BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Fakta yang
ada sekarang ini menyatakan bahwa mutu pendidikan di Indonesia masih rendah
jika dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia. Hal ini mempunyai dampak
yang sangat besar bagi majunya kehidupan masyarakat dalam segala aspek bidang
kehidupan. Sehingga pemerintah berinisiatif untuk mencari solusi dalam
menangani masalah ini. Untuk menciptakan masyarakat yang maju maka hal perlu
diperhatikan terlebih dahulu adalah bagaimana mewujudkan pendidikan yang
bermutu yang pada akhirnya mencapai tujuan pendidikan nasional yaitu
terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa
untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia
yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang
selalu berubah. Hal ini sejalan dengan Visi Pendidikan Nasional bahwa Depdiknas
berhasrat untuk pada tahun 2025 menghasilkan insan Indonesia yang cerdas dan
kompetitif atau insan paripurna.
Dalam sebuah organisasi maka sangat diperlukan adanya sebuah manajemen yang
tepat dan mampu memberikan sebuah perbaikan-perbaikan begitu juga dalam sebuah
organisasi pendidikan yaitu sekolah maka harus ada sebuah menejemen yang mampu
mengarahkan kepada arah pendidikan yang lebih baik lagi.lembaga-lembaga
pendidikan dituntut untuk dapat meningkatkan kualitas pendidikan di lembaganya
masing-masing. Penerapan manajemen dalam pendidikan sangat penting karena
pendidikan itu merupakan salah satu dinamisator pembangunan itu sendiri.
Salah satu
upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan adalah melalui
penerapan Manajemen Berbasis Sekolah atau MBS. Hal ini didasarkan pada suatu
asumsi bahwa MBS merupakan pemikiran ke arah pengelolaan pendidikan yang
memberi keleluasaan kepada sekolah untuk mengatur dan melaksanakan berbagai
kebijakan secara luas. Dengan demikian, mahasiswa calon guru SD semestinya
dapat memahami penerapan MBS sebagai bekal ketika berada di sekolah nantinya. Disini kita akan membahas tentang menejemen yang ada disekolah yang telah
kita kenal dengan sebutan MBS(menejemen berbasis sekolah).
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penulisan ini adalah
sebagai berikut:
1.
Apa
yang
dimaksud dengan Menejemen
Berbasis Sekolah (MBS) ?
2.
Bagaimana
sejarah munculnya Menejemen Berbasis Sekolah (MBS) ?
3.
Apa saja Prinsip-prinsip Menejemen Berbasis Sekolah (MBS)
?
4.
Apa tujuan dari Menejemen Berbasis Sekolah (MBS) ?
5.
Apa
manfaat dari Menejemen Berbasis Sekolah (MBS) ?
6.
Apa saja komponen-komponen dari Menejemen Berbasis Sekolah (MBS) ?
7.
Bagaimana Karakteristik dari Menejemen Berbasis Sekolah (MBS) ?
8.
Bagaimana
implementasi dari Menejemen Berbasis Sekolah (MBS) ?
9.
Apa
saja faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam Menejemen Berbasis Sekolah
(MBS) ?
10.
Bagaimana
strategi implementasi Menejemen Berbasis Sekolah (MBS) ?
11.
Apa
saja tahapan implementasi Menejemen Berbasis Sekolah (MBS) ?
12.
Bagaimana
ciri-ciri sekolah yang melaksanakan Menejemen Berbasis Sekolah (MBS) ?
C.
Tujuan
Penulisan
Secara umum pembuatan makalah ini
bertujuan untuk mengetahui kejelasan tentang Menejemen
Berbasis Sekolah (MBS).
Sedangkan secara rinci dapat dilihat dalam beberapa point dari tujuan yang
hendak diketahui, yaitu:
1.
Untuk mengetahui apa yang dimaksud
dengan Menejemen
Berbasis Sekolah (MBS).
2.
Untuk mengetahui sejarah
munculnya Menejemen Berbasis Sekolah (MBS).
3.
Untuk mengetahui prinsi-prinsip dari Menejemen Berbasis Sekolah (MBS).
4.
Untuk mengetahui tujuan dari Menejemen Berbasis Sekolah (MBS).
5.
Untuk mengetahui manfaat
dari Menejemen Berbasis Sekolah (MBS).
6.
Untuk mengetahui komponen-komponen dari Menejemen Berbasis Sekolah (MBS).
7.
Untuk mengetahui karakteristik dari Menejemen Berbasis Sekolah (MBS).
8.
Untuk mengetahui bagaimana implementasi dari Menejemen Berbasis Sekolah
(MBS).
9.
Untuk mengetahui faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam Menejemen
Berbasis Sekolah (MBS).
10.
Untuk mengetahui strategi implementasi Menejemen Berbasis Sekolah (MBS).
11.
Untuk mengetahui tahapan implementasi Menejemen Berbasis Sekolah (MBS).
12.
Untuk mengetahui ciri-ciri sekolah yang melaksanakan Menejemen Berbasis
Sekolah (MBS).
D. Manfaat
Penulisan
Dari
hasil pembuatan makalah ini diharapkan penulis dapat memberikan manfaat sebagai
berikut:
1. Manfaat
Teoritis
Dapat
mengetahui dan memahami mengenai Menjemen Berbasis Sekolah
(MBS) agar dapat diterapkan didalam sekolahnya.
2. Manfaat
Praktis
Manfaat yang ingin
dicapai dalam penulisan ini adalah agar pendidik melalui pemahaman Menjemen
Berbasis Sekolah (MBS) bisa meningkatkan kemampuan mendidik dan mengajar
terhadap anak didiknya serta mampu memenejemen sekolahnya dengan baik sesuai
dengan aturan di dalam MBS.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Menejemen Berbasis Sekolah (MBS)
Secara leksikal, Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) berasal dari tiga kata,
yaitu manajemen, berbasis, dan sekolah. Manajemen adalah proses menggunakan
sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran. Berbasis memiliki kata dasar
basis yang berarti dasar atau asas. Sekolah adalah lembaga untuk belajar dan
mengajar, serta tempat menerima dan memberikan pelajaran. Berdasarkan makna
leksikal tersebut maka MBS dapat diartikan sebagai penggunaan sumber daya yang
berasaskan pada sekolah itu sendiri dalam proses pengajaran atau pembelajaran.
Condoli memandang Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sebagai alat untuk
“menekan” sekolah mengambil tanggung jawab apa yang terjadi terhadap anak
didiknya. Dengan kata lain, sekolah mempunyai kewenangan untuk mengembangkan
program pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan anak didik di sekolah tersebut.
Sedangkan pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) menurut E. Mulyasa
adalah pemberian otonomi luas pada tingkat sekolah agar sekolah leluasa
mengelola sumber daya dan sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan
prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap dengan kebutuhan setempat.
Dalam konteks manajemen menurut MBS, berbeda dari manajemen pendidikan sebelumnya
yang semua serba diatur dari pemerintah pusat. Sebaliknya, manajemen pendidikan
model MBS ini berpusat pada sumber daya yang ada di sekolah itu sendiri. Dengan
demikian, akan terjadi perubahan paradigma manajemen sekolah, yaitu yang semula
diatur oleh birokrasi di luar sekolah menuju pengelolaan yang berbasis pada
potensi internal sekolah itu sendiri.
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) memberikan kekuasaan yang luas hingga
tingkat sekolah secara langsung. Dengan adanya kekuasaan pada tingkat lokal sekolah
maka keputusan manajemen terletak pada stakeholder lokal, dengan
demikian mereka diberdayakan untuk melakukan segala sesuatu yang berhubungan
dengan kinerja sekolah. Dengan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) terjadi proses
pengambilan keputusan kolektif ini dapat meningkatkan efektifitas pengejaran
dan meningkatkan kepuasan guru.
Walaupun Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) memberikan kekuasaan penuh kepada
sekolah secara individual, dalam proses pengambilan keputusan sekolah tidak
boleh berada di satu tangan saja. Ketika Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) belum
ditetapkan, proses pengambilan keputusan sekolah seringkali dilakukan sendiri
oleh pihak sekolah secara internal yang dipimpin langsung oleh kepala sekolah.
Namun, dalam kerangka Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) proses pengambilan
keputusan mengikutkan partisipasi dari berbagai pihak baik internal, eksternal,
maupun jajaran birokrasi sebagai pendukung. Dalam pengambilan keputusan harus
dilakukan secara kolektif diantara stakeholder sekolah.
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah bentuk alternatif sekolah sebagai
hasil dari desentralisasi pendidikan. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada
prinsipnya bertumpu pada sekolah dan masyarakat serta jauh dari birokrasi yang
sentralistik. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) berpotensi untuk meningkatkan
partisipasi masyarakat, pemerataan, efisiensi, serta manajemen yang bertumpu
pada tingkat sekolah. MBS dimaksudkan otonomi sekolah, menentukan sendiri apa
yang perlu diajarkan, dan mengelola sumber daya yang ada untuk berinovasi. MBS
juga memiliki potensi yang besar untuk menciptakan kepala sekolah, guru,
administrator yang professional. Dengan demikian, sekolah akan bersifat
responsif terhadap kebutuhan masing-masing siswa dan masyarakat sekolah.
Prestasi belajar siswa dapat dioptimalkan melalui partisipasi langsung orang
tua dan masyarakat.
B.
Sejarah Munculnya Menejemen Berbasis Sekolah (MBS)
Secara faktual, telah banyak usaha yang telah dilakukan untuk meningkatkan
mutu pendidikan di tingkat pendidikan dasar. Namun hasilnya kurang
menggembirakan. Secara garis besar faktor-faktor penyebabnya adalah :
1.
Kebijakan penyelenggaraan pendidikan nasional yang
berorientasi pada output pendidikan terlalu memusatkan pada input, sehingga
proses pendidikan kurang diperhatikan.
2.
Penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara
sentralistik. Hal ini menyebabkan tingginya ketergantungan kepada keputusan
birokrasi. Oleh sebab itulah sekolah menjadi tidak mandiri, kurang inisiatif
dan miskin kreativitas, sehingga usaha dan saya untuk mengembangkan atau
meningkatkan mutu layanan dan keluaran pendidikan menjadi kurang termotivasi.
3.
Peran serta masyarakat, terutama orang tua siswa dalam
penyelenggaraan pendidikan, selama ini hanya terbatas pada dukungan dana,
padahal mereka sangat penting dalam proses-proses pendidikan seperti
pengambilan keputusan, monitoring, evaluasi dan akuntabilitas. Oleh sebab
itulah perlu desentralisasi pendidikan sebagai faktor pendorong MBS ini.
Berdasarkan
hasil kajian yang dilakukan di Amerika Serikat, konsep Site Based Management
merupakan strategi penting untuk meningkatkan kualitas pembuatan
keputusan-keputusan pendidikan dalam anggaran pendidikan, sumberdaya pendidik,
kurikulum dan evaluasi pendidikan (penilaian). Demikian juga studi yang
dilakukan di El Salvador, Nepal dan Pakistan. Rata-rata informasi menunjukkan
pemberian otonomi pada sekolah telah meningkatkan motivasi dan kehadiran guru.
Sementara di Australia, School Based Management merupakan refleksi pengelolaan
desentralisasi pendidikan yang menempatkan sekolah sebagai lembaga yang
memiliki kewenangan untuk menetapkan kebijakan yang menyangkut visi, misi, dan
tujuan atau sasaran sekolah yang membawa implikasi terhadap pengembangan
kurikulum sekolah dan program-program operatif sekolah yang lain. MBS di
Australia dibangun dengan memperhatikan kebijakan dan panduan dari pemerintah
negara bagian di satu pihak, dan di pihak lain dari partisipasi masyarakat
melalui school council dan parent and community association. Perpaduan keduanya
melahirkan dokumen penting penyelenggaraan MBS yaity school policy yang memuat
visi, misi, sasaran, pengembangan kurikulum, dan prioritas program, (2) school
planning review serta (3) school annual planning quality assurance.
Akuntabilitas dilakukan melalui external and internal monitoring.
Dengan
belajar keberhasilan di negara lain seiring dengan diberlakukannnya
Undang-undang Otonomi Daerah yaitu UU.No.22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah
dan Undang-undang N0.25 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, maka
semakin membuka peluang kebijakan pendidikan di Indonesia mengalami
desentralisasi pula yang salah satu bentuknya berupa Manajemen Berbasis
Sekolah. Sejarah baru pengelolaan pendidikan di Indonesia melalui MBS
menjadikan pengelolaan pendidikan di Indonesia berpola desentralisasi, otonomi,
pengambilan keputusan secara partisipatif. Pendekatan birokratik tidak ada
lagi, yang ada adalah pendekatan profesional.
Dalam Pasal
11 UU No.25 Tahun 1999, kewenangan daerah kabupaten dan kota, mencakup semua
bidang pemerintahan termasuk di dalamnya pendidikan dan kebudayaan, maka
terdapat otonomi dalam upaya peningkatan mutu pendidikan, peningkatan efisiensi
pengelolaan pendidikan, peningkatan relevansi pendidikan yang mengarah kepada
pendidikan berbasis masyarakat, dan pemerataan pelayanan pendidikan yang
berkeadilan.
C. Prinsip-prinsip Menejemen Berbasis Sekolah (MBS)
Teori yang
digunakan MBS untuk mengelola sekolah didasarkan pada empat prinsip yaitu:
a. Prinsip
Ekuifinalitas (Principal of Equifinality)
Prinsip ini didasarkan pada teori manajemen modern
yang berasumsi bahwa terdapat beberapa cara yang berbeda-beda untuk mencapai
suatu tujuan. MBS menekankan fleksibilitas sehingga sekolah harus dikelola oleh
warga sekolah menurut kondisi mereka masing-masing. Karena kompleknya pekerjaan
sekolah saat ini dan adanya perbedaan yang besar antara sekolah yang satu
dengan yang lain, misalnya perbedaan tingkat akademik siswa dan situasi
komunitasnya, sekolah tak dapat dijalankan dengan struktur yang standar di seluruh
kota, provinsi, apalagi negara. Sekolah harus mampu memecahkan berbagai
permasalahan yang dihadapinya dengan cara yang paling tepat dan sesuai dengan
situasi dan kondisinya. Walaupun
sekolah yang berbeda memiliki masalah yang sama, cara penanganannya akan
berlainan antara sekolah yang satu dengan yang lain.
b.
Prinsip Desentralisasi (Principal of
Decentralization)
Desentralisasi adalah gejala yang
penting dalam reformasi manajemen sekolah modern. Prinsip desentralisasi ini
konsisten dengan prinsip ekuifinalitas. Prinsip desentralisasi dilandasi oleh
teori dasar bahwa pengelolaan sekolah dan aktifitas pengajaran tak dapat
dielakkan dari kesulitan dan permasalahan. Pendidikan adalah masalah yang rumit
dan kompleks sehingga memerlukan desentralisasi dalam pelaksanaannya.
Oleh karena itu, sekolah harus
diberi kekuasaan dan tanggung jawab untuk memecahkan masalahnya secara efektif
dan secepat mungkin ketika masalah itu muncul. Dengan kata lain, tujuan prinsip
desentralisasi adalah efisiensi dalam pemecahan masalah, bukan menghindari
masalah. Oleh karena itu MBS harus mampu menemukan masalah, memecahkannya tepat
waktu dan memberi sumbangan yang lebih besar terhadap efektivitas aktivitas
pengajaran dan pembelajaran. Tanpa adanya desentralisasi kewenangan kepada sekolah
itu sendiri maka sekolah tidak dapat memecahkan masalahnya secara cepat, tepat,
dan efisiensi.
c.
Prinsip Sistem Pengelolaan Mandiri (Principal of
Self Managing System)
Prinsip ini terkait dengan
prinsip sebelumnya, yaitu prinsip ekuifinalitas dan prinsip desentralisasi.
Ketika sekolah menghadapi permasalahan maka harus diselesaikan dengan caranya
sendiri. Sekolah dapat menyelesaikan masalahnya bila telah terjadi pelimpahan
wewenang dari birokrasi diatasnya ke tingkat sekolah. Dengan adanya kewenangan
di tingkat sekolah itulah maka sekolah dapat melakukan sistem pengelolaan
mandiri.
d.
Prinsip Inisiatif Manusia (Principal of Human
Initiative)
Prinsip ini mengakui bahwa
manusia bukanlah sumber daya yang statis, melainkan dinamis. Oleh karena itu, potensi sumber daya manusia harus selalu digali,
ditemukan, dan kemudian dikembangkan. Sekolah dan lembaga pendidikan yang lebih
luas tidak dapat lagi menggunakan istilah staffing yang konotasinya
hanya mengelola manusia sebagai barang yang statis. Lembaga pendidikan harus
menggunakan pendekatan human recources development yang memiliki
konotasi dinamis dan menganggap serta memperlakukan manusia di sekolah sebagai
aset yang amat penting dan memiliki potensi untuk terus dikembangkan.
D.
Tujuan Menejemen Berbasis
Sekolah (MBS)
Menurut Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, tujuan MBS
dengan model MPMBS adalah pertama meningkatkan mutu pendidikan melalui
kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya
yang tersedia. Kedua, meningkatkan kepedulian warga sekolah dan
masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan
bersama. Ketiga, meningkatkan tanggung jawab kepala sekolah kepada sekolahnya. Keempat, meningkatkan
kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai.
Selain itu, MBS memiliki potensi untuk meningkatkan prestasi siswa dikarenakan
adanya peningkatan efisiensi penggunaan sumber daya dan personel, peningkatan
profesionalisme guru, penerapan reformasi kurikulum serta meningkatkan
keterlibatan masyarakat dalam pendidikan.
Sedangkan E. Mulyasa menyebutkan tujuan utama MBS adalah meningkatkan
efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi diperoleh
melalui keleluasaan mengelola sumber daya yang ada, partisipasi masyarakat, dan
penyederhanaan birokrasi. Peningkatan mutu diperoleh melalui partisipasi orang
tua, kelenturan pengelolaan sekolah, peningkatan profesionalisme guru, adanya
hadiah dan hukuman sebagai kontrol, serta hal lain yang dapat
menumbuhkembangkan suasana yang kondusif. Pemerataan pendidikan nampak pada
tumbuhnya partisipasi masyarakat terutama yang mampu dan peduli, sementara yang
kurang mampu akan menjadi tanggung jawab pemerintah.
Dari uraian diatas, terlihat bahwa Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
bertujuan untuk membuat sekolah dapat lebih mandiri dalam memberdayakan sekolah
melalui pemberian kewenangan (otonomi), fleksibilitas yang lebih besar terhadap
sekolah dalam mengelola sumber daya dan mendorong partisipasi warga sekolah dan
masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan.
E.
Manfaat
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Manajemen berbasis sekolah (MBS)
memberikan kebebasan dan kewenangan yang luas kepala sekolah disertai
seperangkat tanggung jawab. Dengan adanya otonomi yang memberikan tanggung
jawab pengelolaan sumber daya dan pengembangan strategi Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS) sesuai dengan kondisi setempat, sekolah dapat meningkatkan
kesejahteraan guru sehingga guru dapat berkonsentrasi dalam tugas utamanya,
yaitu mengajar.
Sejalan dengan pemikiran diatas, B
Suryosubroto mengutarakan bahwa otonomi diberikan agar sekolah dapat leluasa
mengelola sumber daya dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas
kebutuhan serta agar sekolah lebih tanggap terhadap kebutuhan lingkungan
setempat. Maka dengan adanya otomoni tersebut, sekolah akan lebih leluasa dalam
mengimprovisasi dirinya sesuai dengan kemapuan.
Dengan MBS, pemecahan masalah internal
sekolah, baik yang menyangkut proses pembelajaran maupun sumber daya
pendukungnya cukup dibicarakan di dalam sekolah dengan masyarakatnya, sehingga
tidak perlu diangkat ke tingkat pemerintah daerah apalagi ke tingkat pusat yang
“jauh panggang dari api.
Dengan keleluasaan mengelola sumber daya
dan juga adanya partisipasi masyarakat, mendorong profesionalisme kepemimpinan
sekolah yaitu kepala sekolah baik dalam peran sebagai manajer maupun sebagai
sebagai pemimpin sekolah. Dan dengan diberikan kesempatan kepada sekolah dalam
mengembangkan kurikulum, guru didorong untuk mengimprovisasi dan berinovasi
dalam melakukan berbagai eksperimentasi di lingkungan sekolah dengan tujuan
menemukan kesesuaian antara teori dengan kenyataan.
Perubahan yang paling mendasar dalam
aspek manajemen kurikulum, bahwa pendidikan harus mampu mengoptimalisasikan
semua potensi kelembagaan yang ada dalam masyarakat, baik pada lembaga-lembaga
pendidikan yang dikelola pemerintah, masyarakat ataupun swasta. Persyaratan
dasar penetapan jenis kurikulum antara lain:
1.
Kurikulum dikembangkan berdasarkan minat
dan bakat peserta didik;
2.
Kurikulum berkaitan dengan karakteristik
potensi wilayah setempat, misalnya: sumber daya alam ekonomi, pariwisata,
sosial-budaya;
3.
Dapat dikembangkan secara nyata sebagai
dasar penguat sektor usaha pemberdayaan ekonomi masyarakat;
4.
Pembelajaran berorientasi pada
peningkatan kompetensi keterampilan untuk belajar dan bekerja, lebih bersifat
aplikatif dan operasional;
5.
Jenis pengelola program bersama-sama
dengan peserta didik, orang tua, tokoh masyarakat, dan mitra kerja.
Dengan demikian
manajemen berbasis sekolah (MBS) mendorong profesionlisme guru dan terutama
kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan yang ada di garda depan. Melalui
pengembangan kurikulum yang efektif dan fleksibel, rasa tanggap sekolah
terhadap kebutuhan masyarakat setempat akan meningkat serta layanan pendidikan
akan sesuai dengan tuntutan peserta didik dan masyarakat seiring perkembangan
zaman yang terus berubah.
F. Komponen-komponen Menejemen Berbasis Sekolah (MBS)
Manajemen sekolah pada hakikatnya mempunyai pengertian yang hampir sama
dengan manajemen pendidikan. Ruang lingkup dan bidang kajian manajemen sekolah
juga merupakan ruang linkup dan bidang kajian manajemen pendidikan. Namun
demikian, manajemen pendidikan mempunyai jangkauan yang lebih luas daripada
manajemen sekolah. Dengan perkataan lain, manajemen sekolah merupakan bagian
dari manajemen pendidikan, atau penerapan manajemen pendidikan dalam organisasi
sekolah sebagai salah satu komponen dari sistem pendidikan yang berlaku.
Manajemen sekolah terbatas pada salah satu sekolah saja, sedangkan manajemen
pendidikan meliputi seluruh komponen sistem pendidikan, bahkan bisa menjangkau
sistem yang lebih luas dan besar (suprasistem) secara regional, nasional, bahkan
internasional.
Hal yang paling penting dalam implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
adalah manajemen terhadap komponen-komponen sekolah itu sendiri. Sedikitnya
terdapat tujuh komponen sekolah yang harus dikelola dengan baik dalam rangka
MBS, yaitu:
a.
Manajemen
kurikulum dan program pengajaran
b.
Manajemen
tenaga kependidikan
c.
Manajemen
kesiswaan
d.
Manajemen
keuangan dan pembiayaan
e.
Manajemen
sarana dan prasarana pendidikan
f.
Manajemen
hubungan sekolah dengan masyarakat
g.
Manajemen
layanan khusus.
G. Karakteristik Menejemen Berbasis Sekolah (MBS)
MBS yang
ditawarkan sebagai bentuk operasional desentralisasi pendidikan akan memberikan
wawasan baru terhadap system yang sedang berjalan selama ini. Hal ini
diharapakan dapat membawa dampak tehadap peningkatan efisiensi dan efektifitas
kinerja sekolah, dengan menyedikan layanan pendidikan yang komprehensif dan
tanggap terhadap kebutuhan masyarakat sekolah sestempat.
Karakteristik
MBS bisa diketahui antara lain dari bagaimana sekolah dapat mengoptimalkan kinerja
organisasi sekolah, proses belajar mengajar, pengelolaan sumber daya manusia,
dan pengelolaan sumber daya dan administrasi. Sejalan dengan itu, Saud (2002)
berdasrakan pelaksanaan di Negara maju mengemukakan bahwa karakteristik dasar
MBS adalah pemberian otonomi ynag luas kepada sekolah, partisipasi masyarakat
dan orang tua peserta didik yang tinggi. Kepemimpinan kepala sekolah yang
demokratis dan professional, serta adanya team work yang tinggi dan
professional.
1.
Pemberian otonomi luas
kepada sekolah
MBS memberikan otonomi luas kepada sekolah, diserati sepewrangkat tanggung
jawab. Dengan adanya otonomi yang memberikan tanggung jawab pengelolaan sumber
daya dan pengembangan strategi sesuia dengan kondisi setempat, sekolah dapat
lebih memberdayakan tenaga kependidikan guru agar lebih berkonsentrasi pada
tugas utamanya mengajar. Dealam apada itu, sekolah sebagai lembaga pendidikan
diberi kewenangan dan kekuasaan yang luas untuk mengembangkan program-program
kurikulum dan pembelajaran sesuai dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik
serta runtutan masyarakat. Untuk mendukung keberhasilan program tersebut,
sekolah memiliki kekuasaan dan kewenangan mengelola dan memanfaatkan berbagai
sumber daya yang tersedia di masyarakat dan lingkungan sekitar. Selain itu, sekolah
juga diberikan kewenangan untuk menggali dan mengelola sumber dana sesuai
dengan prioritas kebutuhan. Melalui otonomi ynag luas, sekolah dapat
meningkatkan kinerja tenaga kependidikan dengan menawarkan pertisipasi aktif
mereka dalam pengambilan keputusan dan tanggung jawab bersama dalam pelaksanaan
keputusan ynag diambil secara proporsional dan professional.
2.
Partisipasi masyarakat dan orang tua
Dalam MBS pelaksanaan program-program sekolah didukung oleh partisipasi
masyarakat dan orang tua peserta didik yang tinggi. Orang tua peserta didik dan
masyarakat tidak hanya mendukung sekolah melalui bantuan keuangan, tetapi
melalui komite sekolah dan dewan pendidikan merumuskan serta mengembangkan
program-program ynag dapat meningkatkan kualitas sekolah. Masyarakat dan orang
tua menjalin klerja asama untuk membantu sekolah sebagai nara sumber berbagai
kegiatan sekolah untuk meningkatkan kulaitas pembelajaran.
3.
Kepemimpinan yang demokratis dan professional
Dalam MBS, pelaksanaan program-progaram sekolah didukung oleh adanya
kepemimpinan sekolah yang demokratis dan professional. Kepala sekolah dan
guru-guru sebagai tenaga pelaksana inti prpgram sekolah merupakan orang-orang
yang memiliki kemampuan dan integritas professional. Kepala sekolah adalah
manajer pendidikan professional yang direkrut komite sekolah untuk mengelola
segala kegiatan sekolah berdasrakan kebijakan yang ditetapkan. Guru-guru ynag
direkrut oleh sekolah adalah pendidik yang profesionala dalam bidangnya
masing-masing, sehingga mereka bekerja berdasarkan pola kinerja professional
yang disepakati bersama untuk memberi kemudahan dan mendukung keberhasilan
pembelajaran peserta didik. Dalam proses pengambilan keputusan, kepala sekolah
mnegimplementasikan proses Bottom up secara demokratis, sehingga semua
pihak memiliki tanggung jawab terhadap keputusan ynag diambil beserta
pelaksanaannya.
4.
Team work yang kompak dan transparan
Dalam MBS, keberhasilan program-program sekolah didukung oleh kinerja team
work yang kompak dan transparan dari berbagai pihak ynag terlibat dalam
pendidikan di sekolah. Dalam dewan pendidikan dan komite sekolah misalnya,
pihak-pihka yang terlibat bekerja sama secara harmonis sesuia dengan posisinya
masing-masing untuk mewujudkan suatu “sekolah sekolah yang dapat dibanggakan”
oleh semua pihak. Mereka tidak saling menunjukkan kuasa atau paling bnerjasa,
tetapi masing-masing mmeberi kontribusi terhadap upaya peningkatan mutu dan kinerja
sekolah secara kaffah. Dalam pelaksanann program misalnya, pihak-pihak
terkait bekerja sama secara professional untuk mencapai tujuan-tujuan atau
target yang disepakati bersama. Dengan demikian, keberhasilan MBS merupakan
hasil sinergi (synergistic effect) dari kolaborasi team yang kompak dan
transparan.
Dalam konsep
MBS kekuasaan yang dimiliki sekolah mencakup pengambilan keputusan tentang
manajmen kurikulum dan pembelajaran; rektutmen dan manajamen tenaga
kependidikan serta manajemen keungan sekolah. (Mulyasa, 2004: 38).
H.
Implementasi Manajemen Berbasis sekolah (MBS)
Dari waktu ke waktu kesadaran
masyarakat terhadap urgensi pendidikan semakin meningkat dan mulai tampak dipermukaan. Hal ini dapat
diindikasikan dengan animo masyarakat yang banyak menyekolahkan anak-anak
mereka ke lembaga yang kredibel. Mereka sadar bahwa untuk menghadapi tantangan
yang semakin berat yang disebabkan oleh perubahan dan tantangan zaman adalah
kesiapan pada penguasaan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu lembaga pendidikan
yang maju dan mampu memberikan layanan yang maksimal sesuai dengan kebutuhan
masyarakat akan menjadi sekolah favorit.
Dalam hal ini bukan hanya instansi
yang bersifat komersial yang dituntut untuk berkompetisi, akan tetapi lembaga
pendidikan juga dituntut untuk bersaing dengan lembaga pendidikan yang lain
guna menawarkan jasa yang mempunyai kesesuaian dan keserasian dengan kebutuhan
masyarakat sebagai unsur edukasi. Oleh sebab itu lembaga pendidikan harus
memiliki sistem manajemen pendidikan yang baik dan mampu menyongsong era
kompetisi. Jika pendidikan ingin dilaksanakan secara terencana dan teratur maka
berbagai eleman yang terlibat dalam kegiatan perlu dikenali. Untik itu,
diperlukan pengkajian usaha pendidikan sebagai suatu sistem.
Sejalan dengan tuntutan tersebut,
pendidikan sudah mulai berbenah diri dan mengalami reformasi sebagai bentuk
konsekuensi dari tuntutan itu. Pemerintah dalam hal ini sudah menyiapkan konsep
pengelolaan pendidikan, yaitu konsep manajemen berbasis sekolah untuk
diterapkan dilembaga-lembaga pendidikan sebagai jawaban atas tuntutan zaman.
Implementasi manajemen berbasis
sekolah (MBS), pada hakekatnya adalah pemberian otonomi yang lebih luas kepada
sekolah dengan tujuan akhir meningkatkan mutu hasil penyelenggaraan pendidikan,
sehingga bisa menghasilkan prestasi yang sebenarnya melalui penyelenggaraan
manajerial yang mapan. Melalui peningkatan kinerja dan partisipasi semua stakeholder-nya
maka sekolah pada semua jenjang dan jenis pendidikan pada otonominya akan
menjadi suatu instansi pendidikan yang organik, demokratis, kreatif, inovatif
serta unik dengan ciri khas sendiri untuk melakukan pembaruan sendiri (self
reform).
Dalam kontek ini sekolah memiliki
wewenang untuk mengambil keputusan. Menurut Syahril Sagala, kekuasaan yang dimiliki
sekolah antara lain mengambil keputusan dengan rekruitmen serta pengelolaan
guru dan pegawai administrasi serta keputusan berkaitan dengan pengelolaan
sekolah. Adapun komponen yang didesentralisasikan adalah manajemen kurikulum,
manajemen tenaga kependidikan, manajemen kesiswaan, manajemen pendanaan serta
manajemen hubungan sekolah dengan
masyarakat. Secara visualistis, implementasi manajemen berbasis sekolah (MBS)
yang dimaksud dapat dilihat pada skema dibawah ini.
I.
Faktor-Faktor
yang Perlu Diperhatikan dalam Manajemen Berbasis Sekolah
Kajian yang dirumuskan oleh BPPN dan
Bank Dunia merumuskan beberapa faktor yang berkaitan dengan manajemen berbasis
sekolah (MBS) dintaranya adalah:
1. Kewajiban
Sekolah
Manajemen
berbasis sekolah (MBS) yang menawarkan keleluasaan pengelolaan sekolah memiliki
potensi yang besar dalam menciptakan kepala sekolah, guru, dan pengelola
sisitem pendidikan profesional. Oleh karena itu pelaksanaannya harus disertai
seperangkat kebijakan, serta monitoring dan tuntutan pertangungjawaban
(akuntabel) yang relatif tinggi, untuk menjamin bahwa sekolah selain memiliki
otonomi juga mempunyai kebijakan melaksanakan kebijakan pemerintah dan memenuhi
harapan masyarkat sekolah. Dengan demikian, sekolah dituntut mampu menampilkan
pengelolaan sumber daya secara transparan, demokratis, tanpa monopoli dan
tanggung jawab baik terhadap masyarakat maupun pemerintah, dalam rangka
meningkatkan kapasitas pelayanan terhadap peserta didik.
2. Kebijakan
dan Prioritas Pemerintah
Pemerintah
sebagai penanggung jawab pendidikan nasional berhak merumuskan
kebijakan-kebijakan yang menjadi prioritas nasional terutama yang berkaitan
dengan program peningkatan melek huruf dan angka (literacy and numeracy),
efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Dalam hal-hal tersebut, sekolah
tidak diperbolehkan untuk belajar sendiri dengan mengabaikan kebijakan dan
standar yang ditetapkan oleh pemerintah yang dipilih secara demokratis.
Agar
prioritas-prioritas pemerintah dilakukan oleh sekolah dan semua aktivitas
ditujukan untuk memberikan pelayanan kepada peserta didik sehingga dapat
belajar dengan baik, pemerintah perlu merumuskan seperangkat pedoman tentang
pelaksanaan MBS. Pedoman-pedoman tersebut, terutama ditujukan untuk menjamin
bahwa hasil pendidikan (student outcomes) terevalusi dengan baik,
kebijakan-kebijakan pemerintah dilaksanakan secara efektif, sekolah
dioperasikan dalam rangka yang disetujui pemerintah, dan anggaran dibelanjakan
sesuai dengan tujuan.
3. Peranan
Orang Tua dan Masyarakat
MBS
menuntut dukungan tenaga kerja yang terampil dan berkualitas untuk
membangkitkan motivasi kerja yang lebih produktif dan memberdayakan otoritas
daerah setempat, serta mengefisienkan sistem dan menghilangkan birokrasi yang
tumpang tindih. Untuk kepentingan tersebut, diperlukan partisipasi masyaraka
dan hal ini merupakan salah satu aspek penting dalam Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS). Melalui dewan sekolah (school council), orang tua dan masyarakat
dapat berpartisipasi dalam pembuatan berbagai keputusan. Dengan demikian,
masyarakat dapat lebih memahami, serta mengawasi dan membantu sekolah dalam
pengelolaan termasuk kegiatan belajar-mengajar. Besarnya partisipasi masyarakat
dalam pengeloaan sekolah tersebut mungkin dapat menimbulkan rancunya
kepentingan antar sekolah, orang tua, dan masyarakat. Dalam hal ini pemerintah
perlu merumuskan bentuk partisipasi (pembagian tugas) setiap unsur secara jelas
dan tegas.
4. Peranan
Profesionalisme dan Manajerial
Manajemen
berbasis sekolah (MBS) menuntut perubahan-perubahan tingkah laku kepala
sekolah, guru, dan tenaga administrasi dalam mengoperasikan sekolah.
Pelaksanaan MBS berpotensi meningkatkan gesekan pranata yang bersifat
profesional dan manajerial. Untuk memenuhi persayaratan pelaksanaan MBS, kepala
sekolah, guru, tenaga administrasi harus memiliki kedua sifat tersebut yaitu
profesional dan manjerial. Mereka harus memiliki pengetahuan yang mendalam
tentang peserta didik dan prinsip-prinsip pendidikan untuk menjamin bahwa
keputusan penting yang dibuat oleh sekolah, didasarkan atas
pertimbangan-pertimbangan pendidikan. Kepala sekolah khususnya, perlu
mempelajari dengan teliti, baik kebijakan dan prioritas pemerintah maupun
prioritas sekolah sendiri. Untuk kepentingan tersebut, kepala sekolah harus:
a.
Memiliki kemampuan untuk berkolaborasi
dengan guru dan masyarakat sekitar sekolah;
b.
Memiliki pemahaman dan wawasan yang luas
tentang teori pendidikan dan pembelajaran;
c.
Memiliki kemampuan dan keterampilan
untuk menganalisis situasi sekarang berdasarkan apa yang seharusnya serta mampu
memperkirakan kejadian di masa depan berdasarkan situasi sekarang;
d.
Memiliki kemauan dan kemampuan untuk
mengidentifikasi masalah dan kebutuhan yang berkaitan dengan efektivitas
pendidikan di sekolah;
e.
Mampu memanfaatkan berbagai peluang,
menjadikan tantangan sebagai peluang, serta mengkonseptualkan arah baru untuk
perubahan.
Pemahaman
terhadap sifat profesional dan manjerial tersebut sangat penting agar
peningkatan efisiensi, mutu, dan pemerataan serta supervisi dan monitoring yang
direnacanakan sekolah betul-betul untuk mencapai tujuan pendidikan sesuai
dengan kerangka kebijakan pemerintah dan tujuan sekolah.
5. Pengembangan
Profesi
Dalam manajemen
berbasis sekolah (MBS) pemerintah harus manjamin bahwa semua unsur penting
tentang kependidikan (sumber manusia) menerima pengembangan profesi yang
diperlukan untuk mengelola sekolah secara efektif. Agar sekolah dapat mengambil
manfaat yang ditawarkan MBS, perlu dikembangkan adanya pusat pengembangan
profesi, yang berfungsi sebagai penyedia jasa pelatihan bagi tenaga
kependidikan untuk MBS. Selain itu, penting untuk dicatat sebaik-baiknya
sekolah dan masyarakat perlu dilibatkan dalam proses MBS sedini mungkin. Mereka
tidak perlu hanya menunggu, tetapi melibatkan diri dalam diskusi-diskusi
tentang MBS dan berinisiatif untuk menyelenggarakan tentang aspek-aspek yang
terkait.
J. Strategi Implementasi Manajemen
Berbasis Sekolah
Pada dasarnya,
mengubah pendekatan manajemen berbasis pusat menjadi manajemen berbasis sekolah
bukanlah merupakan one-shot and quick-fix, akan tetapi merupakan proses
yang berlangsung secara terus menerus dan melibatkan semua unsur yang
bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan persekolahan. Oleh karena
itu, strategi utama yang perlu ditempuh dalam melaksanakan manajemen berbasis sekolah
adalah sebagai berikut:
1. Mensosialiasikan
konsep manajemen berbasis sekolah ke seluruh warga sekolah, yaitu guru, siswa,
wakil-wakil kepala sekolah, konselor, karyawan dan unsur-unsur terkait lainnya
(orangtua murid, pengawas, dan instansi terkait) melalui seminar, diskusi,
forum ilmiah, dan media masa. Dalam sosialisasi ini hendaknya juga dibaca dan
dipahami sistem, budaya, dan sumber daya sekolah yang ada secermat-cermatnya
dan direfleksikan kecocokannya dengan sistem, budaya, dan sumber daya yang
dibutuhkan untuk penyelenggaraan manajemen berbasis sekolah.
2. Melakukan
analisis situasi sekolah dan luar sekolah yang hasilnya berupa tantangan nyata
yang harus dihadapi oleh sekolah dalam rangka mengubah manajemen berbasis pusat
menjadi manajemen berbasis sekolah. Tantangan adalah selisih (ketidaksesuaian)
antara keadaan sekarang (manajemen berbasis pusat) dan keadaan yang diharapkan
(manajemen berbasis sekolah). Karena itu, besar kecilnya ketidaksesuaian antara
keadaan sekarang (kenyataan) dan keadaan yang diharapkan (idealnya)
memberitahukan besar kecilnya tantangan (loncatan).
3.
Merumuskan tujuan situasional yang akan
dicapai dari pelaksanaan manajemen berbasis sekolah berdasarkan tantangan nyata
yang dihadapi. Segera setelah tujuan situasional ditetapkan, kriteria kesiapan
setiap fungsi dan faktor-faktornya ditetapkan. Kriteria inilah yang akan digunakan sebagai standar atau
kriteria untuk mengukur tingkat kesiapan setiap fungsi dan faktor-faktornya.
4.
Mengidentifikasi
fungsi-fungsi yang perlu dilibatkan untuk mencapai tujuan situasional dan yang
masih perlu diteliti tingkat kesiapannya. Untuk mencapai tujuan situasional
yang telah ditetapkan, maka perlu diidentifikasi fungsi-fungsi mana yang perlu
dilibatkan untuk mencapai tujuan situasional dan yang masih perlu diteliti
tingkat kesiapannya. Fungsi-fungsi yang dimaksud meliputi antara lain:
pengembangan kurikulum, pengembangan tenaga kependidikan dan nonkependidikan,
pengembangan siswa, pengembangan iklim akademik sekolah, pengembangan hubungan
sekolah-masyarakat, pengembangan fasilitas, dan fungsi-fungsi lain.
5.
Menentukan
tingkat kesiapan setiap fungsi dan faktor-faktornya melalui analisis SWOT, yang
dilakukan dengan maksud mengenali tingkat kesiapan setiap fungsi dari
keseluruhan fungsi yang diperlukan untuk mencapai tujuan situasional yang telah
ditetapkan. Analisis SWOT dilakukan terhadap keseluruhan faktor dalam setiap
fungsi, baik faktor yang tergolong internal maupun eksternal. yang dinyatakan
sebagai: kekuatan, bagi faktor yang tergolong internal; peluang,
bagi faktor yang tergolong faktor eksternal. Sedang tingkat kesiapan yang
kurang memadai, artinya tidak memenuhi ukuran kesiapan, dinyatakan bermakna: kelemahan,
bagi faktor yang tergolong faktor internal; dan ancaman, bagi faktor
yang tergolong faktor eksternal.
6.
Memilih
langkah-langkah pemecahan (peniadaan) persoalan, yakni tindakan yang diperlukan
untuk mengubah fungsi yang tidak siap menjadi fungsi yang siap. Selama masih
ada persoalan, yang sama artinya dengan ada ketidaksiapan fungsi, maka tujuan
situasional yang telah ditetapkan tidak akan tercapai. Oleh karena itu, agar
tujuan situasional tercapai, perlu dilakukan tindakan-tindakan yang mengubah
ketidaksiapan menjadi kesiapan fungsi. Tindakan yang dimaksud lazimnya disebut langkah-langkah
pemecahan persoalan, yang hakekatnya merupakan tindakan mengatasi makna
kelemahan dan/atau ancaman, agar menjadi kekuatan dan/atau peluang, yakni
dengan memanfaatkan adanya satu/lebih faktor yang bermakna kekuatan dan/atau
peluang.
7.
Berdasarkan
langkah-langkah pemecahan persoalan tersebut, sekolah bersama-sama dengan semua
unsur-unsurnya membuat rencana untuk jangka pendek, menengah, dan panjang,
beserta program-programnya untuk merealisasikan rencana tersebut. Sekolah tidak
selalu memiliki sumber daya yang cukup untuk melaksanakan manajemen berbasis
sekolah idealnya, sehingga perlu dibuat sekala prioritas jangka pendek,
menengah, dan panjang.
8.
Melaksanakan
program-program untuk merealisasikan rencana jangka pendek manajemen berbasis
sekolah. Dalam pelaksanaan, semua input yang diperlukan untuk berlangsungnya
proses (pelaksanaan) manajemen berbasis sekolah harus siap. Jika input tidak
siap/tidak memadai, maka tujuan situasional tidak akan tercapai. Yang perlu
diperhatikan dalam pelaksanaan adalah pengelolaan kelembagaan, pengelolaan
program, dan pengelolaan proses belajar mengajar.
Pemantauan terhadap proses dan evaluasi terhadap hasil
manajemen berbasis sekolah perlu dilakukan. Hasil pantauan proses dapat
digunakan sebagai umpan balik bagi perbaikan penyelenggaraan dan hasil evaluasi
dapat digunakan untuk mengukur tingkat ketercapaian tujuan situasional yang
telah dirumuskan. Demikian kegiatan ini dilakukan secara terus-menerus,
sehingga proses dan hasil manajemen berbasis sekolah dapat dioptimalkan.
K. Tahapan Implementasi Manajemen
Berbasis Sekolah
Sebagai paradigma pendidikan
yang baru maka dalam implementasi Manajemen Berbasis Sekolah melalui beberapa
tahapan. Menurut Fatah tahapan implementasi tersebut dibagi menjadi tiga, yaitu
:
1.
Tahap
Sosialisasi merupakan tahapan yang penting mengingat luasnya daerah yang ada
terutama daerah yang sulit dijangkau serta kebiasaan masyarakat yang umumnya
tidak mudah menerima perubahan karena perubahan yang bersifat personal maupun
organisasional memerlukan pengetahuan dan keterampilan yang baru. Dengan adanya
sosialisasi ini maka akan mengefektifkan pencapaian implementasi Manajemen
Berbasis Sekolah baik menyangkut aspek proses maupun pengembangannya di
sekolah.
2.
Tahap
Piloting yaitu merupakan tahapan ujicoba agar penerapan konsep MBS tidak
mengandung resiko. Efektivitas model ujicoba memerlukan persyaratan dasar yaitu
akseptabilitas, akuntabilitas, reflikabilitas, dan sustainabilitas.
3.
Tahapan
desiminasi merupakan tahapan memasyarakatkan model Manajemen Berbasis Sekolah
yang telah diujicobakan ke berbagai sekolah agar dapat mengimplementasikannya
secara efektif dan efisien.
L. Ciri-ciri Sekolah yang Melaksanakan
Manajemen Berbasis Sekolah
Menurut Prof.Dr.H.Djam’an Satori,MA indikator atau ciri-ciri sekolah yang
menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah yaitu:
1.
Partisipasi
masyarakat diwadahi melalui Komite Sekolah
2.
Transparansi
pengelolaan sekolah (program dan anggaran)
3.
Program
sekolah realistik – need assessment
4.
Pemahaman
stakeholder mengenai Visi dan Misi sekolah
5.
Lingkungan
fisik sekolah nyaman, terawat.
6.
Iklim
sekolah kondusif
7.
Berorientasi
mutu, penciptaan budaya mutu (Hasil curah pendapat peserta lokakaryaMBS –Komite
Sekolah, Kepala Sekolah, Guru dan Pengawas, November 2003 di Bandung Jawa
Barat)
Dari beberapa ciri tersebut maka dapat diketahui perbedaan antara sekolah
yang sudah menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah dan yang belum menerapkan
secara maksimal. Dalam implementasinya peran serta masyarakat juga berpengaruh
penting dalam pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah, karena dengan adanya
keterlibatan masyarakat maka keputusan-keputusan yang diambil akan lebik baik
khususnya dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan di sekolah. Masyarakat
juga ikut serta dalam mengawasi dan membantu sekolah dalam kegiatan yang ada
termasuk kegiatan belajar mengajar. Dengan adanya implementasi Manajemen
Berbasis Sekolah di sekolah yang dipandang memiliki tingkat efektivitas tinggi
akan memberikan beberapa keuntungan yaitu :
1.
Kebijaksanaan
dan kewengan sekolah membawa pengaruh langsung kepada peserta didik, orang tua,
dan guru.
2.
Bertujuan bagaimana memanfatkan budaya local.
3.
Efektif dalam melakukan pembinaan peeserta didik
seperti kehadiran, hasil belajar, tingkat pengulangan, tingkat putus sekolah,
dan iklim sekolah.
4.
adanya perhatian bersama untuk mengambil keputusan,
memberdayakan guru, manajemen sekolah, rancang ulang sekolah dan perubahan
perencanaan (Fattah dalam E. Mulyasa, 2002:24-25).
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
v Pengertian
Secara leksikal, Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) berasal dari tiga kata,
yaitu manajemen, berbasis, dan sekolah. Manajemen adalah proses menggunakan
sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran. Berbasis memiliki kata dasar
basis yang berarti dasar atau asas. Sekolah adalah lembaga untuk belajar dan
mengajar, serta tempat menerima dan memberikan pelajaran. Berdasarkan makna
leksikal tersebut maka MBS dapat diartikan sebagai penggunaan sumber daya yang
berasask.
Sedangkan pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) menurut E. Mulyasa
adalah pemberian otonomi luas pada tingkat sekolah agar sekolah leluasa
mengelola sumber daya dan sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan
prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap dengan kebutuhan setempatan pada
sekolah itu sendiri dalam proses pengajaran atau pembelajaran
v Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Menurut Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, tujuan MBS
dengan model MPMBS adalah pertama meningkatkan mutu pendidikan melalui
kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya
yang tersedia. Kedua, meningkatkan kepedulian warga sekolah dan
masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan
bersama. Ketiga, meningkatkan tanggung jawab kepala sekolah kepada sekolahnya. Keempat, meningkatkan
kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai.
v Prinsip-Prinsip Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
a.
Prinsip Ekuifinalitas (Principal of Equifinality)
Prinsip ini didasarkan pada teori manajemen modern yang berasumsi bahwa
terdapat beberapa cara yang berbeda-beda untuk mencapai suatu tujuan.
b.
Prinsip Desentralisasi (Principal of
Decentralization)
Desentralisasi adalah gejala yang penting dalam reformasi manajemen sekolah
modern. Prinsip desentralisasi ini konsisten dengan prinsip ekuifinalitas
c.
Prinsip Sistem Pengelolaan Mandiri (Principal of
Self Managing System)
Prinsip ini terkait dengan prinsip sebelumnya, yaitu prinsip ekuifinalitas
dan prinsip desentralisasi. Ketika sekolah menghadapi permasalahan maka harus
diselesaikan dengan caranya sendiri.
d.
Prinsip Inisiatif Manusia (Principal of Human
Initiative)
Prinsip ini mengakui bahwa manusia bukanlah sumber daya yang statis,
melainkan dinamis. Oleh karena itu, potensi sumber
daya manusia harus selalu digali, ditemukan, dan kemudian dikembangkan. Manajemen kurikulum dan program pengajaran
v Komponen-Komponen Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
1.
Manajemen tenaga
kependidikan
2.
Manajemen
kesiswaan
3.
Manajemen
keuangan dan pembiayaan
4.
Manajemen
sarana dan prasarana pendidikan
5.
Manajemen
hubungan sekolah dengan masyarakat
6.
Manajemen
layanan khusus.
v Karakteristik
Manajemen Berbasis Sekolah
1. Pemberian
otonomi luas kepada sekolah
2. Partisipasi
masyarakat dan orang tua
3. Kepemimpinan
yang demokratis dan professional
4. Team work
yang kompak dan transparan
B.
Saran
Sebagai bentuk dari hasil penulisan, berikut ini
dikemukakan saran yang diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam
upaya peningkatan mutu pendidikan
yaitu Sebaiknya tahap-tahap implementasi manajemen berbasis
sekolah dilaksanakan secara urut dan tidak hanya beberapa komponen yang
melaksanakan, tetapi seluruh komponen sekolah harus terlibat agar kerja sama
dalam memanajemen sekolah kompak dan seluruh kegiatan terkomunikasikan dengan
baik.
DAFTAR
PUSTAKA
Nurkolis, Manajemen Berbasis Sekolah, Jakarta: Grasindo, 2003
E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung: Remaja Rosdakarya,
2004
Suzanne.
2009. Pengertian Monitoring dan Evaluasi. Diakses pada 29 Desember 2013,
dari http://hafidzf.wordpress.com/2009/06/16/pengertian-monitoring-dan-evaluasi/
http://www.scribd.com/doc/76179499/Pengawasan-Dan-Penilaian-Satuan-Pendidikan.html (Jumat, 10 Mei 2013. Pukul: 2.45
PM)
Malik, Halim. 2011. Konsep Manajemen Berbasis
Sekolah (Hardiknas-Rangkat), (online), (http://edukasi.kompasiana.com/2011/05/02/konsep-manajemen-berbasis-sekolah-hardiknas-rangkat/, diakses
tanggal 23 November 2013)
Suryosubroto.
2004. Manajemen
Pendidikan Di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI, Manajemen Pendidikan, Bandung :
Alfabeta, 2010.
Umiarso & Imam Gojali, Manajemen Mutu Sekolah di Era Otonomi
Pendidikan Yogyakarta: Ircisod, 2010.
Ali Imron dan Burhanuddin, Manajemen Pendidikan, Malang: Penerbit
Universitas Negeri Malang, 2003
Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara,
1988
Malayu S.P. Hasibuan, Manajemen: Dasar, Pengertian dan Masalah, Jakarta:
Haji Masagung,1989
E. Mulyasa, Manajemen Berbasis
Sekolah, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004 Nanang Fattah, Konsep
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Dewan Sekolah, Bandung: Pustaka Bani
Quraisy, 2004 Sebagai bentuk dari
hasil penulisan,