Kamis, 25 Februari 2016

MBS

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Fakta yang ada sekarang ini menyatakan bahwa mutu pendidikan di Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia. Hal ini mempunyai dampak yang sangat besar bagi majunya kehidupan masyarakat dalam segala aspek bidang kehidupan. Sehingga pemerintah berinisiatif untuk mencari solusi dalam menangani masalah ini. Untuk menciptakan masyarakat yang maju maka hal perlu diperhatikan terlebih dahulu adalah bagaimana mewujudkan pendidikan yang bermutu yang pada akhirnya mencapai tujuan pendidikan nasional yaitu terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Hal ini sejalan dengan Visi Pendidikan Nasional bahwa Depdiknas berhasrat untuk pada tahun 2025 menghasilkan insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif atau insan paripurna.
Dalam sebuah organisasi maka sangat diperlukan adanya sebuah manajemen yang tepat dan mampu memberikan sebuah perbaikan-perbaikan begitu juga dalam sebuah organisasi pendidikan yaitu sekolah maka harus ada sebuah menejemen yang mampu mengarahkan kepada arah pendidikan yang lebih baik lagi.lembaga-lembaga pendidikan dituntut untuk dapat meningkatkan kualitas pendidikan di lembaganya masing-masing. Penerapan manajemen dalam pendidikan sangat penting karena pendidikan itu merupakan salah satu dinamisator pembangunan itu sendiri.
Salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan adalah melalui penerapan Manajemen Berbasis Sekolah atau MBS. Hal ini didasarkan pada suatu asumsi bahwa MBS merupakan pemikiran ke arah pengelolaan pendidikan yang memberi keleluasaan kepada sekolah untuk mengatur dan melaksanakan berbagai kebijakan secara luas. Dengan demikian, mahasiswa calon guru SD semestinya dapat memahami penerapan MBS sebagai bekal ketika berada di sekolah nantinya. Disini kita akan membahas tentang menejemen yang ada disekolah yang telah kita kenal dengan sebutan MBS(menejemen berbasis sekolah).

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

1.             Apa yang dimaksud dengan Menejemen Berbasis Sekolah (MBS) ?
2.             Bagaimana sejarah munculnya Menejemen Berbasis Sekolah (MBS) ?
3.             Apa saja Prinsip-prinsip Menejemen Berbasis Sekolah (MBS) ?
4.             Apa tujuan dari Menejemen Berbasis Sekolah (MBS) ?
5.             Apa manfaat dari Menejemen Berbasis Sekolah (MBS) ?
6.             Apa saja komponen-komponen dari Menejemen Berbasis Sekolah (MBS) ?
7.             Bagaimana Karakteristik dari Menejemen Berbasis Sekolah (MBS) ?
8.             Bagaimana implementasi dari Menejemen Berbasis Sekolah (MBS) ?
9.             Apa saja faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam Menejemen Berbasis Sekolah (MBS) ?
10.         Bagaimana strategi implementasi Menejemen Berbasis Sekolah (MBS) ?
11.         Apa saja tahapan implementasi Menejemen Berbasis Sekolah (MBS) ?
12.         Bagaimana ciri-ciri sekolah yang melaksanakan Menejemen Berbasis Sekolah (MBS) ?

C.      Tujuan Penulisan
Secara umum pembuatan makalah ini bertujuan untuk mengetahui kejelasan tentang Menejemen Berbasis Sekolah (MBS).  Sedangkan secara rinci dapat dilihat dalam beberapa point dari tujuan yang hendak diketahui, yaitu:

1.             Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Menejemen Berbasis Sekolah (MBS).
2.             Untuk mengetahui sejarah munculnya Menejemen Berbasis Sekolah (MBS).
3.             Untuk mengetahui prinsi-prinsip dari Menejemen Berbasis Sekolah (MBS).
4.             Untuk mengetahui tujuan dari Menejemen Berbasis Sekolah (MBS).
5.             Untuk mengetahui manfaat dari Menejemen Berbasis Sekolah (MBS).
6.             Untuk mengetahui komponen-komponen dari Menejemen Berbasis Sekolah (MBS).
7.             Untuk mengetahui karakteristik dari Menejemen Berbasis Sekolah (MBS).
8.             Untuk mengetahui bagaimana implementasi dari Menejemen Berbasis Sekolah (MBS).
9.             Untuk mengetahui faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam Menejemen Berbasis Sekolah (MBS).
10.         Untuk mengetahui strategi implementasi Menejemen Berbasis Sekolah (MBS).
11.         Untuk mengetahui tahapan implementasi Menejemen Berbasis Sekolah (MBS).
12.         Untuk mengetahui ciri-ciri sekolah yang melaksanakan Menejemen Berbasis Sekolah (MBS).

D.    Manfaat Penulisan
Dari hasil pembuatan makalah ini diharapkan penulis dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1.      Manfaat Teoritis
Dapat mengetahui dan memahami mengenai Menjemen Berbasis Sekolah (MBS) agar dapat diterapkan didalam sekolahnya.
2.      Manfaat Praktis
Manfaat yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah agar pendidik melalui pemahaman Menjemen Berbasis Sekolah (MBS) bisa meningkatkan kemampuan mendidik dan mengajar terhadap anak didiknya serta mampu memenejemen sekolahnya dengan baik sesuai dengan aturan di dalam MBS.








BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Menejemen Berbasis Sekolah (MBS)
Secara leksikal, Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) berasal dari tiga kata, yaitu manajemen, berbasis, dan sekolah. Manajemen adalah proses menggunakan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran. Berbasis memiliki kata dasar basis yang berarti dasar atau asas. Sekolah adalah lembaga untuk belajar dan mengajar, serta tempat menerima dan memberikan pelajaran. Berdasarkan makna leksikal tersebut maka MBS dapat diartikan sebagai penggunaan sumber daya yang berasaskan pada sekolah itu sendiri dalam proses pengajaran atau pembelajaran.
Condoli memandang Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sebagai alat untuk “menekan” sekolah mengambil tanggung jawab apa yang terjadi terhadap anak didiknya. Dengan kata lain, sekolah mempunyai kewenangan untuk mengembangkan program pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan anak didik di sekolah tersebut.
Sedangkan pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) menurut E. Mulyasa adalah pemberian otonomi luas pada tingkat sekolah agar sekolah leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap dengan kebutuhan setempat.
Dalam konteks manajemen menurut MBS, berbeda dari manajemen pendidikan sebelumnya yang semua serba diatur dari pemerintah pusat. Sebaliknya, manajemen pendidikan model MBS ini berpusat pada sumber daya yang ada di sekolah itu sendiri. Dengan demikian, akan terjadi perubahan paradigma manajemen sekolah, yaitu yang semula diatur oleh birokrasi di luar sekolah menuju pengelolaan yang berbasis pada potensi internal sekolah itu sendiri.
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) memberikan kekuasaan yang luas hingga tingkat sekolah secara langsung. Dengan adanya kekuasaan pada tingkat lokal sekolah maka keputusan manajemen terletak pada stakeholder lokal, dengan demikian mereka diberdayakan untuk melakukan segala sesuatu yang berhubungan dengan kinerja sekolah. Dengan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) terjadi proses pengambilan keputusan kolektif ini dapat meningkatkan efektifitas pengejaran dan meningkatkan kepuasan guru.
Walaupun Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) memberikan kekuasaan penuh kepada sekolah secara individual, dalam proses pengambilan keputusan sekolah tidak boleh berada di satu tangan saja. Ketika Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) belum ditetapkan, proses pengambilan keputusan sekolah seringkali dilakukan sendiri oleh pihak sekolah secara internal yang dipimpin langsung oleh kepala sekolah. Namun, dalam kerangka Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) proses pengambilan keputusan mengikutkan partisipasi dari berbagai pihak baik internal, eksternal, maupun jajaran birokrasi sebagai pendukung. Dalam pengambilan keputusan harus dilakukan secara kolektif diantara stakeholder sekolah.
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah bentuk alternatif sekolah sebagai hasil dari desentralisasi pendidikan. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada prinsipnya bertumpu pada sekolah dan masyarakat serta jauh dari birokrasi yang sentralistik. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) berpotensi untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, pemerataan, efisiensi, serta manajemen yang bertumpu pada tingkat sekolah. MBS dimaksudkan otonomi sekolah, menentukan sendiri apa yang perlu diajarkan, dan mengelola sumber daya yang ada untuk berinovasi. MBS juga memiliki potensi yang besar untuk menciptakan kepala sekolah, guru, administrator yang professional. Dengan demikian, sekolah akan bersifat responsif terhadap kebutuhan masing-masing siswa dan masyarakat sekolah. Prestasi belajar siswa dapat dioptimalkan melalui partisipasi langsung orang tua dan masyarakat.

B.     Sejarah Munculnya Menejemen Berbasis Sekolah (MBS)
Secara faktual, telah banyak usaha yang telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan di tingkat pendidikan dasar. Namun hasilnya kurang menggembirakan. Secara garis besar faktor-faktor penyebabnya adalah :
1.      Kebijakan penyelenggaraan pendidikan nasional yang berorientasi pada output pendidikan terlalu memusatkan pada input, sehingga proses pendidikan kurang diperhatikan.
2.      Penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara sentralistik. Hal ini menyebabkan tingginya ketergantungan kepada keputusan birokrasi. Oleh sebab itulah sekolah menjadi tidak mandiri, kurang inisiatif dan miskin kreativitas, sehingga usaha dan saya untuk mengembangkan atau meningkatkan mutu layanan dan keluaran pendidikan menjadi kurang termotivasi.
3.      Peran serta masyarakat, terutama orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan, selama ini hanya terbatas pada dukungan dana, padahal mereka sangat penting dalam proses-proses pendidikan seperti pengambilan keputusan, monitoring, evaluasi dan akuntabilitas. Oleh sebab itulah perlu desentralisasi pendidikan sebagai faktor pendorong MBS ini.
Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan di Amerika Serikat, konsep Site Based Management merupakan strategi penting untuk meningkatkan kualitas pembuatan keputusan-keputusan pendidikan dalam anggaran pendidikan, sumberdaya pendidik, kurikulum dan evaluasi pendidikan (penilaian). Demikian juga studi yang dilakukan di El Salvador, Nepal dan Pakistan. Rata-rata informasi menunjukkan pemberian otonomi pada sekolah telah meningkatkan motivasi dan kehadiran guru. Sementara di Australia, School Based Management merupakan refleksi pengelolaan desentralisasi pendidikan yang menempatkan sekolah sebagai lembaga yang memiliki kewenangan untuk menetapkan kebijakan yang menyangkut visi, misi, dan tujuan atau sasaran sekolah yang membawa implikasi terhadap pengembangan kurikulum sekolah dan program-program operatif sekolah yang lain. MBS di Australia dibangun dengan memperhatikan kebijakan dan panduan dari pemerintah negara bagian di satu pihak, dan di pihak lain dari partisipasi masyarakat melalui school council dan parent and community association. Perpaduan keduanya melahirkan dokumen penting penyelenggaraan MBS yaity school policy yang memuat visi, misi, sasaran, pengembangan kurikulum, dan prioritas program, (2) school planning review serta (3) school annual planning quality assurance. Akuntabilitas dilakukan melalui external and internal monitoring.
Dengan belajar keberhasilan di negara lain seiring dengan diberlakukannnya Undang-undang Otonomi Daerah yaitu UU.No.22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan Undang-undang N0.25 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, maka semakin membuka peluang kebijakan pendidikan di Indonesia mengalami desentralisasi pula yang salah satu bentuknya berupa Manajemen Berbasis Sekolah. Sejarah baru pengelolaan pendidikan di Indonesia melalui MBS menjadikan pengelolaan pendidikan di Indonesia berpola desentralisasi, otonomi, pengambilan keputusan secara partisipatif. Pendekatan birokratik tidak ada lagi, yang ada adalah pendekatan profesional.
Dalam Pasal 11 UU No.25 Tahun 1999, kewenangan daerah kabupaten dan kota, mencakup semua bidang pemerintahan termasuk di dalamnya pendidikan dan kebudayaan, maka terdapat otonomi dalam upaya peningkatan mutu pendidikan, peningkatan efisiensi pengelolaan pendidikan, peningkatan relevansi pendidikan yang mengarah kepada pendidikan berbasis masyarakat, dan pemerataan pelayanan pendidikan yang berkeadilan.
C.    Prinsip-prinsip Menejemen Berbasis Sekolah (MBS)
Teori yang digunakan MBS untuk mengelola sekolah didasarkan pada empat prinsip yaitu:
a.    Prinsip Ekuifinalitas (Principal of Equifinality)
Prinsip ini didasarkan pada teori manajemen modern yang berasumsi bahwa terdapat beberapa cara yang berbeda-beda untuk mencapai suatu tujuan. MBS menekankan fleksibilitas sehingga sekolah harus dikelola oleh warga sekolah menurut kondisi mereka masing-masing. Karena kompleknya pekerjaan sekolah saat ini dan adanya perbedaan yang besar antara sekolah yang satu dengan yang lain, misalnya perbedaan tingkat akademik siswa dan situasi komunitasnya, sekolah tak dapat dijalankan dengan struktur yang standar di seluruh kota, provinsi, apalagi negara. Sekolah harus mampu memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapinya dengan cara yang paling tepat dan sesuai dengan situasi dan kondisinya. Walaupun sekolah yang berbeda memiliki masalah yang sama, cara penanganannya akan berlainan antara sekolah yang satu dengan yang lain.

b.    Prinsip Desentralisasi (Principal of Decentralization)
Desentralisasi adalah gejala yang penting dalam reformasi manajemen sekolah modern. Prinsip desentralisasi ini konsisten dengan prinsip ekuifinalitas. Prinsip desentralisasi dilandasi oleh teori dasar bahwa pengelolaan sekolah dan aktifitas pengajaran tak dapat dielakkan dari kesulitan dan permasalahan. Pendidikan adalah masalah yang rumit dan kompleks sehingga memerlukan desentralisasi dalam pelaksanaannya.
Oleh karena itu, sekolah harus diberi kekuasaan dan tanggung jawab untuk memecahkan masalahnya secara efektif dan secepat mungkin ketika masalah itu muncul. Dengan kata lain, tujuan prinsip desentralisasi adalah efisiensi dalam pemecahan masalah, bukan menghindari masalah. Oleh karena itu MBS harus mampu menemukan masalah, memecahkannya tepat waktu dan memberi sumbangan yang lebih besar terhadap efektivitas aktivitas pengajaran dan pembelajaran. Tanpa adanya desentralisasi kewenangan kepada sekolah itu sendiri maka sekolah tidak dapat memecahkan masalahnya secara cepat, tepat, dan efisiensi.

c.    Prinsip Sistem Pengelolaan Mandiri (Principal of Self Managing System)
Prinsip ini terkait dengan prinsip sebelumnya, yaitu prinsip ekuifinalitas dan prinsip desentralisasi. Ketika sekolah menghadapi permasalahan maka harus diselesaikan dengan caranya sendiri. Sekolah dapat menyelesaikan masalahnya bila telah terjadi pelimpahan wewenang dari birokrasi diatasnya ke tingkat sekolah. Dengan adanya kewenangan di tingkat sekolah itulah maka sekolah dapat melakukan sistem pengelolaan mandiri.

d.   Prinsip Inisiatif Manusia (Principal of Human Initiative)
Prinsip ini mengakui bahwa manusia bukanlah sumber daya yang statis, melainkan dinamis. Oleh karena itu, potensi sumber daya manusia harus selalu digali, ditemukan, dan kemudian dikembangkan. Sekolah dan lembaga pendidikan yang lebih luas tidak dapat lagi menggunakan istilah staffing yang konotasinya hanya mengelola manusia sebagai barang yang statis. Lembaga pendidikan harus menggunakan pendekatan human recources development yang memiliki konotasi dinamis dan menganggap serta memperlakukan manusia di sekolah sebagai aset yang amat penting dan memiliki potensi untuk terus dikembangkan.


D.    Tujuan Menejemen Berbasis Sekolah (MBS)
Menurut Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, tujuan MBS dengan model MPMBS adalah pertama meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia. Kedua, meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama. Ketiga, meningkatkan tanggung jawab kepala sekolah kepada sekolahnya. Keempat, meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai. Selain itu, MBS memiliki potensi untuk meningkatkan prestasi siswa dikarenakan adanya peningkatan efisiensi penggunaan sumber daya dan personel, peningkatan profesionalisme guru, penerapan reformasi kurikulum serta meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam pendidikan.
Sedangkan E. Mulyasa menyebutkan tujuan utama MBS adalah meningkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya yang ada, partisipasi masyarakat, dan penyederhanaan birokrasi. Peningkatan mutu diperoleh melalui partisipasi orang tua, kelenturan pengelolaan sekolah, peningkatan profesionalisme guru, adanya hadiah dan hukuman sebagai kontrol, serta hal lain yang dapat menumbuhkembangkan suasana yang kondusif. Pemerataan pendidikan nampak pada tumbuhnya partisipasi masyarakat terutama yang mampu dan peduli, sementara yang kurang mampu akan menjadi tanggung jawab pemerintah.
Dari uraian diatas, terlihat bahwa Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) bertujuan untuk membuat sekolah dapat lebih mandiri dalam memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan (otonomi), fleksibilitas yang lebih besar terhadap sekolah dalam mengelola sumber daya dan mendorong partisipasi warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan.



E.     Manfaat Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Manajemen berbasis sekolah (MBS) memberikan kebebasan dan kewenangan yang luas kepala sekolah disertai seperangkat tanggung jawab. Dengan adanya otonomi yang memberikan tanggung jawab pengelolaan sumber daya dan pengembangan strategi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sesuai dengan kondisi setempat, sekolah dapat meningkatkan kesejahteraan guru sehingga guru dapat berkonsentrasi dalam tugas utamanya, yaitu mengajar.
Sejalan dengan pemikiran diatas, B Suryosubroto mengutarakan bahwa otonomi diberikan agar sekolah dapat leluasa mengelola sumber daya dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan serta agar sekolah lebih tanggap terhadap kebutuhan lingkungan setempat. Maka dengan adanya otomoni tersebut, sekolah akan lebih leluasa dalam mengimprovisasi dirinya sesuai dengan kemapuan.
Dengan MBS, pemecahan masalah internal sekolah, baik yang menyangkut proses pembelajaran maupun sumber daya pendukungnya cukup dibicarakan di dalam sekolah dengan masyarakatnya, sehingga tidak perlu diangkat ke tingkat pemerintah daerah apalagi ke tingkat pusat yang “jauh panggang dari api.
Dengan keleluasaan mengelola sumber daya dan juga adanya partisipasi masyarakat, mendorong profesionalisme kepemimpinan sekolah yaitu kepala sekolah baik dalam peran sebagai manajer maupun sebagai sebagai pemimpin sekolah. Dan dengan diberikan kesempatan kepada sekolah dalam mengembangkan kurikulum, guru didorong untuk mengimprovisasi dan berinovasi dalam melakukan berbagai eksperimentasi di lingkungan sekolah dengan tujuan menemukan kesesuaian antara teori dengan kenyataan.
Perubahan yang paling mendasar dalam aspek manajemen kurikulum, bahwa pendidikan harus mampu mengoptimalisasikan semua potensi kelembagaan yang ada dalam masyarakat, baik pada lembaga-lembaga pendidikan yang dikelola pemerintah, masyarakat ataupun swasta. Persyaratan dasar penetapan jenis kurikulum antara lain:
1.         Kurikulum dikembangkan berdasarkan minat dan bakat peserta didik;
2.         Kurikulum berkaitan dengan karakteristik potensi wilayah setempat, misalnya: sumber daya alam ekonomi, pariwisata, sosial-budaya;
3.         Dapat dikembangkan secara nyata sebagai dasar penguat sektor usaha pemberdayaan ekonomi masyarakat;
4.         Pembelajaran berorientasi pada peningkatan kompetensi keterampilan untuk belajar dan bekerja, lebih bersifat aplikatif dan operasional;
5.         Jenis pengelola program bersama-sama dengan peserta didik, orang tua, tokoh masyarakat, dan mitra kerja.
Dengan demikian manajemen berbasis sekolah (MBS) mendorong profesionlisme guru dan terutama kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan yang ada di garda depan. Melalui pengembangan kurikulum yang efektif dan fleksibel, rasa tanggap sekolah terhadap kebutuhan masyarakat setempat akan meningkat serta layanan pendidikan akan sesuai dengan tuntutan peserta didik dan masyarakat seiring perkembangan zaman  yang terus berubah.
F.     Komponen-komponen Menejemen Berbasis Sekolah (MBS)
Manajemen sekolah pada hakikatnya mempunyai pengertian yang hampir sama dengan manajemen pendidikan. Ruang lingkup dan bidang kajian manajemen sekolah juga merupakan ruang linkup dan bidang kajian manajemen pendidikan. Namun demikian, manajemen pendidikan mempunyai jangkauan yang lebih luas daripada manajemen sekolah. Dengan perkataan lain, manajemen sekolah merupakan bagian dari manajemen pendidikan, atau penerapan manajemen pendidikan dalam organisasi sekolah sebagai salah satu komponen dari sistem pendidikan yang berlaku. Manajemen sekolah terbatas pada salah satu sekolah saja, sedangkan manajemen pendidikan meliputi seluruh komponen sistem pendidikan, bahkan bisa menjangkau sistem yang lebih luas dan besar (suprasistem) secara regional, nasional, bahkan internasional.
Hal yang paling penting dalam implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah manajemen terhadap komponen-komponen sekolah itu sendiri. Sedikitnya terdapat tujuh komponen sekolah yang harus dikelola dengan baik dalam rangka MBS, yaitu:
a.                   Manajemen kurikulum dan program pengajaran
b.                   Manajemen tenaga kependidikan
c.                   Manajemen kesiswaan
d.                  Manajemen keuangan dan pembiayaan
e.                   Manajemen sarana dan prasarana pendidikan
f.                    Manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat
g.                   Manajemen layanan khusus.
G.    Karakteristik Menejemen Berbasis Sekolah (MBS)
MBS yang ditawarkan sebagai bentuk operasional desentralisasi pendidikan akan memberikan wawasan baru terhadap system yang sedang berjalan selama ini. Hal ini diharapakan dapat membawa dampak tehadap peningkatan efisiensi dan efektifitas kinerja sekolah, dengan menyedikan layanan pendidikan yang komprehensif dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat sekolah sestempat.
Karakteristik MBS bisa diketahui antara lain dari bagaimana sekolah dapat mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah, proses belajar mengajar, pengelolaan sumber daya manusia, dan pengelolaan sumber daya dan administrasi. Sejalan dengan itu, Saud (2002) berdasrakan pelaksanaan di Negara maju mengemukakan bahwa karakteristik dasar MBS adalah pemberian otonomi ynag luas kepada sekolah, partisipasi masyarakat dan orang tua peserta didik yang tinggi. Kepemimpinan kepala sekolah yang demokratis dan professional, serta adanya team work yang tinggi dan professional.
1.         Pemberian otonomi luas kepada sekolah
MBS memberikan otonomi luas kepada sekolah, diserati sepewrangkat tanggung jawab. Dengan adanya otonomi yang memberikan tanggung jawab pengelolaan sumber daya dan pengembangan strategi sesuia dengan kondisi setempat, sekolah dapat lebih memberdayakan tenaga kependidikan guru agar lebih berkonsentrasi pada tugas utamanya mengajar. Dealam apada itu, sekolah sebagai lembaga pendidikan diberi kewenangan dan kekuasaan yang luas untuk mengembangkan program-program kurikulum dan pembelajaran sesuai dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik serta runtutan masyarakat. Untuk mendukung keberhasilan program tersebut, sekolah memiliki kekuasaan dan kewenangan mengelola dan memanfaatkan berbagai sumber daya yang tersedia di masyarakat dan lingkungan sekitar. Selain itu, sekolah juga diberikan kewenangan untuk menggali dan mengelola sumber dana sesuai dengan prioritas kebutuhan. Melalui otonomi ynag luas, sekolah dapat meningkatkan kinerja tenaga kependidikan dengan menawarkan pertisipasi aktif mereka dalam pengambilan keputusan dan tanggung jawab bersama dalam pelaksanaan keputusan ynag diambil secara proporsional dan professional.

2.         Partisipasi masyarakat dan orang tua
Dalam MBS pelaksanaan program-program sekolah didukung oleh partisipasi masyarakat dan orang tua peserta didik yang tinggi. Orang tua peserta didik dan masyarakat tidak hanya mendukung sekolah melalui bantuan keuangan, tetapi melalui komite sekolah dan dewan pendidikan merumuskan serta mengembangkan program-program ynag dapat meningkatkan kualitas sekolah. Masyarakat dan orang tua menjalin klerja asama untuk membantu sekolah sebagai nara sumber berbagai kegiatan sekolah untuk meningkatkan kulaitas pembelajaran.

3.         Kepemimpinan yang demokratis dan professional
Dalam MBS, pelaksanaan program-progaram sekolah didukung oleh adanya kepemimpinan sekolah yang demokratis dan professional. Kepala sekolah dan guru-guru sebagai tenaga pelaksana inti prpgram sekolah merupakan orang-orang yang memiliki kemampuan dan integritas professional. Kepala sekolah adalah manajer pendidikan professional yang direkrut komite sekolah untuk mengelola segala kegiatan sekolah berdasrakan kebijakan yang ditetapkan. Guru-guru ynag direkrut oleh sekolah adalah pendidik yang profesionala dalam bidangnya masing-masing, sehingga mereka bekerja berdasarkan pola kinerja professional yang disepakati bersama untuk memberi kemudahan dan mendukung keberhasilan pembelajaran peserta didik. Dalam proses pengambilan keputusan, kepala sekolah mnegimplementasikan proses Bottom up secara demokratis, sehingga semua pihak memiliki tanggung jawab terhadap keputusan ynag diambil beserta pelaksanaannya.

4.         Team work yang kompak dan transparan
Dalam MBS, keberhasilan program-program sekolah didukung oleh kinerja team work yang kompak dan transparan dari berbagai pihak ynag terlibat dalam pendidikan di sekolah. Dalam dewan pendidikan dan komite sekolah misalnya, pihak-pihka yang terlibat bekerja sama secara harmonis sesuia dengan posisinya masing-masing untuk mewujudkan suatu “sekolah sekolah yang dapat dibanggakan” oleh semua pihak. Mereka tidak saling menunjukkan kuasa atau paling bnerjasa, tetapi masing-masing mmeberi kontribusi terhadap upaya peningkatan mutu dan kinerja sekolah secara kaffah. Dalam pelaksanann program misalnya, pihak-pihak terkait bekerja sama secara professional untuk mencapai tujuan-tujuan atau target yang disepakati bersama. Dengan demikian, keberhasilan MBS merupakan hasil sinergi (synergistic effect) dari kolaborasi team yang kompak dan transparan.
Dalam konsep MBS kekuasaan yang dimiliki sekolah mencakup pengambilan keputusan tentang manajmen kurikulum dan pembelajaran; rektutmen dan manajamen tenaga kependidikan serta manajemen keungan sekolah. (Mulyasa, 2004: 38).
H.    Implementasi Manajemen Berbasis sekolah (MBS)
Dari waktu ke waktu kesadaran masyarakat terhadap urgensi pendidikan semakin meningkat  dan mulai tampak dipermukaan. Hal ini dapat diindikasikan dengan animo masyarakat yang banyak menyekolahkan anak-anak mereka ke lembaga yang kredibel. Mereka sadar bahwa untuk menghadapi tantangan yang semakin berat yang disebabkan oleh perubahan dan tantangan zaman adalah kesiapan pada penguasaan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu lembaga pendidikan yang maju dan mampu memberikan layanan yang maksimal sesuai dengan kebutuhan masyarakat akan menjadi sekolah favorit.
Dalam hal ini bukan hanya instansi yang bersifat komersial yang dituntut untuk berkompetisi, akan tetapi lembaga pendidikan juga dituntut untuk bersaing dengan lembaga pendidikan yang lain guna menawarkan jasa yang mempunyai kesesuaian dan keserasian dengan kebutuhan masyarakat sebagai unsur edukasi. Oleh sebab itu lembaga pendidikan harus memiliki sistem manajemen pendidikan yang baik dan mampu menyongsong era kompetisi. Jika pendidikan ingin dilaksanakan secara terencana dan teratur maka berbagai eleman yang terlibat dalam kegiatan perlu dikenali. Untik itu, diperlukan pengkajian usaha pendidikan sebagai suatu sistem.
Sejalan dengan tuntutan tersebut, pendidikan sudah mulai berbenah diri dan mengalami reformasi sebagai bentuk konsekuensi dari tuntutan itu. Pemerintah dalam hal ini sudah menyiapkan konsep pengelolaan pendidikan, yaitu konsep manajemen berbasis sekolah untuk diterapkan dilembaga-lembaga pendidikan sebagai jawaban atas tuntutan zaman.
Implementasi manajemen berbasis sekolah (MBS), pada hakekatnya adalah pemberian otonomi yang lebih luas kepada sekolah dengan tujuan akhir meningkatkan mutu hasil penyelenggaraan pendidikan, sehingga bisa menghasilkan prestasi yang sebenarnya melalui penyelenggaraan manajerial yang mapan. Melalui peningkatan kinerja dan partisipasi semua stakeholder-nya maka sekolah pada semua jenjang dan jenis pendidikan pada otonominya akan menjadi suatu instansi pendidikan yang organik, demokratis, kreatif, inovatif serta unik dengan ciri khas sendiri untuk melakukan pembaruan sendiri (self reform).
Dalam kontek ini sekolah memiliki wewenang untuk mengambil keputusan. Menurut Syahril Sagala, kekuasaan yang dimiliki sekolah antara lain mengambil keputusan dengan rekruitmen serta pengelolaan guru dan pegawai administrasi serta keputusan berkaitan dengan pengelolaan sekolah. Adapun komponen yang didesentralisasikan adalah manajemen kurikulum, manajemen tenaga kependidikan, manajemen kesiswaan, manajemen pendanaan serta manajemen  hubungan sekolah dengan masyarakat. Secara visualistis, implementasi manajemen berbasis sekolah (MBS) yang dimaksud dapat dilihat pada skema dibawah ini.

 








Gambar 2. Bagan Implentasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)[1]





I.       Faktor-Faktor yang Perlu Diperhatikan dalam Manajemen Berbasis Sekolah
Kajian yang dirumuskan oleh BPPN dan Bank Dunia merumuskan beberapa faktor yang berkaitan dengan manajemen berbasis sekolah (MBS) dintaranya adalah:
1.      Kewajiban Sekolah
Manajemen berbasis sekolah (MBS) yang menawarkan keleluasaan pengelolaan sekolah memiliki potensi yang besar dalam menciptakan kepala sekolah, guru, dan pengelola sisitem pendidikan profesional. Oleh karena itu pelaksanaannya harus disertai seperangkat kebijakan, serta monitoring dan tuntutan pertangungjawaban (akuntabel) yang relatif tinggi, untuk menjamin bahwa sekolah selain memiliki otonomi juga mempunyai kebijakan melaksanakan kebijakan pemerintah dan memenuhi harapan masyarkat sekolah. Dengan demikian, sekolah dituntut mampu menampilkan pengelolaan sumber daya secara transparan, demokratis, tanpa monopoli dan tanggung jawab baik terhadap masyarakat maupun pemerintah, dalam rangka meningkatkan kapasitas pelayanan terhadap peserta didik.
2.      Kebijakan dan Prioritas Pemerintah
Pemerintah sebagai penanggung jawab pendidikan nasional berhak merumuskan kebijakan-kebijakan yang menjadi prioritas nasional terutama yang berkaitan dengan program peningkatan melek huruf dan angka (literacy and numeracy), efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Dalam hal-hal tersebut, sekolah tidak diperbolehkan untuk belajar sendiri dengan mengabaikan kebijakan dan standar yang ditetapkan oleh pemerintah yang dipilih secara demokratis.
Agar prioritas-prioritas pemerintah dilakukan oleh sekolah dan semua aktivitas ditujukan untuk memberikan pelayanan kepada peserta didik sehingga dapat belajar dengan baik, pemerintah perlu merumuskan seperangkat pedoman tentang pelaksanaan MBS. Pedoman-pedoman tersebut, terutama ditujukan untuk menjamin bahwa hasil pendidikan (student outcomes) terevalusi dengan baik, kebijakan-kebijakan pemerintah dilaksanakan secara efektif, sekolah dioperasikan dalam rangka yang disetujui pemerintah, dan anggaran dibelanjakan sesuai dengan tujuan.

3.      Peranan Orang Tua dan Masyarakat
MBS menuntut dukungan tenaga kerja yang terampil dan berkualitas untuk membangkitkan motivasi kerja yang lebih produktif dan memberdayakan otoritas daerah setempat, serta mengefisienkan sistem dan menghilangkan birokrasi yang tumpang tindih. Untuk kepentingan tersebut, diperlukan partisipasi masyaraka dan hal ini merupakan salah satu aspek penting dalam Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Melalui dewan sekolah (school council), orang tua dan masyarakat dapat berpartisipasi dalam pembuatan berbagai keputusan. Dengan demikian, masyarakat dapat lebih memahami, serta mengawasi dan membantu sekolah dalam pengelolaan termasuk kegiatan belajar-mengajar. Besarnya partisipasi masyarakat dalam pengeloaan sekolah tersebut mungkin dapat menimbulkan rancunya kepentingan antar sekolah, orang tua, dan masyarakat. Dalam hal ini pemerintah perlu merumuskan bentuk partisipasi (pembagian tugas) setiap unsur secara jelas dan tegas.
4.      Peranan Profesionalisme dan Manajerial
Manajemen berbasis sekolah (MBS) menuntut perubahan-perubahan tingkah laku kepala sekolah, guru, dan tenaga administrasi dalam mengoperasikan sekolah. Pelaksanaan MBS berpotensi meningkatkan gesekan pranata yang bersifat profesional dan manajerial. Untuk memenuhi persayaratan pelaksanaan MBS, kepala sekolah, guru, tenaga administrasi harus memiliki kedua sifat tersebut yaitu profesional dan manjerial. Mereka harus memiliki pengetahuan yang mendalam tentang peserta didik dan prinsip-prinsip pendidikan untuk menjamin bahwa keputusan penting yang dibuat oleh sekolah, didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan pendidikan. Kepala sekolah khususnya, perlu mempelajari dengan teliti, baik kebijakan dan prioritas pemerintah maupun prioritas sekolah sendiri. Untuk kepentingan tersebut, kepala sekolah harus:
a.          Memiliki kemampuan untuk berkolaborasi dengan guru dan masyarakat sekitar sekolah;
b.         Memiliki pemahaman dan wawasan yang luas tentang teori pendidikan dan pembelajaran;
c.          Memiliki kemampuan dan keterampilan untuk menganalisis situasi sekarang berdasarkan apa yang seharusnya serta mampu memperkirakan kejadian di masa depan berdasarkan situasi sekarang;
d.         Memiliki kemauan dan kemampuan untuk mengidentifikasi masalah dan kebutuhan yang berkaitan dengan efektivitas pendidikan di sekolah;
e.          Mampu memanfaatkan berbagai peluang, menjadikan tantangan sebagai peluang, serta mengkonseptualkan arah baru untuk perubahan.
Pemahaman terhadap sifat profesional dan manjerial tersebut sangat penting agar peningkatan efisiensi, mutu, dan pemerataan serta supervisi dan monitoring yang direnacanakan sekolah betul-betul untuk mencapai tujuan pendidikan sesuai dengan kerangka kebijakan pemerintah dan tujuan sekolah.
5.      Pengembangan Profesi
Dalam manajemen berbasis sekolah (MBS) pemerintah harus manjamin bahwa semua unsur penting tentang kependidikan (sumber manusia) menerima pengembangan profesi yang diperlukan untuk mengelola sekolah secara efektif. Agar sekolah dapat mengambil manfaat yang ditawarkan MBS, perlu dikembangkan adanya pusat pengembangan profesi, yang berfungsi sebagai penyedia jasa pelatihan bagi tenaga kependidikan untuk MBS. Selain itu, penting untuk dicatat sebaik-baiknya sekolah dan masyarakat perlu dilibatkan dalam proses MBS sedini mungkin. Mereka tidak perlu hanya menunggu, tetapi melibatkan diri dalam diskusi-diskusi tentang MBS dan berinisiatif untuk menyelenggarakan tentang aspek-aspek yang terkait.

J.      Strategi Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah
Pada dasarnya, mengubah pendekatan manajemen berbasis pusat menjadi manajemen berbasis sekolah bukanlah merupakan one-shot and quick-fix, akan tetapi merupakan proses yang berlangsung secara terus menerus dan melibatkan semua unsur yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan persekolahan. Oleh karena itu, strategi utama yang perlu ditempuh dalam melaksanakan manajemen berbasis sekolah adalah sebagai berikut:
1.      Mensosialiasikan konsep manajemen berbasis sekolah ke seluruh warga sekolah, yaitu guru, siswa, wakil-wakil kepala sekolah, konselor, karyawan dan unsur-unsur terkait lainnya (orangtua murid, pengawas, dan instansi terkait) melalui seminar, diskusi, forum ilmiah, dan media masa. Dalam sosialisasi ini hendaknya juga dibaca dan dipahami sistem, budaya, dan sumber daya sekolah yang ada secermat-cermatnya dan direfleksikan kecocokannya dengan sistem, budaya, dan sumber daya yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan manajemen berbasis sekolah.
2.      Melakukan analisis situasi sekolah dan luar sekolah yang hasilnya berupa tantangan nyata yang harus dihadapi oleh sekolah dalam rangka mengubah manajemen berbasis pusat menjadi manajemen berbasis sekolah. Tantangan adalah selisih (ketidaksesuaian) antara keadaan sekarang (manajemen berbasis pusat) dan keadaan yang diharapkan (manajemen berbasis sekolah). Karena itu, besar kecilnya ketidaksesuaian antara keadaan sekarang (kenyataan) dan keadaan yang diharapkan (idealnya) memberitahukan besar kecilnya tantangan (loncatan).
3.      Merumuskan tujuan situasional yang akan dicapai dari pelaksanaan manajemen berbasis sekolah berdasarkan tantangan nyata yang dihadapi. Segera setelah tujuan situasional ditetapkan, kriteria kesiapan setiap fungsi dan faktor-faktornya ditetapkan. Kriteria inilah yang akan digunakan sebagai standar atau kriteria untuk mengukur tingkat kesiapan setiap fungsi dan faktor-faktornya.
4.      Mengidentifikasi fungsi-fungsi yang perlu dilibatkan untuk mencapai tujuan situasional dan yang masih perlu diteliti tingkat kesiapannya. Untuk mencapai tujuan situasional yang telah ditetapkan, maka perlu diidentifikasi fungsi-fungsi mana yang perlu dilibatkan untuk mencapai tujuan situasional dan yang masih perlu diteliti tingkat kesiapannya. Fungsi-fungsi yang dimaksud meliputi antara lain: pengembangan kurikulum, pengembangan tenaga kependidikan dan nonkependidikan, pengembangan siswa, pengembangan iklim akademik sekolah, pengembangan hubungan sekolah-masyarakat, pengembangan fasilitas, dan fungsi-fungsi lain.
5.      Menentukan tingkat kesiapan setiap fungsi dan faktor-faktornya melalui analisis SWOT, yang dilakukan dengan maksud mengenali tingkat kesiapan setiap fungsi dari keseluruhan fungsi yang diperlukan untuk mencapai tujuan situasional yang telah ditetapkan. Analisis SWOT dilakukan terhadap keseluruhan faktor dalam setiap fungsi, baik faktor yang tergolong internal maupun eksternal. yang dinyatakan sebagai: kekuatan, bagi faktor yang tergolong internal; peluang, bagi faktor yang tergolong faktor eksternal. Sedang tingkat kesiapan yang kurang memadai, artinya tidak memenuhi ukuran kesiapan, dinyatakan bermakna: kelemahan, bagi faktor yang tergolong faktor internal; dan ancaman, bagi faktor yang tergolong faktor eksternal.
6.      Memilih langkah-langkah pemecahan (peniadaan) persoalan, yakni tindakan yang diperlukan untuk mengubah fungsi yang tidak siap menjadi fungsi yang siap. Selama masih ada persoalan, yang sama artinya dengan ada ketidaksiapan fungsi, maka tujuan situasional yang telah ditetapkan tidak akan tercapai. Oleh karena itu, agar tujuan situasional tercapai, perlu dilakukan tindakan-tindakan yang mengubah ketidaksiapan menjadi kesiapan fungsi. Tindakan yang dimaksud lazimnya disebut langkah-langkah pemecahan persoalan, yang hakekatnya merupakan tindakan mengatasi makna kelemahan dan/atau ancaman, agar menjadi kekuatan dan/atau peluang, yakni dengan memanfaatkan adanya satu/lebih faktor yang bermakna kekuatan dan/atau peluang.
7.      Berdasarkan langkah-langkah pemecahan persoalan tersebut, sekolah bersama-sama dengan semua unsur-unsurnya membuat rencana untuk jangka pendek, menengah, dan panjang, beserta program-programnya untuk merealisasikan rencana tersebut. Sekolah tidak selalu memiliki sumber daya yang cukup untuk melaksanakan manajemen berbasis sekolah idealnya, sehingga perlu dibuat sekala prioritas jangka pendek, menengah, dan panjang.
8.      Melaksanakan program-program untuk merealisasikan rencana jangka pendek manajemen berbasis sekolah. Dalam pelaksanaan, semua input yang diperlukan untuk berlangsungnya proses (pelaksanaan) manajemen berbasis sekolah harus siap. Jika input tidak siap/tidak memadai, maka tujuan situasional tidak akan tercapai. Yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan adalah pengelolaan kelembagaan, pengelolaan program, dan pengelolaan proses belajar mengajar.


Pemantauan terhadap proses dan evaluasi terhadap hasil manajemen berbasis sekolah perlu dilakukan. Hasil pantauan proses dapat digunakan sebagai umpan balik bagi perbaikan penyelenggaraan dan hasil evaluasi dapat digunakan untuk mengukur tingkat ketercapaian tujuan situasional yang telah dirumuskan. Demikian kegiatan ini dilakukan secara terus-menerus, sehingga proses dan hasil manajemen berbasis sekolah dapat dioptimalkan.

K.    Tahapan Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah
Sebagai paradigma pendidikan yang baru maka dalam implementasi Manajemen Berbasis Sekolah melalui beberapa tahapan. Menurut Fatah tahapan implementasi tersebut dibagi menjadi tiga, yaitu :
1.      Tahap Sosialisasi merupakan tahapan yang penting mengingat luasnya daerah yang ada terutama daerah yang sulit dijangkau serta kebiasaan masyarakat yang umumnya tidak mudah menerima perubahan karena perubahan yang bersifat personal maupun organisasional memerlukan pengetahuan dan keterampilan yang baru. Dengan adanya sosialisasi ini maka akan mengefektifkan pencapaian implementasi Manajemen Berbasis Sekolah baik menyangkut aspek proses maupun pengembangannya di sekolah.
2.      Tahap Piloting yaitu merupakan tahapan ujicoba agar penerapan konsep MBS tidak mengandung resiko. Efektivitas model ujicoba memerlukan persyaratan dasar yaitu akseptabilitas, akuntabilitas, reflikabilitas, dan sustainabilitas.
3.      Tahapan desiminasi merupakan tahapan memasyarakatkan model Manajemen Berbasis Sekolah yang telah diujicobakan ke berbagai sekolah agar dapat mengimplementasikannya secara efektif dan efisien.





L.     Ciri-ciri Sekolah yang Melaksanakan Manajemen Berbasis Sekolah
Menurut Prof.Dr.H.Djam’an Satori,MA indikator atau ciri-ciri sekolah yang menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah yaitu:
1.            Partisipasi masyarakat diwadahi melalui Komite Sekolah
2.            Transparansi pengelolaan sekolah (program dan anggaran)
3.            Program sekolah realistik – need assessment
4.            Pemahaman stakeholder mengenai Visi dan Misi sekolah
5.            Lingkungan fisik sekolah nyaman, terawat.
6.            Iklim sekolah kondusif
7.            Berorientasi mutu, penciptaan budaya mutu (Hasil curah pendapat peserta lokakaryaMBS –Komite Sekolah, Kepala Sekolah, Guru dan Pengawas, November 2003 di Bandung Jawa Barat)
Dari beberapa ciri tersebut maka dapat diketahui perbedaan antara sekolah yang sudah menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah dan yang belum menerapkan secara maksimal. Dalam implementasinya peran serta masyarakat juga berpengaruh penting dalam pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah, karena dengan adanya keterlibatan masyarakat maka keputusan-keputusan yang diambil akan lebik baik khususnya dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan di sekolah. Masyarakat juga ikut serta dalam mengawasi dan membantu sekolah dalam kegiatan yang ada termasuk kegiatan belajar mengajar. Dengan adanya implementasi Manajemen Berbasis Sekolah di sekolah yang dipandang memiliki tingkat efektivitas tinggi akan memberikan beberapa keuntungan yaitu :
1.         Kebijaksanaan dan kewengan sekolah membawa pengaruh langsung kepada peserta didik, orang tua, dan guru.
2.         Bertujuan bagaimana memanfatkan budaya local.
3.         Efektif dalam melakukan pembinaan peeserta didik seperti kehadiran, hasil belajar, tingkat pengulangan, tingkat putus sekolah, dan iklim sekolah.
4.         adanya perhatian bersama untuk mengambil keputusan, memberdayakan guru, manajemen sekolah, rancang ulang sekolah dan perubahan perencanaan (Fattah dalam E. Mulyasa, 2002:24-25).

BAB III
KESIMPULAN

A.    Kesimpulan
v  Pengertian
Secara leksikal, Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) berasal dari tiga kata, yaitu manajemen, berbasis, dan sekolah. Manajemen adalah proses menggunakan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran. Berbasis memiliki kata dasar basis yang berarti dasar atau asas. Sekolah adalah lembaga untuk belajar dan mengajar, serta tempat menerima dan memberikan pelajaran. Berdasarkan makna leksikal tersebut maka MBS dapat diartikan sebagai penggunaan sumber daya yang berasask.
Sedangkan pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) menurut E. Mulyasa adalah pemberian otonomi luas pada tingkat sekolah agar sekolah leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap dengan kebutuhan setempatan pada sekolah itu sendiri dalam proses pengajaran atau pembelajaran
v  Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Menurut Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, tujuan MBS dengan model MPMBS adalah pertama meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia. Kedua, meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama. Ketiga, meningkatkan tanggung jawab kepala sekolah kepada sekolahnya. Keempat, meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai.


v  Prinsip-Prinsip Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
a.       Prinsip Ekuifinalitas (Principal of Equifinality)        
Prinsip ini didasarkan pada teori manajemen modern yang berasumsi bahwa terdapat beberapa cara yang berbeda-beda untuk mencapai suatu tujuan.
b.      Prinsip Desentralisasi (Principal of Decentralization)
Desentralisasi adalah gejala yang penting dalam reformasi manajemen sekolah modern. Prinsip desentralisasi ini konsisten dengan prinsip ekuifinalitas
c.       Prinsip Sistem Pengelolaan Mandiri (Principal of Self Managing System)
Prinsip ini terkait dengan prinsip sebelumnya, yaitu prinsip ekuifinalitas dan prinsip desentralisasi. Ketika sekolah menghadapi permasalahan maka harus diselesaikan dengan caranya sendiri.
d.      Prinsip Inisiatif Manusia (Principal of Human Initiative)
Prinsip ini mengakui bahwa manusia bukanlah sumber daya yang statis, melainkan dinamis. Oleh karena itu, potensi sumber daya manusia harus selalu digali, ditemukan, dan kemudian dikembangkan. Manajemen kurikulum dan program pengajaran
v  Komponen-Komponen Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
1.         Manajemen tenaga kependidikan
2.         Manajemen kesiswaan
3.         Manajemen keuangan dan pembiayaan
4.         Manajemen sarana dan prasarana pendidikan
5.         Manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat
6.         Manajemen layanan khusus.

v  Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah
1.      Pemberian otonomi luas kepada sekolah
2.      Partisipasi masyarakat dan orang tua
3.      Kepemimpinan yang demokratis dan professional
4.      Team work yang kompak dan transparan

B.     Saran
Sebagai bentuk dari hasil penulisan, berikut ini dikemukakan saran yang diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam upaya peningkatan mutu pendidikan yaitu Sebaiknya tahap-tahap implementasi manajemen berbasis sekolah dilaksanakan secara urut dan tidak hanya beberapa komponen yang melaksanakan, tetapi seluruh komponen sekolah harus terlibat agar kerja sama dalam memanajemen sekolah kompak dan seluruh kegiatan terkomunikasikan dengan baik.
















DAFTAR PUSTAKA
Nurkolis, Manajemen Berbasis Sekolah, Jakarta: Grasindo, 2003
E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004
Suzanne. 2009. Pengertian Monitoring dan Evaluasi. Diakses pada 29 Desember 2013, dari http://hafidzf.wordpress.com/2009/06/16/pengertian-monitoring-dan-evaluasi/
Malik, Halim. 2011. Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (Hardiknas-Rangkat), (online), (http://edukasi.kompasiana.com/2011/05/02/konsep-manajemen-berbasis-sekolah-hardiknas-rangkat/, diakses tanggal 23 November 2013)

Suryosubroto. 2004. Manajemen Pendidikan Di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI, Manajemen Pendidikan, Bandung : Alfabeta, 2010.
Umiarso & Imam Gojali, Manajemen Mutu Sekolah di Era Otonomi Pendidikan Yogyakarta: Ircisod, 2010.
Ali Imron dan Burhanuddin, Manajemen Pendidikan, Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang, 2003
Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara, 1988
Malayu S.P. Hasibuan, Manajemen: Dasar, Pengertian dan Masalah, Jakarta: Haji Masagung,1989
E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004 Nanang Fattah, Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Dewan Sekolah, Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004 Sebagai bentuk dari hasil penulisan,




RPP Kelas V - Tema 1 Sub.Tema 1 Pemb.1

                               RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) KURIKULUM 2013 REVISI 2018    TEMA 1 ....