikian.

3.      Meja Konferensi
·         Kelebihan              : menjadikan mudah permasalahan yang dianggap
  berat/ sulit karena didiskusikan secara bersama.
·         Kekurangan           : dapat mengurangi peran penting siswa.

4.      Lingkaran
·         Kelebihan              : sistem ini dapat menyelesaikan permasalahan
  kelompok secara bersama dengan peserta didik
  yang jumlahnya banyak, dapat menjadikan mudah
  permasalahan yang dianggap berat/ sulit.
·         Kekurangan           : pembelajaran kurang efektif dalam penerimaan
  dan pemberian tugas, karena siswa umumnya lebih
  suka bermain.

5.      Susunan Chevron
·         Kelebihan              : mengurangi jarak di antarsiswa maupun antar
  siswa dengan guru, sehingga siswa dan guru
  mempunyai pandangan yang lebih baik terhadap
  lingkungan kelas dan mampu aktif dalam
  pembelajaran.

6.      Auditorium
·         Kelebihan              : mengurangi kebosanan siswa yang terbiasa dalam
  penataan ruang secara konvensional (tradisional)
·         Kekurangan           : lingkungan yang sangat terbatas untuk belajar aktif

7.      Tradisional
·         Kelebihan              : siswa mampu di jangkau oleh pandangan guru,
  kelas tampak lebih teratur dam rapi, dan guru
  dapat mengawasi dari depan.
·         Kekurangan           : guru biasanya kurang memperhatikan siswa yang
  ada di belakang. Siawa yang tempat duduknya
  dibelakang tidak dapat menerima pelajaran secara
  maksimal.

e.       Penilaian Pembelajaran Bahasa Indonesia
Penilaian dalam pembelajaran merupakan suatu usaha untuk mendapatkan berbagai informasi secara berkala, berkesinambungan, dan menyeluruh tentang proses dan hasil dari pertumbuhan dan perkembangan yang telah dicapai oleh siswa melalui program kegiatan belajar. Penilaian di SD kelas rendah mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut.
1)      Penilaian mengikuti aturan-aturan mata pelajaran lain di sekolah dasar. Mengingat siswa kelas I SD belum semua lancar membaca dan menulis, cara penilaian tidak ditekankan pada penilaian tertulis.
2)      Kemampuan membaca, menulis, berhitung merupakan kemampuan yang harus dikuasai oleh siswa SD kelas rendah sehingga penguasaan terhadap ketiga kemampuan tersebut merupakan prasyarat untuk kenaikan kelas.
3)      Penilaian dilakukan dengan mengacu pada indikator dari tiap-tiap kompetensi dasar dan hasil belajar dari mata pelajaran-mata pelajaran yang ditematikkan.
4)      Penilaian dilakukan secara terus - menerus dan selama proses belajar, misalnya ketika siswa bercerita pada kegiatan awal, membaca pada kegiatan inti, dan menyanyi pada kegiatan akhir. 
5)      Hasil kerja/karya siswa dapat digunakan sebagai bahan masukan guru dalam mengambil keputusan.
Penilaian bisa dilakukan dengan teknik tes dan nontes. Teknik tes mencakup: tes tertulis dan lisan, sedangkan teknik nontes mencakup tes perbuatan, catatan harian perkembangan siswa (diperoleh melalui pengamatan), dan portofolio. Dalam kegiatan pembelajaran di kelas awal SD penilaian yang sering dilakukan adalah penilaian melalui pemberian tugas dan portofolio. Guru menilai anak melalui pengamatan yang dicatat pada sebuah buku bantu. Tes tertulis digunakan untuk menilai kemampuan menulis siswa, khususnya untuk mengetahui tentang penggunaan tanda baca, kata, angka, dan kalimat-kalimat sederhana.

  1. Hasil Observasi
Observasi ini dilakukan pada hari Jum’at, 24 April 2015 yang bertempat di SDIT Al Izzah Serang. Kami melakukan observasi pada kelas 1 Ali bin Abi Thalib dan mendapat respon yang sangat baik dari guru-guru dan peserta didik di kelas tersebut. Pembelajaran menggunakan pendekatan tematis - integratif, sehingga beberapa mata pelajaran dipadukan menjadi satu tema. Pada hari itu, pembelajaran bertemakan peristiwa alam, dengan sub tema mengenai cuaca.
Pada awal pembelajaran, guru memerintahkan salah satu siswa untuk memimpin do’a di depan kelas dan guru mendampingi serta mengarahkan agar berjalan dengan tertib. Kemudian, guru menyampaikan beberapa hal yang berkaitan dengan unsur keagamaan, seperti cara berdo’a yang baik kepada peserta didik. Setelah itu, guru membagi siswa menjadi enam kelompok dengan masing-masing siswa di setiap kelompok adalah enam orang. Selain membagi kelompok, guru menanyakan nama kelompok kepada masing-masing kelompok dan siswa memberikan nama yang berkaitan dengan cuaca. Guru mencatat nama kelompok di papan tulis untuk nantinya memberikan penilaian secara kelompok.
Kemudian guru menanyakan keadaan cuaca saat itu dan siswa menjawabnya dengan antusias. Guru membangkitkan semangat dengan bersama-sama menyanyikan lagu “Tik tik bunyi hujan” dan memberikan poin kepada setiap kelompok yang menyanyikan lagu dengan tertib. Untuk menyambungkan pikiran anak dengan tema yang akan diajarkan, guru memperlihatkan gambar mengenai keadaan siang dan malam, hujan dan panas, cerah dan mendung kepada anak. Selain itu guru menanyakan kepada anak mengenai gambar tersebut.
Setelah itu guru menanyakan kepada setiap kelompok mengenai ciri-ciri cuaca cerah dan hujan. Tidak lupa guru memberikan apresiasi dengan tepuk tangan. Untuk melatih konsentrasi dan agar pembelajaran tidak membosankan, guru mengajak siswa untuk melakukan tepuk variasi. Selanjutnya pembelajaran dilakukan dengan menempelkan gambar dan keterangannya di papan tulis. Saat menempelkan gambar, guru memberikan kesempatan kepada setiap perwakilan kelompok. untuk menempelkan gambar tersebut.
Pada hari sebelumnya guru memerintahkan kepada siswa untuk membawa perlengkapan yang dipakai saat panas dan hujan. Sehingga pada saat pembelajaran dihari itu siswa sudah membawa perlengkapannya seperti, jas hujan, sweater, kipas, kacamata, body lotion, dan payung. Setelah itu siswa diperintahkan untuk menyebutkan perlengkapan yang mereka bawa dan membedakannya untuk setiap keadaan hujan maupun panas.
Pembelajaran bahasa Indonesia pada hari itu adalah membawakan berita. Sebelum pertemuan guru sudah mengatur beberapa siswa untuk memerankan karakter seorang presenter atau pembawa berita. Siswa menggunakan baju bebas (untuk laki-laki kemeja dan untuk perempuan baju muslimah) bagi yang memerankan peran tersebut. Siswa yang bernama Fatir dan Adel berperan menjadi pembawa berita di studio. Guru memberikan microfon kepada siswa agar suara terdengar lebih jelas. Kemudian Fatir dan Adel saling berbincang-bincang satu sama lain mengenai keadaan cuaca pada hari kemarin dan hari itu. Setelah itu pembawa berita di studio memberikan kesempatan kepada perwakilan kelompok untuk menjadi pembawa berita di lapangan. Salah satu anak yang merupakan perwakilan kelompok memberikan laporan berita di daerahnya. Meskipun masih ada saja siswa yang terlihat kurang percaya diri ketika membawakan berita di depan teman-temannya dan masih memerlukan tuntunan dari guru, namun mereka sudah melakukannya dengan baik. Selain membawakan berita, siswa juga berlatih untuk mewawancarai temannya yang berperan menjadi warga sekitar. Guru memberikan apresiasi dengan tepuk tangan.
Guru pun melatih siswa untuk berani berbicara dengan melatih mereka untuk memberikan pertanyaan kepada temannya yang lain dan siswa mampu menjawab pertanyaan tersebut dengan benar. Tidak lupa guru menyelipkan nyanyian bersama dengan siswa agar pembelajaran tidak membosankan. Kemudian guru mengaitkan pembelajaran dengan aspek keagamaan dan spiritual.
Masih dalam tahapan melatih berbicara, guru memerintahkan kepada salah satu siswa untuk menceritakan pengalamannya saat siswa melakukan pengamatan langsung ketika cuaca hujan. Untuk melatih kemampuan siswa dalam menulis, guru memerintahkan salah satu siswa untuk menuliskan kata “cuaca”. Namun masih terdapat kesalahan dalam penulisan huruf ‘a’ di tengah yang berhuruf kapital, sehingga guru memberikan arahan untuk memperbaikinya. Kemudian siswa kedua menulis kalimat “panas dan hujan”. Namun masih terdapat kekeliruan pada cara menulis huruf. Siswa berikutnya diperintahkan untuk menuliskan kalimat “Alya membeli payung.”  dan guru mengajarkan mengenai tanda baca titik (.) yang digunakan ketika mengakhiri sebuah kalimat. Siswa tersebut menuliskan nama orang dengan tidak tepat karena masih menggunakan huruf kecil pada awal kata, sehingga guru memerintahkan siswa yang lain untuk membenarkan tulisan yang salah tersebut. Namun ketika diperbaiki anak tersebut masih keliru dalam penulisan karena terdapat huruf kapital yang diletakan di tengah kata.
Pada akhir pembelajaran, guru memberikan lembar soal dan menyuruh ketua kelompok untuk membagikannya. Jika siswa menjawab dengan cepat dan tepat maka akan diberikan bintang. Setelah itu guru mengulas kembali pembelajaran yang telah dilakukan dan memberikan pekerjaan rumah mengenai pengamatan cuaca pada pagi dan sore hari. Pembelajaran diakhiri dengan doa bersama-sama.
Setelah mengikuti pembelajaran di kelas, kami melakukan wawancara dengan guru kelas 1 Ali bin Abi Thalib di dalam kelas. Wawancara meliputi pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya mengenai pembelajaran bahasa Indonesia dan beberapa hal yang berkaitan dengan hal tersebut. Wawancara diakhiri dengan berfoto bersama guru di dalam kelas.

  1. Pembahasan
a.      Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Observasi ini dilakukan pada:
Hari/Tanggal         : Jum’at/ 24 April 2015
Tempat                  : SDIT Al Izzah – Serang

b.      Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data-data yang diinginkan maka teknik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah:
1.      Observasi.
2.      Penelitian kepustakaan yang berupa studi literatur.
3.      Wawancara.

c.       Profil Sekolah
1.      Nama Sekolah                         : SDIT Al Izzah
2.      Nomor Statistik Sekolah         : 102 280 401 082                                           
3.      Provinsi                                   : Banten
4.      Kecamatan                              : Serang
5.      Desa/Kelurahan                       : Unyur
6.      Jalan dan No                           : TB Husni Qodir
7.      Kode Wilayah                         : 0254
8.      Daerah                                     : Perkotaan
9.      Status Sekolah                                    : Swasta
10.  Akreditasi                               : A
11.  Tahun Berdiri                          : 1996
12.  Kegiatan Belajar Mengajar     : Pagi dan siang
13.  Bangunan Sekolah                  : Milik sendiri
14.  Lokasi Sekolah                        : Pemukiman
15.  Jarak Ke Pusat Kecamatan     : 1,5 Km
16.  Terletak Pada Lintasan           : Kabupaten/Kota
17.  Jumlah Keanggotaan Rayon   : 7 Sekolah
18.  Organisasi Penyelenggara       : Yayasan

d.      Profil Narasumber
1.      Nama                                       : Eneng Novalia Hasim S.PdI, M.Pd
2.      NIP                                         : -
3.      Jenis Kelamin                          : Perempuan
4.      Tempat, Tanggal Lahir            : Serang, 21 Januari 1983
5.      Alamat                                                : Pabuaran Unyur
6.      Agama                                     : Islam
7.      No. Handphone                      : 081911038582
8.      Wali Kelas                               : 1 (satu) Ali Bin Abi Thalib
9.      Lama Mengajar                       : 8 Tahun
10.  Status (PNS/Honorer)             : Honorer

e.       Permasalahan pada Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah
Pelajaran bahasa Indonesia di SDIT Al Izzah – Serang dilakukan sudah terintegrasi dengan mata pelajaran lainnya dan membentuk menjadi satu tema. Pada satu tema terdapat beberapa sub tema. Meskipun sudah terintegrasi, pembelajaran bahasa Indonesia tidak terlebur menjadi satu. Pembelajaran bahasa Indonesia sangat penting dan pokok karena digunakan pada setiap aspek pembahasan mata pelajaran lainnya. Maka dari itu, pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran bahasa Indonesia adalah pendekatan tematis – integratif.
Pendekatan tematis – integratif sangat baik digunakan untuk proses pembelajaran terutama di sekolah dasar. Melalui pendekatan ini siswa dapat memperoleh pengalaman langsung dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajarinya. Selain itu, model pembelajaran bahasa Indonesia yang dipakai pada sekolah tersebut adalah model role playing, dengan beberapa siswa memerankan karakter pembawa berita di televisi.
Permasalahan yang terjadi pada pembelajaran bahasa Indonesia di SDIT Al Izzah – Serang (kelas 1) ketika penulis melakukan observasi yaitu:
1.      Kurang tertibnya siswa ketika proses pembelajaran sedang berlangsung.
2.      Pandangan siswa tidak dapat fokus pada pembelajaran yang disampaikan oleh guru.
3.      Ketika diterapkan model pembelajaran bermain peran (role playing) pada siswa, masih ada beberapa siswa yang bermain dan tidak memperhatikan teman-temannya yang ditunjuk untuk bermain peran.
4.      Beberapa siswa masih membutuhkan arahan dalam menulis sebuah huruf, kata, dan kalimat yang benar.
5.      Beberapa siswa terlihat kurang percaya diri ketika berbicara di depan teman-temannya.
6.      Terdapat siswa yang kurang cepat dan tepat dalam menyelesaikan soal diakhir pembelajaran.

f.       Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Masalah
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya masalah dalam pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah tersebut, yaitu:
1.      Ketika dalam proses pembelajaran, siswa masih kurang tertib dan tidak fokus pada pembelajaran, hal tersebut dapat terjadi dikarenakan guru masih sulit mengawasi keseluruhan siswa dengan tata letak tempat duduk yang sulit menjangkau pandangan secara keseluruhan. Sistem yang dipakai di dalam sekolah tersebut adalah penataan bangku dengan berkelompok. Dari fakta yang ada, ruangan yang cukup sedang dengan jumlah siswa 37 orang dan tata letak bangku membentuk kotak-kotak kelompok, menjadikan ruangan pembelajaran menjadi sempit. Tubuh siswa pun beragam, ada yang menghadap ke depan kelas dan ada pula yang membelakangi papan tulis sehingga siswa harus menyerongkan badannya untuk menghadap papan tulis. Selain itu ketika tubuh siswa membelakangi guru dan papan tulis, siswa akan cenderung kurang memperhatikan pembelajaran dan sibuk dengan teman di depannya atau bermain-main dengan media pembelajaran yang dibawanya. Dan guru kurang bisa menjangkau anak secara keseluruhan dan hanya dapat menanggapi tanggapan anak yang dekat dengannya saja.
2.      Ketika diterapkan model pembelajaran bermain peran (role playing) pada siswa, masih ada beberapa siswa yang bermain dan tidak memperhatikan teman-temannya yang ditunjuk untuk bermain peran. Hal tersebut dapat terjadi karena kurangnya pengendalian guru dalam proses pembelajaran di kelas dan membuat suasana menjadi kurang kondusif. Guru kurang memperhatikan siswa yang terdapat diujung atau jauh dari pandangannya, sehingga siswa menjadi malas untuk memperhatikan.  
3.      Beberapa siswa masih membutuhkan arahan dalam menulis sebuah huruf, kata, dan kalimat yang benar. Hal tersebut dapat terjadi karena siswa memerlukan proses menulis dalam setiap kesempatan.
4.      Beberapa siswa terlihat kurang percaya diri ketika berbicara di depan teman-temannya. Hal tersebut dapat terjadi karena kurangnya latihan untuk berbicara.
5.      Terdapat siswa yang kurang cepat dan tepat dalam menyelesaikan soal diakhir pembelajaran. Hal tersebut dapat terjadi karena siswa kurang memperhatikan ketika proses pembelajaran sedang berlangsung.

g.      Alternatif Solusi Pemecahan Masalah
Alternatif soslusi pemecaan masalah dari beberapa masalah yang teruraikan di atas yaitu bahwa guru perlu mengatur tata letak tempat duduk siswa secara benar agar proses pembelajaran dapat berlangsung dengan tertib dan guru dapat dengan teliti memperhatikan siswa secara satu per satu. Tata letak tempat duduk yang sesuai adalah dengan letter U atau corak tim.  Dengan menggunakan formasi kelas bentuk huruf U, mampu mengaktifkan para siswa, sehingga membuat mereka antusias untuk mengikuti pelajaran. Dalam hal ini guru adalah orang yang paling aktif dengan bergerak dinamis ke segala arah dan langsung berinteraksi secara langsung dengan siswanya. Sedangkan dengan menggunakan pola corak tim, karena pada pembelajaran dibentuk menjadi beberapa kelompok maka pada model ini, meja-meja dikelompokkan setengah lingkaran atau oblong di ruang tengah kelas agar memungkinkan guru melakukan interaksi dengan setiap tim (kelompok siswa). Guru dapat meletakkan kursi-kursi mengelilingi meja-meja guna menciptakan suasana yang akrab. Siswa juga dapat memutar kursi melingkar menghadap ke depan ruang kelas untuk melihat guru atau papan tulis. 
Selain itu, guru harus berhati-hati ketika menggunakan model pembelajaran role playing. Pada model pembelajaran ini, diharapkan seluruh siswa dapat berperan aktif dan tidak hanya menjadi penonton. Guru harus mampu mengendalikan kelas agar tetap rapi dan tertib sehingga ketika salah seorang siswa berbicara atau memerankan karakter yang telah ditentukan, siswa yang lain dapat memperhatikan dengan baik jalannya cerita. Selain itu, biasakan anak untuk terus dilatih dalam latihan berbicara di depan umum. Siswa harus diasah kemampuan berbicaranya dengan menggunakan dialaog, pertanyaan sederhana, atau pun bercerita tentang pengalaman.
Untuk melatih kemampuan menulis, guru perlu memberikan pelatihan menulis pada setiap kesempatan kepada keseluruhan siswa agar mereka dapat terlatih untuk menulis dengan baik dan benar. Guru senantiasa harus mengoreksi setiap tulisan anak dari mulai menulis pola huruf, menulis sebuah kata, menulis kalimat, menuliskan nama orang dengan benar, dan mengenalkan macam-macam bentuk simbol seperti titik (.), koma (,), dan lain-lain.
Pada kegiatan penilaian, usahakan untuk menilai secara objektif dan tidak terpaku pada siswa yang pintar akademik saja. Penilaian harus dilakukan secara menyeluruh dari berbagai aspek diantaranya aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Penilaian yang dilakukan dapat berupa penilaian secara langsung atau pun tidak. Dan diharapkan dari hasil penilaian tersebut, jika terdapat siswa yang kurang maka dapat diadakan perbaikan.



























BAB III
PENUTUP

  1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian pembahasan pada bab sebelumnya maka dapat penulis simpulkan beberapa hal yang berkaitan dengan observasi mengenai pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar khususnya pada kelas rendah sebagai berikut:
1.      Kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar sudah dirancang oleh guru mengikuti rancangan pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang telah dibuat sebelumnya. Meskipun kurikulum yang digunakan adalah kurikulum 2013 dan pembelajaran bahasa Indonesia diintegrasikan tetapi tidak menghilangkan unsur bahasa Indonesia dalam setiap pelajaran.
2.      Pendekatan pembelajaran bahasa Indonesia yang digunakan adalah pendekatan pembelajaran tematis – integratif. Sedangkan model pembelajaran bahasa Indonesia yang digunakan adalah model role playing atau bermain peran dan membaca menulis permulaan.
3.      Permasalahan yang terjadi pada pembelajaran bahasa Indonesia di SDIT Al Izzah – Serang (kelas 1) ketika penulis melakukan observasi yaitu:
·         Kurang tertibnya siswa ketika proses pembelajaran sedang berlangsung.
·         Pandangan siswa tidak dapat fokus pada pembelajaran yang disampaikan oleh guru.
·         Ketika diterapkan model pembelajaran bermain peran (role playing) pada siswa, masih ada beberapa siswa yang bermain dan tidak memperhatikan teman-temannya yang ditunjuk untuk bermain peran.
·         Beberapa siswa masih membutuhkan arahan dalam menulis sebuah huruf, kata, dan kalimat yang benar.
·         Beberapa siswa terlihat kurang percaya diri ketika berbicara di depan teman-temannya.
·         Terdapat siswa yang kurang cepat dan tepat dalam menyelesaikan soal diakhir pembelajaran.
4.      Sistem penilaian sudah sesuai dengan penilaian di kurikulum 2013 yang meliputi tiga aspek, yaitu aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Pada saat proses pembelajaran, penilaian dilakukan dengan penilaian kelompok dan individu.

  1. Saran
Kegiatan observasi di kelas merupakan suatu kegiatan yang sangat bermanfaat, untuk itu di sarankan pada calon guru terutama mahasiswa PGSD dapat mengetahui bagaimana seorang guru mengajar suatu pembelajaran. Dan diharapkan mahasiswa PGSD dapat memberikan inovasi yang berbeda dan menarik dalam kegiatan pembelajaran di sekolah dasar, agar di dalam diri siswa dapat timbul rasa cinta terutama kepada pembelajaran bahasa Indonesia. Mahasiswa PGSD sebagai seorang calon guru sekolah dasar, tentunya dapat memilih mana yang baik dan tidak baik untuk diajarkan kepada murid ketika menghadapi kegiatan untuk mengajar.




DAFTAR PUSTAKA

Evertson, Carolyn. 2011. Manajemen Kelas untuk Guru Sekolah Dasar. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Ghazali, Syukur. 2010. Pembelajaran Keterampilan Berbahasa dengan
Pendekatan Komunikatif-Interaktif. Bandung: PT Refika Aditama.
Sumber lain:
Fandi, Israwan. Metode Pembelajaran Bermain Peran (Role Playing) [online]
n_Role_Playing_) diakses pada tanggal 27 April 2015 pukul 09:00 wib.
Linda. Proses Membaca dan Menulis Permulaan pada Anak SD Kelas Rendah
tanggal 30 April 2015 pukul 13:30 wib.
Sudrajat, Akhmad. Pembelajaran Tematik di Kelas Awal Sekolah Dasar. [online]
di-kelas-awal-sekolah-dasar/) diakses pada tanggal 30 April 2015 pukul
13:30 wib.
Syafi'i, Ma'ruf. Pengelolaan Kelas [online]
siswa_8.html) diakses tanggal 02 Mei 2015 pukul 11:00 wib.
LAMPIRAN 1
HASIL WAWANCARA
           
Mahasiswa      : Assalammualaikum, ibu. Maaf sudah menggganggu waktu ibu.
Bu Eneng        : Waalaikumsalam warohmatullohi wabarokatuh. Iya tidak apa
  apa.
Mahasiswa      : Bu, izin bertanya. Perihal pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas
  1 Ali bin Abi Tholib ini, kurikulum apa yang ibu gunakan?
Bu Eneng        : Iya boleh, mengikuti ketentuan  dari pihak sekolah yakni
  Kurikulum 2013.
Mahasiswa      : Sebelum memulai pembelajaran, apa saja yang perlu Ibu
  persiapkan?
Bu Eneng        : Silabus dan RPP tentunya, materi penunjang pembelajaran, absen,
  media.
Mahasiswa      : Kemudian, bagaimana cara Ibu untuk memulai pembelajaran di
  kelas?
Bu Eneng        : Banyak, yakni dengan berdoa, bernyanyi, melakukan apersepsi.
Mahasiswa      : Apakah Ibu memiliki metode dan model pembelajaran khusus
  dalam mengajar dikelas.
Bu Eneng        : Iya tentu. Tergantung materinya. Karena hari ini tugasnya
membaca berita dengan tema peristiwa alam. Metode yang 
 digunakan ceramah, tanya jawab, diskusi, penugasan. Kemudian
 untuk model yakni role playing.
Mahasiswa      : Apakah terdapat kendala  saat mengajar dengan metode dan
  model tersebut?
Bu Eneng        : Kendala tentu ada. Terutama siswa kelas 1 itu sangat aktif.
  Kemudian dari segi membaca dan menulis, ada yang sudah lancar
  ada yang belum. Jika berbicara alhamdulillah sudah tertata
  dengan baik. Namun semua itu dijalankan saja sesuai dengan
  skenario yang sudah direncanakan.
Mahasiswa      : Bagaimana solusi yang Ibu lakukan?
Bu Eneng        : Siswa dibuat untuk betah terlebih dahulu, kemudian adanya jam
  tambahan, kemudian remedial dan jika dari sikap tidak sopan
  siswa ditegur dan dibiasakan untuk beristghfar.
Mahasiswa      : Lalu, bagaimana cara Ibu melaksanakan pembelajaran yang
  menyenangkan dan bermakna bagi siswa?
Bu Eneng        : Melihat psikologi siswa kelas 1 yang masih senang dengan
  bermain, jadi Ibu berusaha untuk menyelipkan lagu-lagu ketika
  belajar, kemudian mereka ditugaskan membuat karya yang
  kemudian ditempelkan di dinding dinding kelas, seperti membuat
  wayang. Selanjutnya seperti beberapa hari yang lalu ketika hujan,
  siswa Ibu perintahkan ke lapangan untuk merasakan hujan dengan
  menggunakan jas hujan dan payung, tujuannya agar mereka
  mengetahui secara nyata.
Mahasiswa      : Bagaimana penilaian pembelajaran yang Ibu lakukan?
Bu Eneng        : Mengikuti sistem penilaian kurikulum yang digunakan. Yang ada
  tiga aspek : sikap, kognitif dan psikomotor. Namun lebih
  ditekankan  kepada aspek keagamaan. Seperti berdoa yang khusu
  atau tidak, wudhu, sikap bekerjasamanya dengan teman.
  Kemudian untuk yang K1 dan K2 biasanya nilai yang diberikan
  1, 2, 3, untuk kognitif 100. Keterampilannya seperti membaca,
  menulis, berbicara menyimak. Seperti Sudah tuntas, belum tuntas.
Mahasiswa      : Apakah Ibu pernah mengalami kesulitan dalam memberikan
  penilaian?
Bu Eneng        : Karena K13 itu berbeda dengan KTSP. lebih mendeskripsikan
  siswa. Jadi saya harus benar benar mengetahui karakter siswa
  saya. Karena saya tidak ingin mendiskriminasikan siswa saya.
Mahasiswa      : Bagaimana dengan tanggapan para wali murid perihal penilaian
  yang Ibu berikan?
Bu Eneng        : Mayoritas menerima. Tetapi ada saja yang berkomentar melihat
  hasil penilaian siswa tersebut tidak sesuai.
Mahasiswa      : Bagaimana respon Ibu, terhadap wali murid yang berkomentar
  demikian?
Bu Eneng        : Saya jadikan motivasi saya dalam mengajar agar lebih baik.
Mahasiswa      : Terakhir Bu, seberapa penting pembelajaran Bahasa Indonesia di
  SD kelas rendah?
Bu Eneng        : Sangat penting. Karena bahasa Indonesia merupakan bahasa
  pokok yang harus dimiliki sejak usia dini. Jika dari usia dini saja
  bahasa Indonesia nya tidak terkontrol, maka  saya rasa siswa
  tersebut akan kesulitan dalam berinteraksi di lingkungan sekolah.
  Dan saya berharap untuk kedepannya pembelajaran bahasa
  Indonesia dikemas semenarik mungkin. Agar siswa nyaman
  ketika belajar dan menyukai pembealajaran  bahasa Indonesia.
Mahasiswa      : Terimakasih ya Bu, atas waktu dan kesempatannya
  mewawancarai Ibu. Assalammualaikum.
Bu Eneng        : Sama-sama. Semoga bermanfaat. Waalaikumsalam.









RPP Kelas V - Tema 1 Sub.Tema 1 Pemb.1

                               RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) KURIKULUM 2013 REVISI 2018    TEMA 1 ....